Jumat, September 27, 2024

Sejarah Pantai Timur (1): Langga Payung di Sungai Kanan Kota Pinang Sungai Barumun; Situs Peradaban Lama di Padang Lawas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Pantai timur Sumatra adalah wilayah di bagian timur Sumatra mulai dari Aceh hingga Lampung (di bedakan dengan pantai barat Sumatra). Pada era Pemerintah Hindia Belanda tahun 1863 dibentuk residentie Oostkust Sumatra (Pantai Timur Sumatra) ibu kota di Bengkalis. Dalam perkembangannya tahun 1887 wilayah hanya sebatas dari Labuhan Batu ke utara dimana ibu kota ditetapkan di Medan (Bengkalis dimasukkan ke residentie Riouw). Serial artikel ini akan mencakup sejarah masa lalu di wilayah Labuhan Batu hingga Langkat. Mari kita mulai dari nama Langga Payung dan Kota Pinang.  


Langga Payung merupakan salah satu kelurahan yang juga menjadi ibu kota kecamatan Sungai Kanan, kabupaten Labuhan Batu Selatan. Desa-desa lainnya adalah Batang Nadenggan, Hajoran, Huta Godang, Marsonja, Parimburan, Sabungan, Sampean dan Ujung Gading. Kota Pinang adalah berstatus kelurahan yang menjadi nama kecamatan sekaligus ibu kota dari kabupaten Labuhanbatu Selatan. Desa-desa lainnya Hadundung, Mampang, Pasir Tuntung, Perkebunan Nagodang, Perkebunan Normark, Perkebunan Sei Rumbia. Simatahari, Sisumut dan Sosopan. Berdasarkan data BPS suku Batak terutama Angkola dan Mandailing sebanyak 55,65% dan Jawa 39,43%. Melayu 0,65% dan Minangkabau 0,59%. Kabupaten Labuhanbatu Selatan sendiri memiliki jumlah penduduk 316.798 jiwa. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Labuhan Batu tahun 2008 terdiri dari kecamatan Kampong Rakyat, Kota Pinang, Sungai Kanan, Silangkitan dan Torgamba. Hanya ada dua kelurahan di kabupaten yakni Langga Payung dan Kota Pinang saja (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Langga Payung di sungai Kanan, Kota Pinang di sungai Barumun? Seperti disebut di atas wilayah Langga Payung dan Kota Pinang bagian dari wilayah pantai timur Sumatra. Sementara di sisi dalamnya terdapat situs peradaban lama di wilayah Padang Lawas. Lalu bagaimana sejarah Langga Payung di sungai Kanan, Kota Pinang di sungai Barumun? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Langga Payung di Sungai Kanan, Kota Pinang di Sungai Barumun; Situs Peradaban Lama di Pedalaman

Untuk memulai memahami sejarah zaman kuno Kota Pinang, sangat sedikit informasi jika dimulai dari Labuhan Bilik. Mulailah dari tempat terang di wilayah Padang Lawas, dimana pada masa ini ditemukan banyak situs kepurbakalaan seperti candi dan prasasti. Dalam konteks ini juga kita memulai memahami sejarah masa lampau Langga Payung.


Kota Pinang tepat berada di sisi timur sungai Barumun. Sungai yang berhulu di gunung Dolok Malea dan gunung di Dolok Hole. Sungai Barumun ini bermuraa di laut di Labuhan Bilik. Lalu bagaimana dengan Langga Payung? Langga Payung berada di sisi selatan sungai Kanan. Sungai yang bermuara di sisi utara sungai Barurmun (muara yang berada di arah hulu Kota Pinang). Jika dari muara singai Barumun ke arah pedalaman di Padang Lawas, sungai Kanan ini berada di sisi kanan. Hal itulah diduga yang menjadi sebab nama sungai disebut sungai Kanan. Apakah ada sungai Kiri? Tidak ada sungai besar yang bermuara ke sungai Barumun kecuali sungai Kanan. Yang ada adalah sungai Bila di hilir di Labuhan Bilik dan sungai Batang Pane di hulu di Binanga.

Secara geomorfologis, area seputar Kota Pinang dulunya diduga adalah suatu pulau. Yang mana di dalam pulau ini terbentuk pos perdagangan (yang diduga menjadi cikal bakal Kota Pinang). Lantas bagaimana dengan Langga Payung? Secara geomorfologis, Langga Payung adalah batas suatu perairan dimana sungai Kanan bermuara. Muara sungai Barumun terletak di arah selatan kota Langga Payung yang sekarang. Dengan kata lain sungai Kanan dan sungai Barumun awalnya terpisah, yakni sama-sama bermuara di suatu perairan/laut.


Langga Payung diduga ada kota kuno, jauh lebih tua dari Kota Pinang. Langga Payung diduga kuat adalah kota pelabuhan di muara sungai Kanan dari penduduk di pedalaman (dari hulu daerah aliran sungai Kanan). Bagaimana menjelaskan Langga Payung sebagai perairan awalnya merujuk pada ketinggian (elevasi) wilayah antara Langga Payung dan Kota Pinang yang rendah (dpl). Sungai Kanan dari Langga Payung hingga bermuara ke sungai Barumun berkelok-kelok. Adanya beberapa sungai mati di antara kelok-kelok sungai ini memperkuat kawasan antara Langga Payung dan Kota Pinang sebagai wilayah perairan/laut. I’tsing pada abad ke-7 mencatat nama tempat Langga Su. Besar dugaan nama ini adalah nama Langga Payung yang sekarang. Dalam teks prasasti Kedoekan Boekit yang berasal dari abad ke-7 disebutkan nama Minanga, nama yang diduga adalah Binanga yang sekarang. Dalam hal ini Minanga/Binanga dan Langga Su/Langga Payung berada di wilayah yang sama. Pada era Hindia Belanda seorang pejabat melakukan perjalanan dari pantai timur melalui ke Langga Payung menuju Gunung Tua merasa kaget bahwa di area antara Langga Payung dan kampong Hoeta Imbaru (dekat Gunung Tua) menemukan tanah mengandung pasir laut. Artinya, wilayah pesisir laut/garis pantai dulunya cukup jauh di pedalaman pada masa ini. Dengan kata lain garis pantai terus bergeser dari Langga Payung ke Kota Pinang dan pada masa ini di Labuhan Bilik.

Oleh karena Langga Payung diduga kota kuno, Kota Pinang diduga adalah kota baru, kota yang kemudian terbentuk sebagai pos perdagangan dari sisi luar (pedagang asing).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Situs Peradaban Lama di Pedalaman: Wilayah Padang Lawas dan Geomorfologis Hilir Daerah Aliran Sungai Barumun

Nama tempat Langga Payung dan Kota Pinang pada masa ini merupakan dua nama kota penting di wilayah daerah aliran sungai Barumun di hilir (wilayah) Padang Lawas (kini kabupaten Labuhan Batu Selatan). Seperti disebut di atas, Langga Payung diduga kuat adalah nama kuno, sementara Kota Pinang diduga nama yang lebih baru. Bagaimana bisa?


Langga Payung diduga berasal dari nama Langga Su sebagaimana dicatat I’tsing pada abad ke-7. Secara toponimi, Langga Su terdiri dari dua kata langga dan su. Langga diduga merujuk pada kata asal yakni lingga, seperti halnya nama tempat di pantai barat yakni Linggabayu (Lingga Su?) di kabupaten Mandailing Natal .dan di pantai timur yakni Linggahara di dekat kota Rantau Prapat. Nama Langga ini di Jawa juga bergeser dengan nama Rangga. Nama Langga mengingatkan kita nama raja terkenal di Jawa yakni Airlangga. Rangga sendiri di Jawa kemudian menjadi nama gelar. Penyebutan kata langga atau lingga di tempat lain juga diduga telah mengalami pergeseran menjadi Langka seperti Pa-langka (Raya), Langka-su-ka dan lainnya mungkin juga termasuk nama pohon ba-langka (balakka). Sedangkan kata Su dalam nama Langga Su adalah menunjukkan kota sebagaimana Pura (Singa-pura, Indra-pura, Marta-pura dan sebagainya). Kata Su pada masa lalu diduga berada di awal kata utama sebagaimana halnya nama-nama lama seperti Su-warna yang kemudian bergeser menjadi Su-matra. Bagaimana dengan nama Kota Pinang? Paling dapat dihubungkan dengan nama-nama tempat di pedalaman seperti Huta Aek Pining di Dolok Hole dan di Batang Toru. Secara toponimi sebutan pining (bahasa Batak) diduga lebih awal dari pinang (bahasa Melayu). Pining/pinang adalah jenis buah yang diperdagangkan sejak zaman kuno yang diproduksi di wilayah pedalaman. Tradisi makan sirih dihubungkan dengan pinang. Nama tempat Kota Pinang di dekat Langga Payung diduga merujuk pada nama masa lampau yakni Hoeta Pinang seperti halnya Hoeta Nopan (Kota Nopan atau Aek Ha-nopan). Bagaimana dengan nama Pulau Penang?

Bagaimana bisa nama Langga Payung lebih tua dari Kota Pinang, pertanyaan ini dapat diajukan pertanyaan baru bagaimana bisa jauh di pedalaman di wilayah Padang Lawas ditemukan banyak situs kepurbakalaan yang berasal dari zaman kuno. Lantas apakah ada situs kepurbakalaan di daerah aliran siungai Barumun lebih ke hilir hingga pantai di Labuhan Bilik? Keberadaan situs kepurbakalaan di pedalaman di Padang Lawas mengindikasikan di masa laampau sudah ada peradaban maju. Dalam konteks inilah kita memahami hubungan Padang Lawas dengan Langga Payung dan Kota Pinang dengan menggunakan pendekatan bukti sejarah (situs) dan pendekatan geomorfologis wilayah (di daerah aliran sungai Barumun).


Peradaban terbentuk di atas pondasi-pondasi populasi dan ekonomi. Begitulah hukumnya sejak zaman kuno hingga zaman modern masa ini. Populasi mengusahakan produksi. Produk yang dapat diperdagangkan seperti emas, kamper, kemenyan dan sebagainya. Adanya pertukaran dengan orang/pedagang asing terbentuk perdagangan yang intens yang memberi peluang tumbuh dan berkembang ekonomi setempat. Pedagang asing datang membawa produk manufaktur seperti kain, besi dan peralatan yang dipertukarkan dengan produk alami penduduk (kamper, gading, emas). Dengan pondasi ekonomi yang kuat yang didukung populasi besar dimungkinkan terbentuk peradaban yang lebi maju, pemerintahan yang kuat dan pembangunan infrastruktur yang megah seperti candi-candi. Seperti disebut di atas sebaran candi ini berada di wilayah Binanga dan sekitar. Suatu wilayah di masa lampau dengan pelabuhannya yang terkenal Minanga dimana orang/pedagang asing berdatangan. Produk-produk perdagangan di Padang Lawas (berpusat di Binanga) ini dipasok dari wilayah-wilayah pedalaman seperti Angkola dan Mandailing. Dalam konteks ini pula kemudian kita lebih mudah memahami posisi strategis Langga Payung dan Kota Pinang di hilir daerah aliran sungai Barumun.

Jika nama Lagga Payung adalah nama kuno, lalu apakah ada nama-nama tempat lainnya di wilayah kecamatan Sungai Kanan yang sekarang yang dapat dianggap kuno? Secara toponimi adalah antara lain nama-nama tempat Hajoran dan Ujung Gading. Dua nama tempat ini tidak unik seperti Langga Payung dan Lingga Bayu. Nama Hajoran juga ada di Padang Lawas dan nama Ujung Gading juga ada di pantai barat Sumatra. Hajoran dan Ujung Gading sebagai nama tempat berada di hulu Langga Payung daerah aliran sungai Kanan. Perlu ditambahkan disini ada nama tempat Ujung Sira (tempat perdagangan garam).


Hajoran dalam bahasa Angkola adalah pusat perdagangan kuda. Sementara Ujung Gading diduga dikaitkan di masa lalu perdagangan gading dimana tempat perdagangannya dari pedalaman di nama tempat yang disebut Ujung Gading. Oleh karena itu nama tempat Hajoran dan Ujung Gading pada masa lalu ada tempat mengepul kuda dan gading yang akan diperdagangkan ke luar. Perlu dicatat di sini nama Ujung Gading juga terdapat di pantai barat Sumatra sebagai kota perdagangan gading di wilayah pesisir Mandailing (yang kini masuk wilayah Pasaman Barat). Kota perdagangan (pelabuhan lainnya) di Mandailing adalah Lingga Bayu (di daerah aliran sungai Batang/Natal)/ Dalam hal ini wilayah Angkola Mandailing (termasuk Padang Lawas) memiliki pusat perdagangan gading yakni di pantai barat (Mandailing) dan di pantai timur (Angkola).

Langga Payung dan Kota Pinang di daerah aliran sungai Barumun seakan menjelaskan wilayah lama peradaban kuno dan wilayah baru peradaban baru. Langga Payung ke pedalaman menjadi bagian peradaban lama (Batak), sedangkan Kota Pinang ke hilir menjadi bagian peradaban baru (Melayu).


Secara geomorfologis pulau Sumatra dulunya tidak segemuk sekarang. Pulau Sumatra pada era Suwarna (Dwipa) masih ramping. Pulau Sumatra dari masa ke masa semakin membengkak/melebar ke timur seiring dengan adanya sedimentasi di perairan yang kemudian terbentuk rewa dan akhirnya menjadi daratan seperti sekarang. Sedimentasi ini karena massa padat yang terbawa arus sungai Barumun dan sungai Kanan dari pedalaman seperti lumpur dan sampah vegetasi. Oleh karena itu pada abad ke-7 kota Minanga/Binanga cukup dekat dengan wilayah pesisir dan Langga Payung tepat berada di garis pantai dimana sungai Kanan bermuara. Wilayah Kota Pinang sendiri merupakan suatu pulau di depan muara sungai Kanan dan sungai Barumun.

Tunggu deskripsi lengkapnya

  

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: