Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan dalam blog ini Klik Disini. Blog TAPANULI SELATAN DALAM ANGKA adalah blog kembar dengan Blog Poestaha Depok. Bagi pembaca, untuk mengenal lebih jauh tentang Padang Sidempuan dan Tapanuli Bagian Selatan (Angkola, Mandailing dan Padang Lawas) di tingkat nasional, dapat melihat di blog POESTAHA DEPOK.Orang Padang Sidempuan (baca: wilayah Tapanuli Bagian Selatan atau Afdeeling Mandailing dan Angkola) sudah sejak era kolonial banyak berhijrah ke berbagai tempat di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Mereka merantau, tetapi jarang yang kembali ke kampung halaman di Padang Sidempuan. Di perantauan mereka berkarya. Di kampung orang lain mereka sangat dikenal, tetapi para perantau kurang peduli memperkenalkan kampungnya. Mereka hanyut dan cenderung nasionalis: ‘dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung’,
Desy Drummer from Padang Sidempuan |
Kini semua pandangan Indonesia mulai melihat Padang
Sidempuan. Namun semua orang hanya bertanya-tanya: Dimana Padang Sidempuan? Apa
keutamaan Padang Sidempuan? Kota Padang Sidempuan kontribusinya apa di pentas
nasional? Semua pertanyaan itu menjadi sebab Kota Padang Sidempuan tidak
dipedulikan. Kota Padang Sidempuan hanya dikenal sebagai Kota Salak, kota kecil
di pedalaman Sumatra yang ‘gps’nya berada di ujung selatan Provinsi Sumatera
Utara. Kota Padang Sidempuan tenggelam di dasar piramida Indonesia.
Padahal Kota Padang Sidempuan adalah kota kelahiran ayah dari dua besan
Presiden Indonesia (SBY dan Jokowi). Kota Padang Sidempuan adalah tempat dimana
Adam Malik dibui oleh Belanda pada usia 17 tahun (Wakil Presiden RI). Inda, ale
hum i saja (mengutip baris sajak Willem Iskander, 1872). Afdeeling Padang
Sidempuan adalah tempat kelahiran ayah musisi Rinto Harahap, ayah musisi Ucok AKA
Harahap, ayah penyanyi Diana Nasution. Ke dalam daftar ini, jika mundur ke
belakang, termasuk tempat kelahiran Perdana Menteri RI kedua (Amir Sjarifoeddin),
tempat kelahiran Menteri Pendidikan RI kedua (Soetan Gunung Mulia), tempat
kelahiran Dja Endar Moeda (pendiri organisasi kebangsaan pertama Medan
Perdamaian 1900, jauh sebelum Boedi Oetomo), tempat kelahiran Soetan Casajangan
(pendiri perhimpunan mahasiswa pertama di Belanda, 1908). Tentu saja tempat
kelahiran ayah dari Mochtar Lubis, ayah dari Sakti Alamsyah, ayah dari Sanusi
Pane. Jangan lupa, Kota Padang Sidempuan adalah tempat kelahiran Wali Kota
Padang pertama (Dr. Abdul Hakim), Wali Kota Surabaya pertama (Dr. Radjamin
Nasution) dan Wali Kota Medan pertama (Mr. Loeat Siregar). Dan sangat banyak
lagi termasuk Jenderal Besar Abdul Haris Nasution.
Satu hal juga yang penting, selain kota pendidikan, Kota
Padang Sidempuan juga di masa lampau adalah kota musik dan kota oleh-oleh.
Kini, Kota Padang Sidempuan mulai merintis jalan untuk tumbuh dan berkembangnya
industri kreatif terutama industri musik (jasa hiburan) dan industri oleh-oleh
(usaha produksi). Dua bidang ini ke depan diharapkan bersinergi (saling
memperkuat). Dua bidang ini diharapkan sebagai penggerak sektor-sektor lainya
berkembang, seperti pariwisata dan kuliner.
Sejarah Musik
Batak Bermula di Angkola, Mandailing dan Padang Lawas
Sejarah
musik Batak, sejarah yang belum pernah ditulis (lihat pada artikel lain dalam
blog ini). Musik Batak modern haruslah dibedakan dengan musik tradisi Batak.
Akar musik modern Batak adalah musik tradisi Batak. Oleh karena itu, memahami
sejarah musik modern Batak haruslah memulai memahaminya dari musik tradisi
Batak. Namun apa itu musik tradisi Batak terdapat kesalahan pemahaman.
Kesalahan mendasar adalah melihat musik tradisi Batak dari sudut pandang masa
kini. Akibatnya, musik modern Batak dianggap sebagai musik tradisi Batak. Untuk
memahami secara tepat musik tradisi Batak haruslah dilihat dari sudut pandang
masa lampau. Dengan cara begitu dimungkinkan untuk menjelaskan bagaimana proses
evolusi musik tradisi Batak bertransformasi menjadi musik modern Batak. Proses
kontiniu inilah sejarah musik Batak.
Untuk memahami
sejarah musik Batak sejumlah pertanyaan akan membawa kita ke masa lampau. Kapan
musik tradisi itu ada? Apa yang menyebabkan musik tradisi Batak terbentuk?
Siapa yang memainkan atau menggunakan musik tradisi tersebut? Bagaimana
asal-usul (instrumen) musik tradisi Batak itu? Dimana musik tradisi Batak itu
bermula? Sejak kapan musik tradisi Batak mulai dicatat? Kapan musik tradisi
Batak itu dikenal secara luas? Mengapa musik tradisi Batak bertransformasi
menjadi musik modern Batak. Semua pertanyaan itu memerlukan jawaban dan
penjelasan. Mari kita lacak!
Keutamaan
musik tradisi Batak pada masa ini, karena memiliki sejarah yang panjang. Musik
tradisi Batak mengikuti religi Batak kuno, suatu religi yang terkonstruksi
karena adanya pengaruh Budha dan Hindu (yang dimulai di sekitar percandian
Budha/Hindu di Angkola, Mandailing dan Padang Lawas). Gondang dan ogung adalah
musik dalam berkomunikasi dengan sang Pencipta. Alat gondang yang dikreasi
sendiri penduduk lokal dikombinasikan dengan ogung (gong) yang diimpor kemudian
dari Tiongkok. Cikal bakal musik tradisi Batak yang berakar pada pengaruh India
dan Tiongkok ini berkembang sedemikian rupa dengan masuknya elemen alat-alat
musik lainnya dari luar.
Secara teoritis,
musik tradisi Batak bermula di Angkola, Mandailing dan Padang Lawas. Suatu
situs kuno dimana di masa lampau terdapat pengaruh India dan Tiongkok yang
intens. Musik tradisi Batak kali pertama dicatat di Angkola, Mandailing dan Padang
Lawas. Dalam perkembangannya, musik tradisi Batak di Angkola, Mandailing dan Padang
Lawas mengalami hambatan dengan masuknya pengaruh Islam, namun indiferensi
pemerintah kolonial Belanda, musik tradisi Batak mulai dilestarikan dan terus
eksis. Orang Belanda terheran-heran, ketika mereka kali pertama datang tidak
menyangka di Angkola, Mandailing dan Padang Lawas menemukan ensambel-ensambel
musik (gondang dan ogung yang dikombinasikan dengan instrumen lain) yang mereka
katakan mirip orchest atau band di Eropa--sesuatu yang tidak mereka temukan di
tempat lain di nusantara (lihat TJ Willer, 1845). Sementara di tempat lain, di
Silindoeng (dan Toba) para misionaris melarang musik tradisi Batak, karena
dianggap bagian dari kepercayaan kuno, tetapi sebaliknya pengikut
Sisingamangaradja tetap melestarikannya. Oleh karenanya, musik tradisi Batak
dalam kenyataannya tetap eksis di Tanah Batak. Dalam perkembangan berikutnya, para
perantau Batak kemudian membawa musik tradisi Batak ke Batavia (kini Jakarta).
Di perantauan, oleh orang-orang Sipirok musik tradisi Batak mengalami
transformasi menjadi musik modern Batak. Pada tahun 1937, Karl Halusa, doktor
(PhD) dalam bidang musik dari Universitas Wina mengunjungi Tanah Batak unruk
mempelajari musik tradisi Batak. Dr. Halusa menemukan sedikitnya ada 40 jenis
instrumen musik Batak, baik yang dimainkan laki-laki maupun perempuan, Suatu
jumlahyang cukup banyak dibanding etnik lain (lihat Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indie, 23-03-1938). Satu hal, meski musik modern Batak semakin
berkembang di perantauan (Batavia), musik tradisi Batak juga tetap
dilestarikan. Grup musik modern Batak pertama di Batavia adalah Sinondang,
suatu grup musik orang-orang Sipirok, dimana kemudian Gordon Tobing ikut
bergabung.
Bagainmana
proses evolusi musik tradisi Batak dan bagaimana musik tradisi Batak
bertransformasi menjadi musik modern Batak adalah bagian tidak terpisahkan dari
sejarah panjang musik Batak itu sendiri. Di Angkola, Mandailing dan Padang
Lawas, secara teoritis asal mula musik tradisi Batak, dalam musik modern Batak
akan kita temukan banyak variasi. Pada masa kini, musik modern Batak seakan terpilah-pilah
antara lagu-lagu (suara) dan nada-nada (bunyi) utama di Angkola, Mandailing dan
Padang Lawas di satu pihak, dan Silindoeng, Toba, Simalungun, Pakpak/Dairi dan Karo
di lain pihak. Namun sesungguhnya semuanya berakar pada musik tradisi Batak (berbasis gondang dan
ogung).
Yang membuat
variasi karena masuknya elemen-elemen baru apakah karena pertukaran budaya
(Karo dengan Atjeh; Simalungun dengan Melayu) adanya pengaruh agama (Angkola,
Mandailing dan Padang Lawas yang dipengaruhi Islam/Timur Tengah; Silindoeng dan
Toba yang dipengaruhi Kristen/Eropa). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi lagu
dan nada.
Lantas
bagaimana dengan pengaruh Budha/Hindu dalam musik modern Batak. Padahal sejatinya
musik modern Batak adalah transformasi musik tradisi Batak. Sementara musik
tradisi Batak berakar dari pengaruh Budha/Hindu. Dalam musik modern Batak,
hingga kini, hanya di Angkola, Mandailing dan Padang Lawas pengaruh Budha/Hindu
itu yang masih terasa. Dengan kata lain, nada-nada dan lagu-lagu yang berakar
dari pengaruh Budha/Hindu hanya tersisa di Angkola, Mandailing dan Padang
Lawas. Pengaruh itu tersimpan dalam religi kuno (kepercayaan orang Batak kuno)
yang mana religi kuno ini tidak terpisahkan dengan musik kuno yang membentuk
musik tradisi Batak.
Lagu Kijom
adalah salah satu wujud lagu-lagu Batak yang berakar dari religi kuno dari
pengaruh Budha/Hindu. Lagu Kijom boleh dikatakan, lagu yang dinyanyikan dengan
suara yang padu dengan nada dari alat-alat musik tradisi Batak. Lagu Kijom juga
harus disertai tortor (tarian). Ketika elemen lagu Kijom (lagu, nada dan tari)
satu kesatuan. Tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Itulah hakekat lagu Kijom
yang berevolusi dari religi kuno (pengaruh Budha/Hindu) ke musik tradisi Batak
(menjadi heritage dan local content) yang kemudian ditransformasikan ke musik
modern Batak. Lagu Kijom bernuansa lagu religi kuno yang diperkuat dengan
nada-nada kuno pada musik tradisi Batak (berbasis gondang dan gong). Lagu
Kijom, dari sisi musikal bersifat ritmik (semacam pemujaan kepada sang
Pencipta). Mendengar lagu dan nada pada lagu Kijom membuat pendengar bergetar
apapun etniknya dan apapun agamanya. Lagu Kijom selalu dilakukan dengan
penjiwaaan (sifat universal manusia), sebab lagu Kijom adalah laga dan nada
purba (era Batak kuno) yang masih eksis hingga ini hari di Angkola, Mandailing
dan Padang Lawas.
Musik Klosal
Sejarah Oleh
Oleh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar