Jumat, Desember 20, 2024

Sejarah Benteng Huraba (8): Pendudukan Jepang, Akhir Pemerintah Hindia Belanda; Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Perang Asia Pasifik yang dilancarkan (militer) Jepang sejak 1938 telah menyebabkan munculnya panik di Hindia Belanda. Yang paling panik adalah orang Eropa/Belanda. Orang Cina di Hindia agak khawatir juga militer Jepang memasuki Hindia karena orang Cina telah memberi dukungan kepada Tiongkok saat militer Jepang memasuki Tiongkok. Orang Angkola Mandailing yang berada di berbagai kota ada yang mendukung kehadiran Jepang dan ada juga yang mengkhawatirkannya.


Radjamin Nasution was born on 15 August 1892 in the village of Barbaran Julu, today in West Panyabungan District of Mandailing Natal Regency. As his father was a civil servant of decent rank, Nasution was able to enroll at a European school (Europeesche Lagere School) in Padang Sidempuan. In 1912, he enrolled at the STOVIA medical school in Batavia. He then worked at the customs department. He was initially posted in Batavia, and he was reassigned around the Dutch East Indies between 1912 and 1917 when he returned to Batavia. He was then promoted, and was stationed in Medan before moving to Surabaya in 1929. He was elected as a member of the municipal council in 1931. He also continued to work as a bureaucrat, becoming head of the Surabaya customs office by 1938. He was then appointed as an alderman of the city in October 1938. After the Japanese takeover in 1942, he was retained in the municipal government and appointed as deputy to the Japanese-appointed mayor Takahashi Ichiro. In the immediate aftermath of the Pacific War and the proclamation of Indonesian independence on 17 August 1945, Ichiro handed over the mayoral position to Nasution on 17 August 1945. During the Battle of Surabaya, Nasution doubled as the city's health service chief due to his medical training, and coordinated search and rescue operations. He also helped to manage refugees from the city in the nearby towns of Mojokerto and Tulungagung (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut diatas, orang Angkola Mandailing sudah banyak yang berada di berbagai kota di Indonesia. Pada masa pendudukan Jepang orang Angkola Mandailing ada yang mendukung dan ada juga yang menolaknya. Lalu kekalahan Jepang menjadi pemicu proklamasi kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Desember 19, 2024

Sejarah Benteng Huraba (7): Era Perjuangan Mencapai Kemerdekaan Indonesia; Putra-Putri Angkola Mandailing Berbagai Tempat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Belanda memperjuangkan kepentingannya di Hindia Belanda, juga melibatkan orang pribumi. Para hulubalang Mandailing dan hulubalang Angkola (bersama pasukan Ambon, pasukan Madura dan pasukan Jawa, para hulubalang Melayu dan para hulubalang Minangkabau) dilibatkan dalam perang melumpuhkan Padri. Namun setelah Perang Padri para hulubalang Angkola Mandailing tidak pernah dilibatkan lagi. Mengapa? Yang jelas para pemuda di Angkola Mandailing sudah melihat pendidikan sebagai alat perjuangan yang paling baik untuk dilakukan. Para hulubalang Angkola Mandailing tidak dilibatkan dalam Perang Batak (melawan Sisingamangaradja) dan Perang Atjeh (melawan Teuku Umar).   


Ida Loemongga Nasution lahir di Padang, 22 Maret 1905, perempuan Indonesia pertama bergelar doktor (PhD). Hal ini diberitakan kantor berita Aneta dari Amsterdam, pada 29 April 1932. Dari Universiteiten Van Utrecht en Leiden nama Ida Loemongga Haroen al Rajid Nasution dinobatkan sebagai wanita pribumi pertama yang meraih gelar Doktor. Ayahnya adalah Haroen Al Rasjid Nasution, dokter lulusan Docter Djawa School di tahun 1902. Ibunya adalah Alimatoe Saadiah br. Harahap, perempuan pribumi pertama yang mendapat pelajaran dari kurikulum sekolah Eropa. Kedua orang tua Ida Loemongga Nasution berasal dari Padang Sidimpuan. Ida Loemongga sekolah di ELS Tandjong Karang, dilanjutkan kePrins Hendrik School (afdeeling-B/IPA) di Batavia tahun 1918. Setelah lulus tahun 1922, Ida direkomendasikan untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda. Pada usia 18 tahun, Ida berangkat sendiri ke Amsterdam. Pada tahun 1927 Ida memperoleh gelar sarjana kedokteran di Universiteit Utrecht dan tahun 1931 dipromosikan sebagai doktor di bidang kedokteran dengan disertasi berjudul ‘Diangnose en Prognose van aangeboren Hartgebreken’ (Diagnosa dan Prognosa Cacat Jantung Bawaan) (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia? Seperti disebut di atas, setelah Perang Padri para pemuda Angkola Mandailing tidak lagi mengenal perang, tetapi hanya berusaha untuk meningkatkan pendidikan yang dengan demikian dimungkinkan untuk berjuang untuk mencapai kemerdekaan (bebas dari penjajahan). Dalam konteks itulah mengapa putra-putri Angkola Mandailing terdapat di berbagai tempat. Lalu bagaimana sejarah perjuangan mencapai kemerdekaan Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Desember 18, 2024

Sejarah Benteng Huraba (6): Sekolah Aksara Latin di Angkola Mandailing; Pers dan Awal Permulaan Kebangkitan Bangsa di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pendidikan modern di Indonesia bermula sejak introduksi penggunaan aksara latin di sekolah-sekolah. Dalam hal ini Pemerintah Hindia Belanda sangat lamban dan baru kemudian secara intens memperluas pendidikan, membangun banyak sekolah dan kemudian dilanjutkan dengan peningkatan kualitas guru. Seiring dengan peningkatan mutu pendidikan pribumi mulai berkecambah pers diantara orang pribumi. Dja Endar Moeda pada tahun 1897 menyatakan pendidikan dan pers sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dalam konteks inilah kemudian terbentuklah berbagai organisasi kebangsaan Indonesia.


Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging), dikenal juga sebagai Perhimpunan Indonesia atau PI (Bahasa Belanda: Indonesische Vereeniging), adalah organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang berdiri pada tahun 1908. Indische Vereeniging berdiri atas prakarsa Soetan Kasajangan Soripada Harahap dan R.M. Noto Soeroto. Sejak Cipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat masuk, pada 1913, mulailah mereka memikirkan mengenai masa depan Indonesia. Mereka mulai menyadari betapa pentingnya organisasi tersebut bagi bangsa Indonesia. Semenjak itulah Indische Vereeniging memasuki kancah politik. Waktu itu pula Indische Vereeniging menerbitkan sebuah buletin yang diberi nama Hindia Poetera, tetapi isinya sama sekali tidak memuat tulisan-tulisan bernada politik. Semula, gagasan nama Indonesisch (Indonesia) diperkenalkan sebagai pengganti Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan Indonesiƫr (orang Indonesia). Pada September 1922, saat pergantian ketua antara Dr. Soetomo dan Herman Kartawisastra organisasi ini berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pendidikan modern aksara latin di wilayah Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, pendidikan dan pers sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dalam konteks inilah awal mula kebangkitan bangsa Indonesia. Lalu bagaimana sejarah pendidikan modern aksara latin di wilayah Angkola Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Benteng Huraba (5): Pemerintah Hindia Belanda Bentuk Residentie Tapanoeli; Natal, Mandailing, Angkola, Padang Lawas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pasca perang terhadap golongan Padri di pantai barat Sumatra (1838), Pemerintah Hindia Belanda memperluas cabang pemerintahan di luar wilayah Pagaroejoeng yakni di Air Bangis, Rau, Mandailing, Natal dan Angkola. Wilayah-wilayah tersebut tahun 1839 disatukan dengan membentuk satu residentie dengan nama Residentie Air Bangis (ibukota di Air Bangis). Pada tahun 1842 dibentuk residentie Tapanoeli dengan ibu kota di Sibolga yang mana kemudian afdeeling Angkola Mandailing dan afdeeling Natal dipisahkan dari Residentie Air Bangis dan kemudian dimasukkan ke Residentie Tapanoeli.


Keresidenan Tapanuli (Residentie Tapanoeli) atau Tapian Nauli adalah wilayah administrasi keresidenan Hindia Belanda yang beribu kota di Sibolga. Wilayah keresidenan ini pernah meliputi wilayah Tapanuli, yakni daerah pesisir barat Sumatera Utara. Keresidenan Tapanuli terbentuk sejak pemerintah Hindia Belanda melakukan ekspansi ke daerah Sumatra dari tahun 1824 sampai 1934. Keresidenan Tapanuli dibentuk pada tahun 1842. Sebelum itu, wilayah tersebut berada di bawah Keresidenan Ajer Bangis dari tahun 1837 sampai 1841. Pada 1902, Afdeling Trumon, berikutnya tahun 1903, Afdeling Singkil disatukan dengan Keresidenan Aceh. Pada 1905, Keresidenan Tapanuli menjadi keresidenan yang berdiri sendiri di bawah Gubernemen Batavia, karena Gubernemen Pantai Barat Sumatra diturunkan statusnya menjadi keresidenan. Tahun 1938, seluruh keresidenan di pulau Sumatra berada di bawah Gouvernment Sumatra Einland yang beribu kota di Medan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pemerintah Hindia Belanda membentuk pemerintahan di wilayah Tapanoeli? Seperti disebut diatas, residentie Tapanoeli setelah lebih dahulu dibentuk Residentie Air Bangis pasca perang terhadap golongan Padri. Cabang pemerintahan pertama yang terbentuk di Tapanoeli adalah wilayah Natal, Angkola, Mandailing dan Padang Lawas. Lalu bagaimana sejarah Pemerintah Hindia Belanda membentuk pemerintahan di wilayah Tapanoeli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Desember 17, 2024

Sejarah Benteng Huraba (4): VOC Berakhir Terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda; Perang Padri di Minangkabau di Tanah Batak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Era VOC telah berakhir, era dimana pedagang-pedagang sejak 1619 banyak membuat kontrak-kontrak perdagangan dengan para pemimpin local. Dalam situasi kondisi bangkrut, properti utama VOC di wilayah-wilayah koloni adalah benteng (kasteel/fort) dan logement (fabrik/gudang). Kerajaan Belanda mengakuisiasi semua hak dan kewajiban VOC dan kemudian Kerajaan Belanda membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1800. Dalam konteks pembentukam cabang-cabang pemerintahan di berbagai wilayah inilah Pemerintah Hindia Belanda mendapat resistensi di Minangkabau dari golongan agama Padri (golongan yang telah mengentaskan golongan adat di bawah payung Kerajaan Pagaroejoeng).


Perang Padri (juga dikenal sebagai Perang Minangkabau) adalah perang yang terjadi dari tahun 1803 sampai 1837 di Sumatera Barat antara kaum Padri dan Adat. Kaum Padri adalah umat muslim yang ingin menerapkan Syariat Islam di negeri Minangkabau di Sumatera Barat. Sedangkan kaum Adat mencakup para bangsawan dan ketua-ketua adat di sana. Mereka meminta tolong kepada Belanda, yang kemudian ikut campur pada tahun 1821 dan menolong kaum Adat mengalahkan faksi Padri. Perang Padri dianggap dimulai pada tahun 1803, sebelum campur tangan Belanda, dan merupakan konflik yang pecah di negeri Minangkabau ketika kaum Padri mulai memberangus adat istiadat yang mereka anggap sebagai tidak Islami. Namun setelah pendudukan Kerajaan Pagaruyung oleh Tuanku Pasaman, salah satu pemimpin Padri pada tahun 1815, pada tanggal 21 Februari 1821, kaum bangsawan Minangkabau membuat kesepakatan dengan Belanda di Padang untuk melawan mereka memerangi kaum Padri. Pada tahun 1820-an, Belanda belum mengkonsolidasikan kepemilikan mereka di beberapa bagian Hindia Belanda setelah memperolehnya kembali dari Inggris. Hal ini terutama terjadi di pulau Sumatera (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, saat VOC bangkrut wilayah koloninya diakusisi Kerajaan Belanda dengan membentuk pemerintahan (yang dipimpin seorang Gubernur Jenderal). Dalam upaya pembentukan cabang-cabang pemerintaham di pantai barat Sumatra mendapat perlawanan dari kaum Padri. Awalnya perang Padri di Minangkabau dan kemudian meluas hingga ke Tanah Batak. Lalu bagaimana sejarah berakhirnya VOC dan terbentuknya Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, Desember 15, 2024

Sejarah Benteng Huraba (3): Pendudukan di Malaka, Kehadiran Eropa di Hindia Timur; Cheng Ho dan Kerajaan Aru Batak Kingdom


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pengaruh Hindoe-Boedha di nusantara. khususnya Sumatra dan Jawa mulai memudar, seiring dengan pengaruh Islam yang semakin meluas bahkan hingga Maluku menyebabkan situasi dan kondisi di Sumatra dan khususnya Tanah Batak mendapat tantangan baru dengan kehadiran ekspedisi-ekspedisi Tiongkok (pimpinan Laksamana Cheng Ho). Kehadiran Eropa/Portugis di Malaka, di Tanah Batak, akhirnya Kerajaan Aru Batak Kingdom berhadapan dengan Kerajaan Atjeh.


Bulan April 1511, Afonso de Albuquerque dengan pasukan bertolak dari Goa menuju Malaka. Setelah bertempur 40 hari, Malaka jatuh ke tangan Portugis 24 Agustus. Portugis membangun benteng mengungkungi sebuah bukit, menyusuri garis pantai, di tenggara muara sungai. Sultan Malaka Mahmud Syah di pengungsian minta dukungan Demak. Di bawah pimpinan Pati Unus, kerja sama Melayu–Jawa berakhir gagal. Sultan kemudian mendirikan ibu kota baru di pulau Bintan. Pada 1521, Demak membantu Sultan merebut Malaka, namun gagal, bahkan merenggut nyawa Sultan Demak sendiri (kelak dikenang sebagai Pangeran Sabrang Lor). Portugis pada 1526 meluluhlantakkan Bintan. Sultan mundur ke Kampar, Sumatra, tempat beliau wafat dua tahun kemudian. Dua putera Sultan yakni Muzaffar Shah dijemput dan dijadikan raja di utara semenanjung (terbentuk Kerajaan Perak). Putra mahkota Alauddin mendirikan ibu kota baru di selatan (terbentuk Kerajaan Johor). Sultan Johor coba merebut Malaka pada 1550 dengan dukungan Ratu Kalinyamat dari Jepara namun gagal. Pada 1567, Aceh coba mengusir Portugis di Malaka, tetapi gagal (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti disebut di atas pasca ekspedisi Cheng Ho situasi dan kondisi cepat berubah, di satu sisi Kerajaan Malaka jatuh pada saat hadirnya Eropa di Hindia Timur dan di sisi lain di Tanah Batak Kerajaan Aru Batak Kingdom bentrok dengan Kerajaan Atjeh. Lalu bagaimana sejarah pendudukan Malaka, kehadiran Eropa di Hindia Timur? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Desember 12, 2024

Sejarah Benteng Huraba (2): Banua Angkola dan Mandailing Sejak Zaman Kuno; Candi di Simangambat hingga Percandian di Binanga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Pertempuran di Benteng Huraba (1949) pada masa Perang Kemerdekaan dapat dikatakan sebagai akhir masa lampau dan di sisi lain dapat dikatakan sebagai permulaan masa selanjutnya di wilayah Angkola Mandailing hingga ke masa ini. Mengapa? Rentang waktu sebelum pertempuran di Benteng Huraba sejak masa lampau, sejarah bermula di wilayah daerah aliran sungai Batang Angkola dan daerah aliran sungai Batang Gadis. Salah satu bukti sejarah di daerah aliran sungai Batang Angkola adalah keberadaan candi Simangambat.  


Candi Simangambat, Riwayatmu Kini. 12-10-2016. Askolani Nasution. Ketua Pendiri Gerep Institute. Candi Simangambat diyakini sejak abad ke-9 (Hindu-Budha). Kawasan candi di Padang Lawas dibangun abad ke-11. Ada rentang waktu 200 tahun. Candi Simangambat bukti tentang nama Mandailing dalam Negara Kertagama, 1365. Candi juga membuktikan bahwa penduduk sudah ada di kawasan Mandailing yang usianya jauh lebih tua dari klaim tarombo (legenda silsilah) Toba. Arie Sudewo dari Balai Arkeologi menyebut candi Simangambat memiliki konstruksi sama dengan candi Sewu di Jawa Tengah (abad ke-8), kebudayaan di sekitar candi Sewu setara dengan kebudayaan penduduk di Mandailing. Candi Sewu memiliki ratusan candi, di sekitar Candi Simangambat juga terdapat “banyak” candi lainnya yang belum ditemukan, candi “Saba Siabu” dan rangkaian candi tertimbun di sekitar Aek Milas Siabu hingga sepanjang aliran sungai Aek Siancing – Aek Badan – dan Aek Sipuruk di Bonandolok. Konstruksi dan patahan arca “kepala kala”, Candi Simangambat diyakini merupakan pintu gerbang sebelah Barat dari sebuah kerajaan besar. (https://www.mandailingonline.com).

Lantas bagaimana sejarah wilayah Angkola Mandailing sejak zaman kuno? Seperti disebut di atas, setiap wilayah memiliki sejarahnya sendiri-sendiri termasuk sejarah di daerah aliran sungai Batang Angkola dimana benteng Huraba berada. Mari kita mulai dari candi di Simangambat hingga candi di Binanga di Padang Lawas. Lalu bagaimana sejarah wilayah Angkola Mandailing sejak zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, Desember 09, 2024

Sejarah Benteng Huraba (1): Nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan; Benteng Elout - Benteng Republik Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Benteng Huraba di blog ini Klik Disini

Ada benteng di Huraba, Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan. Benteng ini merupakan benteng perjuangan pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia (Perang Kemerdekaan). Meski benteng ini sudah dikenal lama, tetapi pada masa ini tentang keberadaan benteng ini kurang terinformaikan secara komprehensif. Mengapa? Boleh jadi orang Angkola Mandailing kurang mempromosikannya ke publik nasional. Namun seiring perubahan zaman, orang lain ingin mengetahui bagaimana sejarahnya.   


Monumen Benteng Huraba Bukti Sejarah Perjuangan di Tapsel. Antara, Minggu, 5 Mei 2024. Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, Dolly Pasaribu menyebutkan Monumen Juang Benteng Huraba merupakan simbol dan bukti sejarah perjuangan para pejuang di bumi Tapanuli Selatan. Hal itu disampaikan saat menghadiri peringatan Hari Juang Benteng Huraba Ke-75 di Desa Huraba, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan, Minggu. Bupati mengatakan bahwa 75 tahun silam tepatnya 5 Mei 1949 adalah hari berkabung pejuang Mobrig yang sekarang menjadi Brimob dan TNI serta pejuang dan masyarakat lainnya di Tapanuli Selatan: ‘Sebanyak 27 pejuang di bawah kepemimpinan Mayor Mas Kadiran rela berkorban nyawa atau gugur sebagai melati kusuma bangsa saat mengusir penjajah di wilayah itu’. Menurut Bupati, Monumen Benteng Huraba merupakan lambang dari semangat perjuangan, patriotisme, dan pantang menyerah masyarakat bersama Polri: ‘Oleh karena itu, kita jangan melupakan sejarah. Semangat patriotisme atau semangat rela berkorban harus kita warisi dengan meningkatkan rasa cinta kita terhadap tanah air melalui semangat nasionalisme’. (https://www.antaranews.com).

Lantas bagaimana sejarah nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan? Seperti disebut di atas, di Huraba, Pintu Padang terdapat benteng, benteng yang terus diletarikan hingga masa ini. Memahami benteng di Huraba perlu memahami benteng Belanda hingga benteng Republik di Tapanuli (Bagian) Selatan. Lalu bagaimana sejarah nama Huraba di Pintu Padang, Angkola Jae, Tapanuli Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.