Senin, Juni 07, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (35): Tortor, Tarian Zaman Kuno di Angkola Mandailing; Tarian Gondang Persembahan Kepada Para Leluhur

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Tortorhonma! Permintaan ini kerap saya dengan sewaktu masaih kanak-kanak ketika menonton musik gondang ketika ada horja (pesta). Saya baru menyadari bahwa itu bukanlah wujud permintaan tetapi sadar-tidak sadar boleh jadi itu adalah perkataan lisan yang terus diwariskan. Dalam hal ini musik (gondang) mengikuti tari (tortor) atau sebaliknya tortor diringi oleh gondang. Gondang dan tortor bersifat komplemen (harus ada keduanya). Faktanya semua orang dewasa (mampu) manortor tua muda, laki-laki perempuan, mora kahanggi dan anak boru. Hal ini boleh jadi karena pada zaman kuno gondang dan tortor bersifat religi (semua umat dan bukan golongan tertentu). Garis continuum inilah yang diwariskan hinga ini hari dari zaman kuno

Warisan gondang dan tortor masih dapat dilihat atau ditontan pada zaman now ini, seperti di Youtube. Jika diperhatikan nada musik (gondang) dan tarian (tortor) secara umum (sepintas) terkesan bernuansa ritmik dan gerakan yang dikaitkan dengan pemujaan (persembahan) yang nyanyiannya dalam bentuk onang-onang. Tentu saja hal itu sekarang bukan dalam konteks pemujaan tetapi hanya sekadar pertunjukan umum, tetapi secara historis bersumber dari jaman lampau zaman kuno. Gondang tortor dalam suatu horja tampaknya bukan untuk hiburan tetapi sebagai elemen horja secara adat tetapi dapat dirasakan sebagai hiburan yang memgembiarakan. Tentu saja musik gondang zaman kuno dapat digunukan (dimainkan) untuk menghibur (hiburan bersama) terutama untuk acara muda mudi naposo nauli bulung dengan menambah nyanyian dalam bentuk kreasi seperti lagu Sekko-Sekko, lagu Kijom.

Lantas bagaimana sejarah tarian (tortor) penduduk Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, tarian (tortor), musik (gondang) dan nyanyian atau ende (onang-onang) seumur dalam peradaban zaman kuno. Oo, begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tarian Tortor: Religi

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tortor Kreasi: Tortor Naposo Nauli Bulung

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: