Jumat, Januari 30, 2015

KOPI SIKOLA: Suatu Perekonomian Awal dan Permulaan Pendidikan di Tapanuli pada Era Hindia Belanda

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini


'Kopi' adalah kopi dan 'sikola' adalah sekolah. Kopi sikola adalah awal peradaban modern di Tapanuli pada era Hindia Belanda. Sebagaimana ekonomi tebu di Jawa, di Tapanuli instrumen yang dipakai pemerintah Belanda adalah kopi. Namun introduksi kopi tahun 1841 dan sistem budidaya kopi (koffij cultuur-stelsel) ini di Tapanoeli awalnya tidak mudah, ada penentangan dari penduduk, karena sebagian penduduk lambat-laun menyadari skema partrnership yang disepakati telah bergeser menjadi eksploitasi, akibatnya perlawanan timbul di beberapa tempat bahkan berdarah-darah.

Gudang kopi di Mandailing
Penduduk yang berada di Mandheling en Ankola (Mandailing dan Angkola) banyak yang eksodus ke semenanjung Malaya. Peristiwa ini dirasakan dan direkam dengan sempurna oleh Eduard Douwes Dekker yang saat itu sebagai controleur (setingkat camat) di Natal. Dekker kerap menjadi tempat ‘curhat’ penduduk local. Akibat perbuatan Dekker yang masih muda dan cerdas ini dianggap menyimpang lalu dicopot dari jabatannya. Misteri Dekker (yang kemudian dikenal sebagai Multatuli) baru setelah sekian puluh tahun diketahui sebab musabab Eduard Douwes Dekker dipecat lalu dilokalisir (dibuang) dan ditelantarkan tetapi terus diawasi di Padang selama setahun. Di sinilah kisah permulaan jalan hidup Multatuli.

Pemerintah kolonial Belanda di Batavia ‘ngotot’ harus menerapkan budidaya kopi di tanah Mandailing dan Ankola, karena informasi yang diperoleh dari ekspedisi Franz Wilhelm Junghuhn, tanah di Mandheling en Ankola khususnya di Pakantan (Mandheling) dan di Sipirok (Ankola) adalah jenis tanah yang unik dan sesuai untuk tanaman kopi (lihat Junghuhn, 1847 'Die Battaländer auf Sumatra' / Tanah Batak di Sumatra). Kopi yang tumbuh di tanah-tanah pegunungan Mendheling en Ankola itu dianggap paling sesuai dengan kopi yang diinginkan konsumen Eropa Barat dan Amerika Utara. Terbukti pada akhirnya, kopi yang berasal dari Mandheling en Ankola menjadi kopi terbaik dunia dan harga tertinggi di pasar internasional. Hingga kini nama kopi Mandheling en Ankola di Tapanoeli menjadi nama generic untuk kopi terbaik dunia.

Selasa, Januari 27, 2015

Andaliman, Rempah Masakan Khas Batak Sudah Dikenal di Angkola Sejak Tempo Doeloe, 1772

*Semua artikel Sumatera Tenggara di Asia Tenggara dalam blog ini Klik Disini
 
*Mesiu juga sudah dikenal sejak dulu di Tanah Batak (diolah dari belerang)

Andaliman (Miller, 1772)

Andaliman atau sinyarnyar (Zanthoxylum acanthopodium DC) semacam rempah masakan sudah dikenal di Angkola, Tapanuli Selatan sejak doeloe. Yang mengabarkan penemuan ini pertama kali adalah seorang ahli botani Inggris yang tengah melakukan ekspedisi tanaman cassia (kulit manis) ke pedalaman Tanah Batak di Angkola tahun 1772. Ahli botani tersebut bernama Charles Miller. Besar kemungkinan Miller adalah orang Eropa pertama memasuki Tanah Batak. Penemuan ini diungkapkan oleh William Marsden dalam bukunya History of Sumatra (1811) berdasarkan ekstrak surat-surat pribadi Miller.  Kisahnya adalah sebagai berikut (diringkas dari Marsden):

21 Juni, 1772. Kami berangkat dari Pulau Punchong (kini Poncang) dengan kapal lalu memasuki muara sungai Pinang Suri. Keesokan paginya kami naik sampan sekitar enam jam, tiba di muara Lumut. Sepanjang kiri kanan sungai  dipenuhi pohon-pohon kamper, oak, meranti dan lainnya, tidak lama kemudian terdapat kampong Batak terletak di puncak bukit kecil. Berdasarkan pemandu kami orang Melayu, Radja dari kampong ini mengundang kami ke rumahnya. Lalu kami diterima dengan upacara besar dan memberi hormat dengan tembakan ke udara dari tiga puluh senjata, Kampung ini terdiri dari delapan atau sepuluh rumah yang masing-masing rumah memiliki padi. Kampung mereka dibentengi dengan kayu kamper dan juga bamboo duri. Juga tampak kandang kerbau.

Jumat, Januari 16, 2015

Bag-15. Sejarah Padang Sidempuan: ‘Tradisi Menulis di Tanah Batak Sudah Ada Sejak Doeloe, Sejarah Buku (Perbukuan) di Indonesia Bermula di Mandheling en Ankola’



Sejarah Padang Sidempoean tempo doeloe selama ini tidak banyak diketahui. Namun sesungguhnya di kota kecil itu terdapat banyak hal yang perlu diungkapkan. Semakin digali lebih dalam, semakin bagus hasilnya. Namun dalam hal ini, kita tidak dalam proses membuka ‘kotak hitam’ yang hilang dari pesawat yang meledak di udara. Kita juga tidak tengah membuka ‘kotak pandora’ seperti dalam mitologi Yunani yang mana gadis cantik bernama Pandora coba membuka hadiah yang diterimanya. Akan tetapi yang kini tengah kita buka adalah suatu satelit kecil (keliling 84 Km) yang mengitari bulan yang diselimuti oleh debu halus dari bahan es yang diberi nama Pandora. Teknologi modern pada masa kini coba mengidentifikasi dan mengekplorasi kota(k) kecil itu siapa tahu isinya sangat menjanjikan buat manusia (Indonesia) di masa depan.

Nona Pandora
Kota kecil Padang Sidempoean di masa doeloe bagaikan satelit kecil yang mengitari bulan (Padang dan Medan) yang juga mengitari matahari (Batavia). Meski kota(k) kecil dari satelit kota(k) besar, namun keindahan cahaya yang ditimbulkan darinya diantara satelit-satelit lain bagaikan kedipan mata seorang gadis cantik--bernama Pandora--yang sangat mempesona. Kini kita coba pahami lagi lebih lanjut (si)apa itu kota(k) kecil bernama Padang Sidempoean yang letaknya di 'andora' lembah Padang Sidempuan. Kalau kita tidak menemukan lagi air kehidupan di kota (kecil) yang berada di antara dua gunung Loeboek Radja dan Siboealboeali itu, setidaknya dapat memberi pengetahuan bagi kita bahwa di kota kecil Padang Sidempoen dulunya terdapat sumber kearifan yang spektakuler yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi masa kini dan generasi yang akan datang. Mari kita lacak!

Penduduk Tanah Batak memiliki tradisi membaca, menulis dan berhitung sejak jaman doeloe

Marsden dalam bukunya (The History of Sumatra, 1811) menyebut penduduk Batak mewakili orisinilitas dari penduduk pulau Sumatra. Marsden sangat kaget, karena penduduk yang berada di dataran tinggi Tapanoeli yang kaya dengan produk perdagangan dunia seperti emas, dammar, kapur barus, kemenyan, kulit manis ini sudah memiliki system social yang teratur, mampu menciptakan mesiu, muziek, seni tari dan arsitektur tersendiri, serta sastra dan tulisan (aksara) sendiri. Yang paling mengangetkannya penduduk ini memiliki kejeniusan berperilaku serta penduduknya lebih dari separuh mampu membaca dan menulis dalam aksara Batak yang melampaui kemampuan baca tulis Latin dari semua bangsa-bangsa Eropa. Mereka menulis di bagian halus dari kulit pohon khusus dan menggunakan tinta yang terbuat dari jelaga dammar yang dicampur dengan ekstrak air tebu. Kekayaan alam menjadi sumber 'keppeng' (mata uang kuno Spanyol, kini 'hepeng') dalam kehidupan, dan dammar menjadi pemicu pengembangan perilaku kehidupan lewat tulisan.   

Minggu, Januari 11, 2015

Bag-14. Sejarah Padang Sidempuan: ‘Charles Adrian van Ophuijsen dan Asal Usul Tata Bahasa Indonesia Bermula di Padang Sidempoean’



Judul ini sekilas mengagetkan—ada benarnya, juga tidak ada salahnya. Apa hubungannya pembentukan Bahasa Indonesia (bahasa nasional) dengan kota kecil Padang Sidempoean yang penduduknya seluruhnya berbahasa Batak dialek Angkola (bahasa daerah). Apa pula hebatnya kota kecil Padang Sidempoean dibanding dengan kota besar Batavia. Bagaimana duduk perkaranya? Mari kita lacak! [Sebagai info awal: C.A. van Ophuijsen adalah orang Belanda kedua yang fasih berbahasa Batak dan van Ophuijsen (mulai) belajar bahasa Melayu pertama kali di Mandailing].

***
Seorang anak Sumatra, yang lahir pada malam tahun baru 1854 bernama lengkap Charles Adrian van Ophuijsen yang menjadi pangkal perkara. Charles adalah seorang anak pejabat tinggi Belanda. Ayahnya J.A.W. van Ophuijsen memulai karir dari bawah sebagai Controleur di Natal (Tapanoeli), kemudian menjadi asisten Residen di Solok dan Residen di Palembang. Ayah Ophuijsen telah menghabiskan hampir seluruh karirnya di Soematra. Charles sendiri lahir di Solok.

***
Charles sejak berumur delapan tahun telah meninggalkan rumah orangtuanya di Palembang, pindah sekolah ke negeri Belanda. Charles masuk sekolah dasar berasrama (kostschool) van den Heer Van der Kamp di Hees dekat Nijmegen. Pada umur 11 tahun diterima di sekolah tinggi Hoogere Burgerschool di Nijmegen. Di sekolah ini ada guru fisika terkenal P. Van der Burg. Lalu pada kelas keempat dilanjutkan di Nijmeegsche gymnasium untuk belajar de rechten of in de letteren namun tidak tuntas. Hal ini karena Charles diminta Negara untuk mengikuti pelatihan kedokteran untuk ditugaskan di Nederlansch Indie. Sebelum mengiuti ujian akhir, Charles selama tiga tahun (September 1872 sampai Desember 1875) melakukan penelitian ‘médecin malgré lui’.

***
Setelah 14 tahun, Charles kembali ke Nederlansche Indie. Namun Charles tidak menjadi dokter (seperti alumni Dokter Djawa School) melainkan mendaftar dan lulus menjadi PNS di tempat kelahirannya, Sumatra. Pada November 1876 Charles ditempatkan sebagai pegawai rendah di kantor Gubernur Sumatra’s Westkust. Sebulan kemudian Charles diangkat sebagai panitera di kantor Controleur di Panjaboengan, Afdeeling Mandheling en Ankola. Di tempat baru ini Charles juga merangkap sebagai postkommies, juru sita dan petugas catatan sipil.

ULTAH ke-4 Blog Tapanuli Selatan Dalam Angka: Rata-Rata 52 Artikel Per Tahun dan Tingkat Penayangan 15.000 per Bulan



Blog ini diperkenalkan (launching) pada tanggal 11 Januari 2011 (11-1-11). Ini berarti bulan Januari 2015 adalah ulang tahun yang keempat (Ultah-IV) blog ‘Tapanuli Selatan Dalam Angka’. Pada Ultah-IV ini, jumlah artikel sudah diupload sebanyak 208 artikel. Secara kebetulan, 208 artikel dibagi empat tahun maka rata-rata setiap tahun sebanyak 52 artikel atau satu buah artikel per minggu.

Grafik jumlah penayangan per bulan
Pada saat ini jumlah penayangan artikel hampir mencapai 400.000 Pageview. Jika dibandingkan dengan jumlah penayangan pada Ultah-I yang hanya baru mencapai 26.000 penayangan, maka laju pertambahan penayangan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pada akhir-akhir ini jumlah penayangan per bulan sekitar 15.000 penayangan. Namun tingkat pencapaian ini belum seberapa jika dibandingkan dengan blog-blog yang lain. Untuk memenuhi keinginan pembaca yang sejak awal terus mengikuti akan diupayakan terus penerbitan artikel-artikel baru.

Pembaca yang saya hormati, semoga isi blog ini diinterpretasi sebagai sisi yang lain dari keseharian saya. Dengan segala hormat kepada pembaca khususnya mahasiswa sarjana dan pasca sarjana utamanya yang mengambil bidang sejarah yang selama ini menulis pada 'komentar atau langsung mengirim email tidak saya follow up (didiamkan saja) karena ada yang ingin meminta pendapat atau bahkan beberapa diantaranya minta dipilihkan topik/tema untuk proposol skripsi atau tesis. Terus terang saya bingung untuk itu dan saya diamkan saja, karena saya bukan sejarahwan. Saya adalah ekonom yang tengah mempelajari sejarah Tapanuli Selatan (baca: Tapanuli Bagian Selatan) seperti anda untuk keperluan memahami perilaku ekonomi Tapanuli (bagian) Selatan. Artikel-artikel yang berbau sejarah dalam blog ini hanyalah semacam by product (hasil sampingan) dari tujuan utama dari topik yang tengah saya pelajari (riset). Singkat kata: kita sama-sama belajar sejarah. Sesama pelajar tidak boleh saling mendahului bukan? Hanya caring dan sharing. Disamping itu, komen yang berisi sekadarnya saja (apalagi disertai link promosi komersil) saya juga abaikan, kecuali yang memberi komen terkait konten. Ini semua hanya semata-mata karena keterbatasan waktu dan juga menghindari agar pembaca tetap fokus mencari konten daripada melihat remeh temeh pada laman komentar. Sebab media ini lebih pada media pembelajaran buat saya dan juga media pembelajaran buat kita bersama khususnya yang berasal dari Tapanuli/Selatan.

Oleh karena 'ngeblog' sifatnya sparetime dan sambil lalu (kalau ada waktu) banyak artikel yang tidak digarap serius karena keterbatasan waktu. Penulisan artikel blog umumnya dilakukan saat menonton bola tengah malam (baca: saya tidak bentul-betul menonton bola tetapi cukup mendengar analisis di awal dan di akhir dan menunggu kapan gol terjadi) dan di akhir pekan jika tidak ada acara keluarga. Bahan-bahan yang digunakan hanya semata-mata mengandalkan teknologi internet: mesin pencari dan translator (termasuk sound). Sistem perpustakaan masa kini di situs-situs Belanda yang bersifat digital memudahkan saya untuk mengakses sumber (koran, buku, image dan lainnya) tanpa pernah berkunjung ke perpustakaan dan sifat datanya yang electronic file memungkinkan proses kompilasi dapat dilakukan dengan sangat cepat (secara statistik-time series). Teknologi masa kini membantu kita lebih cepat, efisien dan efektif untuk memahami secara akurat dan lengkap masa doeloe untuk dimanfaatkan pada kebutuhan masa kini.

Berikut disajikan statistik jumlah penayangan (pageview) dari semua artikel hingga tanggal 11-1-2015. Silahkan cari judul artikel jika anda ingin membaca segera artikel yang diinginkan di dalam 'kategori'. Selamat mengikuti.