Selasa, Agustus 23, 2016

Sejarah Kota Medan (35):Mr. Abdul Abbas Siregar, Anak Medan; Residen Pertama Lampung (1945) dan Presiden Republik Indonesia Tapanuli (1949)



Hanya beberapa daerah yang tersisa di Indonesia yang masih republik (pro kemerdekaan RI), yakni: Jokjakarta, Lampung, Tapanuli dan Aceh. Selebihnya tak peduli lagi dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.

Pemimpin dari wilayah-wilayah yang kontra kemerdekaan RI tersebut telah membentuk BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg) pada tahun 1948. Di Tapanuli, Republik Indonesia sempat melemah akibat adanya revolusi social (dari perusuh). Namun Mr. Abbas Siregar mampu menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Tapanuli.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-09-1948
Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-09-1948: ‘Revolusi Sosial di Tapanoeli. Di Republik Tapanoeli hari ini terjadi revolusi sosial. Pada tanggal 10 September pemberontak melawan tentara republic (TNI) dan pejabat administrasi republik. Terjadi pertempuran di Padang Sidempuan, yang mana Komandan TNI Padang Sidempoean, Kapten Koima Hasiboean dibunuh. Selain itu, sejumlah pemimpin Republik (Indonesia) terkemuka, termasuk Mr. Abbas Siregar, Mayor M. Panggabean, Maj. R. Sahian, Maj. AH Siagian dan Mr. Amir Hoesin Siagian telah ditangkap oleh para pemberontak. Mantan Gubernur Militer Tapanoeli, Dr. Gindo Siregar, dan Lt. Kol. P. Sitompoel, komandan pasukan Republik (Indonesia) di wilayah ini berhasil bersembunyi. Di Sibolga, Mr. H. Silitonga, Dr. Loehoet Loembantobing, Elam Artitonang dan M. Pangariboean ditangkap oleh pemberontak.Ini disebut revolusi social kedua yang berlangsung di Tapanoeli. Dilaporkan bahwa pemimpin pemberontakan adalah Pajoeng Bangoen, Komandan Sepuluh Polisie (polisi militer) di Tapanoeli’.

Kedaulatan Republik Indonesia di Tapanuli tetap terjaga. Semua infiltrasi dapat dicegah. Republik Indonesia adalah harga mati. Tidak ada tawar menawar. Tokoh utama dalam mempertahankan Republik Indonesia di Tapanoeli adalah Mr. Abdul Abbas Siregar.

Abbas pidato di pertemuan Republik dan BFO di Batavia (1949)
Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 22-03-1949: ‘Status Tapanoeli. "Komite Status Seluruh Tapanoeli" berkumpul dalam pertemuan di Sibolga untuk menyetujui status sementara dari Independen Tapanoeli selama masa transisi sebelum pembentukan negara RIS. Sebuah resolusi yang ditandatangani oleh Presiden Mr. A. Abbas dan Sekretaris FL Tobing, diadopsi yang mengatakan bahwa independen Tapanoeli harus dipertimbangkan sebagai Daerah Istimewa dengan pemerintah sendiri, yang mana daerah sementara akan langsung di bawah pemerintah RIS atau pemerintah sebelumnya. Selain itu, keinginan diungkapkan untuk mengambil bagian di semua diskusi tentang pembentukan RIS. Kata "panitia Status seluruh Tapanoeli" dibentuk dengan penggabungan dari komite Status Tapanoeli Sibolga, Utara dan Selatan Tapanoeli (Padang Sidempoean)’.

Republik Indonesia Serikat (RIS) adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal 27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS. Sebanyak 15 adalah gabungan Negara Bagian dan Negara Otonom (lihat table di atas). Satu lagi adalah perwakilan dari Negara Republik Indonesia (gabungan Atjeh, Tapanoeli, Djogjakarta dan Lampung). Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus 1950. Ini adalah kemenangan bagi Republik Indonesia dalam mempertahankan Negara Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI). Itulah komitmen dari penduduk Tapanoeli.

Mr. Abdul Abbas Siregar: Anak Medan

Mr. Abdul Abbas Siregar, bukan anak Padang Sidempuan tetapi anak Medan sejati. Lahir dan meninggal di Medan, tetapi berjuang sepenuh hati di luar Medan. Mr. Abdul Abbas Siregar lahir di Diski, Medan 1906). Setelah tamat sekolah menengah atas Abdul Abbas Siregar berangkat studi ke Batavia. Masuk kuliah di rechtshoogeschool (sekolah tinggi hukum). Sekampus dengan Amir Sjarifoedin.

De Sumatra post, 20-05-1926
Ini juga yang dilakukan oleh Mr. Amir Sjarifoedin Harahap (lahir di Medan 1907), anak Medan yang berjuang di luar Medan (Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI). Sebaliknya, Abdul Hakim Harahap (lahir di Sarolangun 1905), anak Sarolangun, Jambi justru berjuang di Medan. Abdul Hakim Harahap adalah anggota dewan (gementeeraad) Kota Medan selama tujuh tahun (1930-1937) dan Gubernur Sumatera Utara yang keempat (1951-1954). Anak-anak Medan, pulang kampong ke Medan De Sumatra post, 20-05-1926

Setelah lulus kuliah, Abdul Abbas Siregar tidak pulang kampong ke Medan lagi (meski selama kuliah tiap tahun pulang ke Medan). Abdul Abbas Siregar memilih berprofesi sebagai  pengacara dan berkiprah di Tandjoeng Karang (Lampong).

Pada tahun 1938, seorang anak Lampung (kelahiran Sibolga) bernama Gele Harun Nasution baru pulang studi sekolah hukum di Leiden. Gele Harun Nasution membuka kantor pengacara di Tanjung Karang. Mr. Abdul Abbas Siregar dan Mr. Gelen Harun Nasution adalah dua pengacara pemberani di Lampung. Lampong menjadi daerah setengah republik. Yang bernar-benar sepenuhnya republik hanya tinggal empat wilayah: Tapanoeli, Aceh dan Jogjakarta (ibukota RI) dan Sumatra Barat. Sementara itu di Sumatra Tengah, Residen Pertama yang ditunjuk adalah Mr. Masdoelhak Nasution, PhD, alumni Leiden yang pulang ke tanah air pada awal pendudukan Jepang. Kemudian Masdoelhak dipindahkan ke Jogjakarta (ibukota RI) sebagai penasehat hokum Soekarno dan Hatta. Masdoelhak meraih gelar PhD dengan predikat Cum Laude.

Selama pendudukan Jepang tidak terdeteksi kabar berita Mr. Abdul Abbas Siregar. Baru pada saat jelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Mr. Abdul Abbas Siregar diketahui berada di Jakarta..
Mr. Abdul Abbas Siregar adalah salah satu dari 27 anggota dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia  (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Panitia semacam MPR ini dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI menggantikan panitia sebelumnya yang disebut Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 sebagai pantia dalam upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia yang mana Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 yang beranggotakan sebanyak 62 orang. Salah satu anggotanya adalah Parada Harahap. Dengan demikian Mr. Abdul Abbas Siregar telah menggantikan posisi Parada Harahap. Kedua tokoh ini berasal dari kampong yang sama: Padang Sidempuan. Hanya mereka berdua tampaknya yang berasal dari Sumatera Utara.
Setelah proklamasi, pemerintah RI yang baru menunjuk Mr. Abdul Abbas Siregar sebagai Residen Lampung (Residen Pertama). Mr. Abdul Abbas Siregar adalah orang yang diutus dari Jakarta untuk mengabarkan bahwa Indonesia telah merdeka. Sebagai Residen Lampong yang diangkat oleh pemerintah RI di pusat (Djakarta), Mr. Abdul Abbas tugas pertamanya adalah membentuk Komite Nasional di Daerah Lampung.

Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan Belanda datang kembali dan mulai melakukan langkah agresi militer. Mr. Abdul Abbas Siregar yang Repuliken ditekan oleh suatu kelompok yang tidak jelas. Mr. Abdul Abbas Siregar dikudeta dan tidak melepaskan jabatannya tetapi kembali ke pusat di Djogjakarta (ibukota RI pindah dari Jakarta ke Djokjakarta) pada tanggal 9 September 1946. Hingga tahun 1947 Mr. Abdul Abbas masih Residen Lampoeng secara definitif, sebab pengangkatannya ditandatangani Presiden Soekarno bukan oleh kelompok tertentu di Lampong. .

Ketika di Medan (di kampong halamannya) sudah dikuasai Belanda dan para republiken sudah mengungsi ke Pematang Siantar, pemerintah pusat di Jogjakarta mengutus Mr. Abdul Abbas Siregar sebagai pejabat Residen Sumatra Timur di Pematang Siantar (pengungsian). Kemudian, eskalasi perang semakin meningkat, ketika Belanda merangsek ke luar Medan dan memasuki Pematang Siantar (dan kemudian Tapanoeli). Dalam angresi militer pertama (1947) Kolonel Mr. Abdul Abbas sebagai Residen Sumatra Timur ditangkap militer Belanda dan ditahan ke Sawahlunto. Status pimpinan di Sumatra Utara (yang secara defacto meliputi seluruh Tapanoeli) diubah menjadi status perang dengan mengangkat Gubernur Militer (yang ditunjuk Dr. Gindo Siregar). Jelang agresi militer kedua Kolonel Mr. Abdul Abbas dilepaskan dan berangkat ke Padang Sidempoean.

Situasi semakin tidak terkendali, TNI yang berperang dan kewalahan dengan militer Belanda, arus pengungsi dari Medan dan Sumatra Timur terus meningkat. Satu-satunya wilayah yang masih aman adalah Tapanuli Selatan (ibukota Padang Sidempuan). Meski aman tetapi tidak nyaman, selain pengungsi yang semakin banyak juga semua pasukan republic sudah menumpuk di Tapanuli Selatan. Saat itulah yang muncul ketegangan di antara penduduk asli dengan para pendatang yang mengungsi. Banyak yang tidak bisa mengendalikan diri lalu melakukan pemberontakan pada tanggal 10 September 1948 yang dipimpin Pajoeng Bangoen. Komandan TNI Padang Sidempuan, Kapten Koima Hasibuan tewas. Lalu kemudian petinggi Republic dan petinggi TNI di Padang Sidempuan ditangkap termasuk Kolonel Mr, Abdul Abbas Siregar dan Majoor Maraden Panggabean serta Majoor Jenderal Dr. Gindo Siregar. Situasi dan kondisi itulah yang dikenal sebagai revolusi social di Tapanuli (seperti sebelumnya terjadi revolusi social di Sumatra Timur). Namun secepatnya terkendali setelah wakil presiden M. Hatta datang ke Tapanoeli. Panglima Siliwangi Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengirim (baca: mutasi) dua perwira terbaiknya ke Tapanuli Selatan, yakni Letkol Kawilarang dan Mayor Ibrahim Adjie. Tapanuli Selatan adalah kampung halaman Abdul Haris Nasution.

Setelah genjatan senjata (proses KMB di Den Haag) dan kemudian Belanda mengakuai kedaulatan RI, Mr. Abdul Abbas Siregar ditunjuk sebagai pejabat Kejaksaan Agung di Medan tahun 1950. Setelah pembentukan (kembali) NKRI Mr. Abdul Abbas Siregar beristirahat dan lebih memilih kembali ke profesinya yang lama sebagai pengacara.
***
Mr. Abdul Abbas Siregar (foto 1949)
Mr. Abdul Abbas Siregar, tidak berumur panjang. Mr. Abdul Abbas Siregar meninggal tahun 1954 dalam usia 48 tahun (Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-07-1954).Mr. Abdul Abbas Siregar dimakamkan di pekuburan Kaju Besar di Jalan Thamrin Medan. Saat penghormatan terakhir hadir Gubernur Sumatra Utara Mr. SM. Amin Nasution, Kolonel M. Simbolon, Residen Sumatra Timur Binanga Siregar, Walikota AM Djalaluddin dan banyak tokoh-tokoh lainnya. Dr. Gindo Siregar atas nama keluarga berpidato dengan baik dan hikmat.

Istrinya yang sangat setia sangat kehilangan dengan meninggalnya Mr. Abdul Abbas Siregar. Istri almarhum Mr. Abdul Abbas Siregar yang telah dikenalnya sejak mahasiswa itu tidak bisa menahan tangis. Istri Mr. Abdul Abbas Siregar lebih dikenal sebagai Prof. Mr. Mrs. A. Abas Manoppo (dekan fakultas di awal pendirian USU).


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe

4 komentar:

A. D. Abas mengatakan...

Perasaan opa dan keluargaku bukan Siregar, tapi Hutasuhut.

Akhir Matua Harahap mengatakan...

Boleh jadi reporter surat kabar Het Nb voor Sumatra (1948) salah mengutip nama (marga) Mr. Abdul Abbas.

Unknown mengatakan...

Benar kata A.D Abas, bahwa Mr. Abbas adalah marga Hutasuhut, beliau adalah anak dari Sutan mahadat hutasuhut. Rumah keluarganya di hutasuhut pas di pinggir jalan lintas Sumatera sempat menjadi kantor kejaksaan sipirok. Kini rumah itu sudah kurang terurus.

Akhir Matua Harahap mengatakan...

Okelah itu satu hal. Saya berharap ada sukarelawan yang menulis Sejarah Mr Abdul Abbas secara lengkap.Sayang tokoh sekaliber ini belum ada yang menulisnya. Gagasannya dapat dimulai dari artikel-artikel yang relevan dalam blog ini maupun pada blog Poestaha Depok. Saya dapat mendukung dengan menyerahkan data yang saya miliki. Bagi sukarelawan, terutama yang muda-mudalah, yang dapat melakukan penggalian data di Tapanuli Selatan dan Medan, apakah dengan para kerabatnya atau nara sumber lainnya yang relevan. Hal serupa ini sudah banyak yang saya dukung di berbagai kota. Selamat belajar sejarah dan selamat mencoba.