Sejarah Kota Natal pada awalnya adalah
bagian dari sejarah pelabuhan-pelabuhan pantai barat Sumatra. Pada tahun 1825 pelabuhan Natal menjadi wilayah penguasaan
Belanda (berdasarkan Traktak London, 17 Maret
1824).
Peta kuno, 1619 (peta Portugis) |
Kehadiran
Portugis menghilang di sekitar Sumatra oleh Belanda (Malaka direbut). Hanya
tersisa Inggris dan Belanda, setelah Inggris menggusur kehadiran Perancis.
Perseteruan Inggris-Belanda di Eropa berimbas pada pengusaan wilayah di
Nusantara (termasuk di Sumatra). Inggris menggantikan Belanda. Lalu kemudian
berdasarkan Traktat London terjadi ‘tukar guling’ Bengkulu dan Malaka.
Leydse courant, 26-06-1761 |
Pada tanggal 12 Mei 1829 Belanda
mengambil alih Kota Padang dari Inggris. Residentie Sumatra’s Westkust dibentuk
dari Pariaman hingga Indrapoera (menjadi Padaugsche bovenlanden). Kemudian
wilayah Belanda di perluas di pantai dari Singkil hingga Ujung Masang dan di
pedalaman Mandheling en Rao. Pada tahun 1830 di Natal dan Tapanoeli ditempatkan
seorang posthouder. Di Natal posthouder bernama A.H Intveld.
Kekuasaan
Baros hingga ke Natal. Baros pada tahun 1668 terdapat post VOC. Pada tahun
1755-1760 diambil alih oleh Inggris.
Penduduk di Kota Natal sendiri adalah penduduk
melting pot. Mereka adalah pendatang yang umumnya berdagang. Menurut
Tijdschrift voor
Neerland's Indië jrg 2, 1839, di Natal terdapat enam suku:
1. Soekoe Menangkabauw.
Menangkabausche stam.
2. Soekoe Barat, Westelijke stam.
3. Soekoe Padang, stam van Padang.
4. Soekoe Bandar Sepoeloe, stam uit
de plaatsen gelegen tusschen Padang en Benkoelen.
5. Soekoe Atje, stam van Atjin.
6. Soekoe Rauw, stam van Rauw.
Setiap suku dikepalai oleh seorang Datu dan para
Datu dipimpin oleh seorang Radja yang disebut Toeankoe Besar. Lanskap Natal juga meliputi hulu Kota Natal terdapat
Linggabayu, di sebelah utara, di sebelah selatan Batahan dan Air Bangis (lihat Tijdschrift
voor Neerland's Indië jrg 2, 1839). Di
Linggabayu terdapat Radja (dan panglima) yang mana penduduknya Mandailing 3.000
jiwa. Di Batahan terdapat penduduk
Mandailing sebanyak 2.500 jiwa yang dikepalai oleh seorang Radja. Wilayah
Batahan termasuk pulau Tamang. Di selatan Batahan terdapat Air Bangis yang
dikepalai oleh seorang Radja (dan Panghoeloe).
Di pedalaman (Batak) penduduk Mandailing dan Angkola
tengah berperang melawan pasukan Padri dari Bonjol. Kaum Padri adalah salah
satu sekte yang mengusung pemurnian agama (dengan kekerasan). Di Minangkabau,
Padri memerangi kaum adat (kerajaaan). Di Tanah Batak, Padri melakukan
eksploitasi dengan dalih pemurnian agama. Para pemimpin Batak
(Mandailing/Angkola) meminta bantuan pihak Belanda (untuk mengamankan Tanah
Batak).
Pada
tahun 1832 di Natal dimulai pemerintahan semi-militer dengan jabatan
Civiel-Militaire Kommandant berpangkat letnan satu (dibantu dua pejabat sipil).
Ini dimaksudkan untuk menjalankan pemerintahan sipil di Natal yang sudah
kondusif dan ikut mendukung penyerangan militer di pusat Padri di Bonjol. Hal
yang sama juga di Air Bangis, yang sebelumnya bersatus Civiel Kommandat diubah
menjadi Civiel-Militaire Kommandant (pangkat sipil, bukan militer). Pada tahun
1833 Natal, Tapanoeli dan Air Bangis disatukan menjadi satu afdeeling yang
diberi nama Noordelijke Afdeeling dengan ibukota Natal.
Pada tahun
1933 terjadi pergerakan militer dari Natal (juga dari Air Bangis) untuk
mendukung perang total Belanda terhadap kaum Padri yang berpusat di Bonjol. Tahun
1934 di Panjaboengan dibangun benteng (yang kemudian disebut Benteng Elout). Para
hulubalang Mandailing dan Angkola ikut berpartisipasi.
Pada
tahun 1836 arsitektur pemerintah Noordelijke Afdeeling mengalami perubahan.
Statusnya ditingkatkan menjadi Asisten Residen (JA Moser). Status semi militer
di Natal dikembalikan menjadi status sipil, sementara jabatan asisten
ditempatkan di Mandailing (F. Bonet, pensiunan militer yang sebelumnya menjadi
posthouder di Tapanoeli) dan di Rao (W. Ivats). Dengan demikian Noordelijke
Afdeeling meliputi Natal, Tapanoeli, Air Bangis, dan Rao. Di Air Bangis,
Komandan digantikan oleh militer aktif berpangkat letnan dua.
Pada tahun
1837 perlawanan Padri berhasil dilumpuhkan, tetapi di Mandailing dan Ankola
kaum Padri dibawah Toekoe Tambusai masih melakukan tekanan terhadap penduduk.
Pada tahun 1838 dibangun benteng Pijorkoling sebagai salah satu basis untuk
melunpuhkan pengikut Tambusai di Pertibie (kemudian berubah nama menjadi Padang
Lawas). Perlawanan Tambusai berakhir tahun 1838.
Atas
dasar ini wilayah yang berada di sebelah utara Sumatra’s Westkust dibentuk satu
afdeeling (Noordelijke afdeeling). Pada tahun 1838 terjadi perubahan drastic. Noordelijke
afdeeling dipimpin oleh seorang Resident (yang berkedudukan di Air Bangis)
dimana di Natal tetap berstatus asisten residen.
Pada tahun 1839 para pemimpin Batak (Mandailing/Angkola) menyepakati sejumlah keputusan dengan pejabat-pejabat Belanda. Salah satu kesepakatan adalah menerapkan koffiecultuur (1840). Mandailing terdiri dari 38 kampong yang dikepalai oleh para Radja dan Panghoeloe yang secara keseluruhan punduduknya berjumlah 40.000 jiwa. Loeboe 10.000 jiwa. Angkola 10.000 jiwa. Pertibie 8.000 jiwa.
Pada tahun 1840 di satu sisi Natal
diturunkan statusnya dari Asisten Residen menjadi Controleur. Sementara di sisi
lain dibentuk afdeeling Mandailing en Angkola yang dipimpin oleh seorang
Asisten Residen berkedudukan di Panjaboengan. Selama masa perang, F. Bonet yang
bertugas selama tiga tahun (1836-1839) berkedudukan di Kotanopan. Ini berarti
dimulai pemerintahan sipil di Mandailing (dan Angkola). Struktur pemerintah
menjadi Residentie Air Bangis dimana residen berkedudukan di Air Bangis. Dengan
penambahan cakupan wilayah ke Baros, maka Residentie Air Bangis terdiri dari: afdeeling
Air Bangis, afd. Natal, afd. Mandailing en Angkola, afd, Tapanoeli dan afd.
Baros. Hal lain di afd. Tapanoeli tetap hanya diisi oleh seorang posthouder, sementara di afd. Baros langsung diisi
oleh pejabat sipil. Afdeeling Rao yang sebelumnya masuk Residentie Airbangis
dipisahkan dan dimasukkan ke Residentie Padangsch Bovenlanden (ibukota Fort de
Kock).
Pada tahun 1842 afd, Tapanoeli dan
afd. Baros dipisahkan dari Residentie Air Bangis dan besama-sama dengan
afdeeling baru (Pertibie, Singkel dan Nias) dibentuk residentie yang baru yakni
Residentie Bataklanden (yang terdiri dari dua afdeeling: Tapanoeli dan
Pertibie). Meski disebut Residentie pejabat tertinggi belum setingkat resident.
Pejabat Residentie Bataklanden dan asisten residen afd. Tapanoeli sama-sama berkedudukan
di Sibolga. Di afd. Pertibie pejabat tertinggi belum setingkat asisten residen.
Pejabat asisten residen berkedudukan di Biela. Di Baros, Singkel dan Biela
ditempatkan masing-masing seorang Controleur.
Residentie Air Bangis menjadi hanya
terdiri dari afd. Airbangis, afd, Natal, afd, Mandailing en Angkola plus afd.
Rao (yang kembali masuk Residentie Air Bangis). Di Natal tetap dijabat seorang
Controleur. Sementara di Rao ditempatkan seorang Asisten Residen yang dibantu satu
controleur. Di Afdeeling Mandailing en Ankola ditempatkan dua controleur yakni
di afd. Angkola dan afd. Oeloe en Pakantan.
Bersabung:
Sejarah Kota Natal (2): Controleur Edward Douwes Dekker;
Pemberontakan di Mandailing dan Angkola
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar