Poster angkutan haji, 1935 |
Sebelum tahun 1935 tidak pernah terdeteksi bahwa Hari
Raya Idul Adha dirayakan di Medan. Yang sudah dirayakan adalah Hari Raya Idul
Fitri. Adanya perayaan Hari
Raya Hadji di Hindia Belanda dilaporkan kali pertama pada tahun 1887 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 29-08-1889). Namun secara spesifik tidak dijelaskan dimana perayaan
itu dilaksanakan
De Sumatra post, 19-02-1937 |
Sejak tahun 1935 Hari Raya Idul Adha
diperingati dengan melaksanakan sholat Idul Adha. Namun demikian, sholat Idul
Adha tidak diadakan di Masjid Raya Al Mahsum sebagaimana sholat Idul Fitri pada tahun-tahun sebelumnya.
Seperti yang terjadi pada tahun 1937, bagi kelompok Komite Islam (Comite Islam)
sholat Idul Adha dilaksanakan di lapangan Jalan Balistraat, sedangkan untuk kelompok Muhammadiyah
dilaksanakan di lapangan sepakbola OSVB (lihat De Sumatra post, 19-02-1937). Kelompok masyarakat Djamlatoel
Waslijah diselenggarakan di masjid besar Al Mahsum di Jalan Istana.
Pelaksanaan sholat Idul Adha baru
dilaksanakan pada tahun 1938. Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad,
edisi 10-03-1938 melaporkan sholat Idul Adha yang dilaksanakan oleh organisasi Djamlatoel
Waslijah diselenggarakan di masjid Al Mahsum. Setelah shalat, siswa-siswa Djamlatoel
Waslijah menggelar pawai di sekitar masjid Al Mahsum yang berakhir di istana
Maimun (diterima oleh Sultan).
Pada tahun 1940 perayaan Hari Raya Idul Adha
semakin menggema. Untuk menandakan Hari Raya Idul Adha dilakukan dengan
tembakan meriam dari halaman istana Sultan. Tembakan meriam serupa ini telah
lebih awal dilakukan untuk menandakan Hari Raya Idul Fitri. Sebagaimana
tahun-tahun sebelumnya, perayaan Hari Raya Idul Adha tahun ini dilaksanakan di
masjid Al Mahsum yang dimeriahkan oleh siswa-siswa Djamlatoel Waslijah. Untuk Komite
Islam sholat Idul Adha dilaksanakan di lapangan Jalan Balistraat, sedangkan
Muhammadiya di lapangan olahraga Jalan Orange Nassaustraat.
De Sumatra post, 20-01-1940: ‘Hari Raja Hadji
di Medan. Hari ini adalah Hari Raja Haji untuk umat Islam, hari besar untuk
jamaah haji dan bagi umat Islam sehari sebelum pesta besar. Kantor negara
sekarang ditutup dan di bawah area pemerintahan. Dari halaman Maimoenpaleis di
Paleisweg tembakan meriam sebagai pemberitahuan untuk mengumumkan hari khusus
bagi umat Islam. Saat mereka merayakan jamaah haji dan umat Islam lainnya dalam
pakaian terbaik, dan datang ke masjid atau untuk tempat-tempat lain yang
ditentukan. Masjid yang banyak difokuskan pagi ini adalah masjid besar di Jalan
Raja, dimana Sultan dan pejabat melakukan sholat. Selanjutnya juga prosesi anak
sekolah yang diselenggarakan oleh Djamiatoel Waslijah. Prosesi ini dilakukan di
Bindjeiweg dan melalui Poloniaweg, Sultan Maamoenalrasjidweg yang datang
sekitar seribu mahasiswa di masjid besar. Setelah sholat, anak-anak pergi ke Maimoenpaleis
tempat kemana nantinya juga Sultan dan yang lainnya pergi. Ada dua kelompok
lain dari umat Islam yang melakukan sholat mereka di udara terbuka. Mohamadijah
groep berkumpul di lapangan olahraga sekolah Su Tung di Jalan Orange
Nassaustraat, sementara di lapangan di Jalan Balistraat berkumpul kelompok
Komite Islam. Pertemuan yang dihadiri kedua kelompok ini terlihat (juga) sangat
tenang’.
Jamaah Haji dan Buku Panduan Naik Haji
Kloter haji Mandailing-Angkola di Mekah, 1887 |
Salah
satu anak Tapanoeli yang pernah ke Mekkah adalah Dja Endar Moeda. Pada masa itu
untuk pergi haji tidak mudah meski sudah ada pelayaran yang disediakan oleh
pemerintah. Banyak calon haji yang tidak mengetahui apa yang harus
dipersiapkan, bagaimana situasi dan konsisi yang dihadapi selama perjalanan
maupun selama menunaikan ibadah haji di Mekah dan Madinah. Dja Endar Moeda pada
tahun 1900 menerbitkan buku kecil yang berisi panduan naik haji. Panduan naik
haji ini sudah pernah dimuat di berbagai media. Akhirnya pemerintah colonial Belanda
mengadopsi buku ini sebagai Buku Panduan Haji Nasional. Buku ini diperbanyak
dan disebarluaskan oleh pemerintah melalui pemerintah setempat (tempat-tempat
dimana selama ini banyak mengirim calon jemaah haji ke Mekah). Buku karya Dja
Endar Moeda ini terbilang buku panduan haji pertama di Nusantara (Hindia
Belanda).
Haji di Mekah 1917-1921 |
Buku
panduan haji yang disusun Dja Endar Moeda yang telah diterbitkan dan telah
disebarluaskan di Hindia Belanda merupakan sebuah dedikasi Dja Endar Moeda bagi
umat Islam khususnya kepada calon jemaah haji (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 14-11-1900). Dja
Endar Moeda kerap diminta pemerintah menjadi pemandu haji selama di kapal dan
dari Jedah ke Mekah, karena sulitnya menemukan pribumi yang berpengalaman dalam
menunaikan ibadah haji yang bisa berbahasa Belanda.
Penyelenggaraan haji kapan mulai dilaksanakan
oleh pemerintah kolonial tidak diketahui secara pasti. Jumlah jamaah haji telah
meningkat dari waktu ke waktu. Jumlah jamaah haji dari Hindia Belanda tahun…sebanyak..Sebelum
pemberangkatan haji dilaksanakan pemerintah, orang pribumui naik haji dengan
menggunakan kapal-kapal dagang dari wilayah Arab.
Kini, untuk menunaikan ibadah haji sudah sangat mudah,
selain dengan penerbangan udara yang cepat juga dipandu oleh para pemandu haji
yang terlatih. Meski demikian, namun untuk menjadi haji tidak mudah, harus menunggu
lama untuk mendapat tiket haji. Waktu tunggu dari waktu ke waktu semakin lama.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar