Kata pengantar
buku Gustav van Asselet (Koning Salomon en Radja Gading). Utrecht, 31 Maart 1900. Heden 39 jaren, dat ik
de twee eerste Ratta's doopte (Hari ini, 39 tahun yang lalu, saya baptis dua
yang pertama orang Batak)
Kapan
Nommensen tiba di Tanah Batak tentu sangatah menarik namun data dan informasi
kedatangannya ke Tapanoeli terbilang minim. Nommensen sebagai penginjil
terkenal di Tanah Batak, seharusnya sejarah tentang dirinya harus ditulis
dengan baik dan benar (apa adanya). Nommensen datang ke Tanah Batak tentu
tidaklah sendiri.
Beberapa
tahun sebelum kedatangan Nommensen, misionaris yang sudah ada di Tanah Batak
adalah Gustav van Asselt yang disusul Betz dan kemudian datang dua misionaris
Jerman, Heine dan Klammer. Gustav van Asselt adalah pejabat Belanda yang merangkap
misionaris di Sipirok. Gustav van Asselt telah memulai misi sejak tahun 1858. Tantangan
yang dihadapi keempat misionaris ini begitu besar keika mereka memulai, namun
justru itu yang member jalan mudah bagi Nommensen di Tanah Batak.
Bataviaasch
handelsblad, 09-03-1861: ‘pada tanggal 14 Februari terjadi gempa besar di
Sipirok yang menyebabkan rumah dan bangunan yang seluruhnya runtuh dan tidak
satupun yang layak huni...setelah pagi saya dan orang Eropa lainnya meninjau
desa-desa lainnya, sama saja dengan yang kami alami—sangat mengerikan dan
penduduk tampak shock. Penduduk sudah mengungsi ke sawah ladang mereka, saya
menulis surat ini di halaman di atas sebuah meja…semoga surat ini dapat segera
dimuat dan harapan ada yang dapat membantu selimut’
Tatkala
Nommensen entah dimana, Klammer dan Heinze, dua misionaris Jerman telah
meninjau ke Silindoeng. Pada tanggal 18 September Oktober 1861 kedua misionaris
Jerman tersebut kembali ke Sipirok.
Padangsch
nieuws-en advertentie-blad, 19-10-1861: ‘bahwa 18 September para misionaris,
Heine, Klammer dan Echtgenoote meninggalkan Silindoeng dan tiba di
Sipirok’
Pada tanggal 7 Oktober 1861 antara misionaris
Belanda dan Jerman melakukan pertemuan di Parau Sorat. Salah satu keputusan
yang diambil adalah pembagian wilayah misi dan pendirian sekolah. Heine (Silindoeng);
Klammer (Sipirok); Betz (Boenga Bandar) dan van Asselt (Pahae). Sekolah
didirikan di Parau Sorat.
Dalam kalender HKBP, tanggal 7 Oktober 1861 dijadikan
sebagai hari jadi Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKPB).
Nommensen
Nieuw Amsterdamsch, 24-12-1861 |
Sementara
itu Nomensen dikabarkan telah tiba di Padang pada tanggal 24 Desember 1861. Nommensen
telah melakukan pelayaran selama 142 hari dari Amsterdam. Nommensen dengan
kapal Pertinax tiba di Padang (lihat Nieuw Amsterdamsch handels- en
effectenblad, 24-12-1861). Setelah beberapa lama di Padang, Nommensen melanjutkan
perjalanan ke Sibolga. Dalam perjalanan ini Nommensen sekapal dan menemani tunangan
Gustav van Asselt. Mereka berangkat tanggal 16 Mei 1862 dari Padang.
Pada
tanggal 22 Juni 1862, Gustav van Asselt yang ditemani Heine yang dipandu dua
Batak (Simon Petrus dan Johannes Siregar) sedang dalam perjalanan dari Sipirok
menuju Sibolga untuk menemui tunangannya. Setelah tiba di Sibolga van Asselt menjemput
tunangannya di atas kapal yang dibantu oleh beberapa pejabat di Sibolga.
Anak-anak baptis G van Asselt di Sipirok |
Simon Petrus adalah
Petrus Nasution. Selain Petrus Nasution dan Johannes Siregar, satu lagi yang
menjadi andalan Gustav van Asselt di
Sipirok adalah Markus Siregar. Dua orang Batak pertama yang dibaptis (oleh van Asselt) adalah pemandu van Asselt ke Sibolga untuk menemui tunangannya dan mendapinginya dalam pernikahan.
Setelah
empat minggu di Sibolga van Asselt dengan tunangannya menikah pada tanggal 28
Juli 1862. Setelah melakukan pernikahan di Sibolga, van Asselt akan membawanya
ke Sipirok tetapi sempat kebingungan bagaimana caranya membawa sang istri
melalui lembah yang curam, bukit yang terjal, arus deras sungai Batangtoroe serta
jalan setapak yang sempit.
Gustav van
Asselt membawa istrinya dengan menyiapkan sebuah kotak yang diusung oleh 12
orang secara bergantian ditambah beberapa kuli pengangkut bagasi. Dalam
perjalanan yang memakan waktu
beberapa hari, istri van Asselt pernah pingsan. Rombongan akhirnya tiba
di Pangaloan. Gustav van Asselt di dalam perjalanan ini juga mengalami
kecelakaan dan harus beristirahat di Pangaloan. Heine kembali ke Sigompoelon.
Setelah sembuh dan lebih kuat, Gustav van Asselt dan istri berangkat ke
Sipirok.
Dalam
perjalanan pengantin baru ke Sipirok, tidak ada Nommensen. Dari Sibolga
Nommensen melanjutkan perjalanan ke Barus. Namum pemerintah di Baros tidak
mengizinkan Nommensen ke Tanah Batak di Silindoeng. Para pejabat di Barus
tampaknya tidak mengetahui persis apa yang sudah dilakukan para misionaris lainnya
di pedalaman Tanah Batak. Lalu Nommensen berangkat ke Sipirok.
Ibukota
onderafdeeling Angkola adalah Padang Sidempoean. Pejabat tertinggi Belanda di
Angkola adalah controleur berkedudukan di Padang Sidempoean. Sejak tahun 1858
G. van Asselt diangkat sebagai pakhuismeeter (pegawai perdagangan kopi) di
Sipirok (lihat Almanak Pemerintah Belanda, 1858). Namun dalam perkembangannya
van Asselt lebih dikenal sebagai seorang misionaris (daripada petuga
pemerintah).
De Sumatra post, 06-10-1936 |
Pada
akhir Desember tahun 1862, Nommensen menuju Sipirok di Parau Sorat. Nommensen
melanjutkan perjalanan ke Baros setelah tiba di Sibolga (bertemu van Asselt).
Namun pejabat Belanda di Baros melarang melakukan perjalanan lebih jauh karena
dianggap tidak aman. Inilah sebabnya Nommensen mengalihkan perjalanan ke
Angkola di Sipirok. Saat kedatangan Nommensen di Tanah Batak di Sipirok,
kegiatan misi sesungguhnya sudah sangat meluas (hingga ke Silindoeng).
Nommensen awalnya bertugas sebagai guru di Parau Sorat.
Pada tahun 1864 Nommensen pindah ke Silindoeng dan
membuka stasion di Hoeta Dame (namun Nommensen masih datang secara berkala
untuk mengajar di Parau Sorat). Dari stasion Hoeta Dame sinilah Nommensen mengembangkan
misi di seluruh Silindoeng dan ke Toba. Sementara itu di tahun yang sama, Klammer
di Sipirok telah meresmikan gereja, sebuah gereja yang kali pertama dibangun di
Tanah Batak.
Mesjid dan gereja di Sipirok (foto 1906) |
Demikianlah
sejarah awal kekristenan di Tanah Batak. Semoga bahan ini membantu dalam
penulisan sejarah awal Kristen di Tanah Batak. Siapa ingin menulis sejarah
baru, jangan lupa ada sejarah lama.
Bataviaasch
handelsblad, 30-09-1867 (mempublikasikan surat dari pembaca): ‘bahwa di Sipirok
tengah terjadi peningkatan pengaruh terhadap masing-masing umatnya baik di
kalangan umat Islam maupun kalangan pengikut Kristiani. Kerja para misi semakin
berat. Namun sejauh ini antar kedua belah pihak tidak sampai menimbulkan
ketegangan justru kedamaian tetap terjaga’.
Rumah Zending di Sipirok (foto 1890) |
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 22-07-1868 (mempublikasikan laporan perjalanan
seorang pembaca ke Sigompoelon, Silindoeng--dari arah perjalanan yang
sebaliknya, yakni dari arah Sipirok yang dilakukan baru-baru ini, Juni 1868):
‘Kami mulai dari Sipirok dimana pertama kali G. van Asselt memulai misinya pada
tahun 1858. Dalam perjalanan menuju Silindoeng ini kami ditemani oleh selusin
penduduk asli Sipirok melalui Aek Latong, Buloe Pajung hingga ke Singkam.
Kemudian dilanjutkan ke Simangoembang dan seterusnya. Empat misionaris sudah
ada di daerah Bataklanden: Heijne di Si Goempoelon; Nommensen dan Johansen
(Nadatdeze) di Silindoeng. Sangat menarik bahwa pertama kalinya di Silindong
angka yang lebih besar yang menjadi pengikut Kristen dibandingkan dengan di Sipirok—di
Bataklanden saat ini sudah berjumlah 450 orang. Jarak dari Sipirok ke Silindong
dalam perkiraan saya sekitar 19 jam berjalan kaki atau kurang lebih 57 tiang.
Pulangnya kami dari Hoeta Barat (Silindoeng) dan perjalanan diteruskan ke
Siboga’.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama: Koning Salomo en Salomo en Radja Gading oleh G. van Asselt. Oude-Zendeling
onder de Batta’s. Eerste Uitgave. Brussel. Evangelisatie-Drukkerij. 1900.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar