Peta area Simarsayang, 1880 (kini lokasi UGN) |
Pada masa itu di
seluruh Hindia Belanda hanya ada dua jenis perguruan tinggi: sekolah pembibitan
guru pribumi (kweekschool voor onderwijer)
dan sekolah pembibitan dokter pribumi (kweekschool
van inlandsche geneeskundigen).
Sekolah dokter
pribumi hanya ada satu yakni di Batavia. Sekolah dokter pribumi ini dibuka pada
tahun 1851. Pada tahun 1854 dua siswa asal Mandailing dan Angkola diterima di
sekolah dokter ini (bernama Si Asta dan Si Angan). Kedua siswa ini adalah siswa
pertama yang diterima dari luar Jawa. Dalam perkembangannya sekolah dokter
pribumi ini dikenal sebagai Docter Djawa School (dan diubah menjadi STOVIA pada
tahun 1902).
Sekolah guru
pribumi pertama kali didirikan di Surakarta tahun 1851. Sekolah guru ini
kemudian dibuka di Probolinggo, Ambon, Banjarmasin, Bukittinggi dan Tanobato.
Kweekschool Padang Sidempuan adalah pengganti dari sekolah guru (kweekschool)
yang terdapat di Tanobato (Mandailing). Kweekschool Tanobato didirikan oleh
Willem Iskander tahun 1862 dan kemudian ditutup tahun 1874. Sati Nasution alias
Willem Iskander adalah pribumi pertama yang studi ke Negeri Belanda (1857). Setelah
mendapat akte guru di kweekschool di Harlem tahun 1861, kembali ke tanah air
dan mendirikan Kweekschool Tanobato. Karena dianggap bermutu, sekolah guru
swasta ini, dua tahun berikutnya diakuisisi pemerintah untuk ditabalkan menjadi
sekolah guru negeri.
Pada
tahun 1887 Kweekschool Padang Sidempuan dan Kweekschool Probolinggo dianggap
sebagai kweekschool terbaik di Hindia Belanda. Namun sangat disayangkan,
Kweekschool Padang Sidempuan harus ditutup tahun 1893 karena defisitnya
anggaran pemerintah. Hanya menyisakan satu kweekschool di Sumatra yakni
kweekschool yang berada di Bukittinggi. Meski demikian nasib Kweekschool Padang
Sidempuan, namun alumni yang sudah tersebar di banyak tempat telah menunjukkan
berbagai prestasi. Guru-guru berprestasi alumni Kweekschool Padang Sidempuan,
antara lain:
Dja Endar Moeda (lulus 1884): Setelah pension guru
menjadi editor pribumi pertama surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat di
Padang (1897). Dja Endar Moeda kemudian mengakuisisi surat kabar dan percetakan
Pertja Barat yang kemudian menerbitkan beberapa surat kabar di Padang, Sibolga,
Banda Aceh dan Medan. Dja Endar Moeda kemudian dijuluki sebagai Radja
Persuratkabaran Sumatra.
Sutan Casajangan Soripada (lulus 1887):
Selagi masih guru melanjutkan studi untuk mendapatkan akte guru Eropa ke
Belanda tahun 1905 (mahasiswa kedua pribumi yang studi ke Belanda). Sutan
Casajangan adalah pendiri Indisch Vereeniging (Perhimpunan Hindia Belanda)
tahun 1908 yang menjadi cikal bakal Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI).
Sutan Martoewa Radja (lulus 1892):
Guru sekolah negeri pertama di Tarutung (Silindoeng). Pengarang novel dan buku
pelajaran sekolah. Direktur Noormal School dan anggota dewan kota
(gemeenteraad) Pematang Siantar. Sutan Martoewa Radja lebih dikenal sebagai
ayah dari Kolonel MO Parlindungan (alumni sekolah teknik Delf dan Direktur
pertama Pserusahaan Senjata dan Mesii (PSM) di Bandung 1950 (kini PINDAD).
Mangaradja Salamboewe (189?): Penulis
di Kantor Residen Tapanoeli di Sibolga yang menjadi jaksa. Berhenti menjadi
jaksa menjadi editor surat kabar Pertja Timor di Medan 1902. Mangaradja
Salamboewe adalah editor pribumi kedua di Hindia Belanda (yang ketiga adalah
Tirto Adhi Soerjo). Mangaradja Salamboewe adalah anak dari Dr. Asta (dokter pribumi
pertama yang berasal dari luar Jawa).
Mohamad Taif (188?): Setelah berkarir sebagai guru
di Tapanuli ditempatkan di Kota Radja (Banda Aceh). Taif Nasution lebih dikenal
sebagai ayah dari Mr. SM Amin Nasution (Gubernur Sumatra Utara yang pertama).
Mangaradja Hamonangan (188?):
Berkarir sebagai guru di Tapanuli dan menjadi guru terkenal di Padang
Sidempuan. Mangaradja Hamonangan lebih dikenal sebagai ayah dari Prof. Toedoeng
Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D (anggota Volksraad dan Menteri Pendidikan RI yang
kedua). Mangaradja Hamonangan adalah saudara kandung dari ayah Amir Sjarifoedin
(Perdana Menteri RI).
Dan banyak lagi
yang tidak cukup disebut satu per satu di sini.
Ketiadaan
sekolah tinggi di Padang Sidempuan tidak menyurutkan minat siswa-siswa di
afdeeling Padang Sidempoean (kini Tapanuli Bagian Selatan) untuk masuk sekolah
tinggi. Mereka tidak hanya bersekolah di Jawa (Batavia/Jakarta dan Buitenzorg/Bogor)
tetapi juga ke negeri Belanda. Siswa-siswa asal afdeeling Padang Sidempuan juga
terbilang alumni pertama dari Sekolah Kedokteran Hewan di Buitenzorg (1911),
Sekolah Pertanian di Buitenzorg (1914), Sekolah Hukum di Batavia (1915). Tentu
saja sangat banyak yang kuliah di STOVIA.
Sudah Waktunya Universitas
Negeri Didirikan di Padang Sidempuan
Kisah
sukses Perguruan Tinggi Negeri di Padang Sidempuan dan kisah sukses siswa-siswa
afdeeling Padang Sidempuan yang sekolah ke Jakarta, Bogor dan Belanda serta
lainnya telah lama berlalu. Kini, zaman telah berubah, kehidupan ekonomi
semakin sulit di Tapanuli Bagian Selatan, para orangtua semakin sulit
menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi bermutu di tempat jauh.
Namun semangat belajar dari siswa-siswa di Tapanuli Bagian Selatan terbukti
tetap tinggi.
Tunggu
deskripsi lebih lanjut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar