Dr.
Tarip adalah siswa pada fase awal setelah dibentuk Sekolah Kedokteran Hewan (Veeartsenschool)
di Buitenzorg (1907). Dr. Tarip telah bertugas di Atjeh, Tapanoeli dan Sumatra’s
Westkust, plus pernah ditempatkan di Kandangan (sebagai kepala dinas pertama). Dr.
Tarip adalah peneliti pribumi terbaik di eranya yang menyebabkannya diberi
beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Utrecht, Belanda.
Tarip memulai
pendidikan dasar di sekolah pribumi (Inlandsche school) 2de klasse di Sipirok. Tarip
belajar secara tutorial (les) bahasa Belanda. Pada tahun 1903 Tarip lulus ujian
masuk untuk sekolah guru pribumi (kweekschool voor Inlandsche onderwijzers). di
Fort de Kock. Setelah lulus Tarip diangkat sebagai guru sekolah negeri di
Sibolga. Profesi guru ini hanya dijalaninya hingga tahun 1909. Pada tahun 1910
Tarip melanjutkan studi untuk sekolah kedokteran hewan (Veeartsenschool) di Buitenzorg
(Bogor). Siswa yang diterima setiap tahunnya tidak lebih dari 10 orang.
Setelah
selesai studi (1914), Dr. Tarip diangkat sebagai dokter hewan pemerintah dan ditempatkan
di Padang Lawas. Di sela-sela tugasnya memberi layanan pemerintah, Dr. Tarip
melakukan penelitian dan hasilnya dipublikasikan. Hasil penemuannya adalah
metode membasmi cacing pita pada kerbau. Dr. Tarip kemudian dipindah ke Medan
sebagai adjunct-gouvemements-veearts.
Pada tahun 1922
Dr. Tarip dipindahkan dari Medan ke Padang Sidempuan untuk membantu LVM Lobel (De
Sumatra post, 28-08-1922).
Kontribusinya
dalam dunia riset telah mengundang perhatian pemerintah. Setelah bekerja beberapa
tahun praktek, pemerintah mengapresiasi kinerja Dr. Tarip dan memberikannya
beasiswa untuk studi lebih lanjut ke Belanda. Dr. Tarip berangkat ke Belanda
tahun 1927. Tarip lulus ujian akhir dokter hewan tahun 1930 di Veeartsenij
Hoogeschool di Utrecht, Belanda (De Sumatra post, 07-10-1930).
Orang Indonesia
pertama studi Veeartsenij Hoogeschool di Utrecht adalah Sorip Tagor. Pada tahun
1916 Sorip Tagor diterima di sekolah kedokteran tersebut dan lulus tahun 1920. Sorip
Tagor adalah siswa pertama Veeartsenschool di Buitenzorg (1907). Pada tahun 1910
dua anak Padang Sidempuan, Tarip dan Alimoesa diterima sebagai siswa Veeartsenschool.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 25-08-1911 melaporkan Inlandsche
Veeartsensohool te Buitenzorg telah selesai ujian dan yang lulus: dari tingkat
satu ke tingkat dua (antara lain) Tarip dan Alimoesa (Harahap); dan dari
tingkat tiga ke tingkat empat (hanya) Sorip (Tagor Harahap).
De Sumatra post, 07-10-1930 |
Setelah
lulus tahun 1932, Dr. Tarip kembali ke tanah air dan atas permintaannya sendiri
untuk ditempatkan di tanah kelahirannya di Padang Sidempuan (Residentie Tapanoeli).
Dr. Tarip sangat terkenal di Tarutung. Demikian juga di Nias. Dr. Tarip telah
melakukan penelitian dan telah menyelamatkan populasi babi di Nias dari
penyakit. Ternak babi tersebut telah dijamin oleh Dr. Tarip dan dipasarkan ke
Medan dan sebagian ke Singapoera.
Hobi Dr. Tarip
adalah bermain tennis. Ketika lapangan tennis yang baru dibangun di Padang
Sidempuan yang dibuka pada tanggal 30 Oktober 1932, hadir antara lain Dr.
Rashid, Dr. Tarip, Mr. Delmaar dan Dr. Pohan (lihat De Sumatra post, 03-11-1932).
Catatan: Dr. Rashid Siregar adalah Kepala
Dinas Kesehatan Zuid Tapanoeli, Dr. Alinoedin Pohan (Direktur Rumah Sakit
Padang Sidempuan)
Dr.
Tarip tidak berumur panjang dan dikabarkan telah meninggal dunia tahun 1936 di
Tarutung. Saat itu Tarip tengah bertugas di kantor cabang Dinas Kedokteran
Hewan (Burgerlijken Veeartsenijkundigen) di Taroetoeng yang baru dirintisnya (De
Indische courant, 24-08-1936). Catatan:
Dr. Tarip belum diketahui marganya (masih dilacak). Apakah ada yang
mengetahuinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar