Senin, Februari 23, 2015

IDA NASUTION: Wanita Intelektual Muda, Penulis Esai Berbakat, Pejuang Kemerdekaan dan Presiden Mahasiswa Indonesia Pertama Dibunuh oleh Intelijen dan Tentara Belanda (1948)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


Ida Nasoetion, kritikus dan esais (1948)
Siapa kritikus sastra yang paling hebat di tanah air pada jamannya? Bukan H.B. Jassin, dia belum apa-apa. Jawabnya adalah Ida Nasution. Anak Padang Sidempoean ini juga memiliki keahlian khusus yang oleh para profesor sastra Belanda disebut penulis esai paling berbakat, berinteligensia tinggi dan kritis. Ulasan dan artikelnya dimuat dalam sejumlah koran dan majalah bahasa Indonesia dan bahasa Belanda. Ida Nasoetion berjuang dengan caranya sendiri: menulis cerdas dengan pena yang tajam. Sejumlah artikelnya bertabur dengan kata-kata 'merdeka'. Ida Nasution adalah mahasiswa angkatan pertama Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte, Universiteit van Indonesie). Di dalam kampus, Ida Nasoetion juga aktif berjuang dengan caranya sendiri. Ida Nasoetion (departemen sastra) dan G. Harahap (dari departemen jurnalistik) menggagas didirikannnya persatuan mahasiswa Indonesia yang diresmikan tanggal 20 November 1947 dengan nama Perhimpunan Mahasiswa Universitas Indonesia (PMUI). Setelah empat bulan menjadi presiden (ketua) PMUI, Ida Nasoetion dilaporkan koran Nieusgier diculik tanggal 23 Maret 1948. Ida Nasoetion hilang selamanya dan diduga kuat dibunuh oleh intelijen dan tentara Belanda. Wanita muda berbakat ini juga adalah redaktur beberapa majalah berhasa Indonesia dan berbahasa Belanda serta menerjemahkan buku-buku berbahasa Perancis. Kehilangan wanita pejuang yang masih berumur 26 tahun ini adalah sebuah misteri yang belum terungkapkan hingga kini.

Rabu, Februari 18, 2015

Masdoelhak Nasution, Wanted (Dead or Alive): Penasehat Presiden Menjadi Sasaran Tembak oleh Intelijen dan Tentara Belanda di Yogyakarta (1948)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


Mr. Masdoelhak Nasution, PhD (foto 1935)
Dewan Keamanan PBB marah besar. Pimpinan organisasi bangsa-bangsa yang berkantor di New York meminta sebuah tim netral di Belanda untuk melakukan penyelidikan segera atas kematian Dr. Mr. Masdoelhak Nasoetion di Yogyakarta 21 Desember 1948. Reaksi cepat badan PBB ini untuk menanggapi berita yang beredar dan dilansir di London sebagaimana diberitakan De Heerenveensche koerier : onafhankelijk dagblad voor Midden-Zuid-Oost-Friesland en Noord-Overijssel, 01-02-1949. Koran ini mengutip pernyataan pers dari kepala kantor Republik Indonesia di London yang pernyataannya sebagai berikut: ‘sejumlah intelektual terkemuka di Indonesia, diantaranya Masdulhak, seorang penasihat pemerintah dibunuh hingga tewas tanpa diadili’.

Mengapa PBB demikian marahnya atas kasus ini? Masdoelhak adalah seorang intelektual paling terkemuka di jajaran inti pemerintahan Republik Indonesia. Masdoelhak adalah akademisi muda bergelar doktor di bidang hukum lulusan Eropa. Masdoelhak juga menjadi adviseur der regering (penasehat pemerintah), penasehat pimpinan republik (Soekarno dan Hatta). Masdoelhak adalah satu-satunya sarjana bergelar doktor di lingkaran satu pemerintahan Republik Indonesia. Inilah alasan mengapa petinggi Belanda (van Moek dan Spoor)  menaruh nama Masdoelhak pada baris pertama dalam list orang yang paling dicari sesegera mungkin (wanted): dead or alive.

Senin, Februari 09, 2015

Kejayaan Kopi Lokal Jadi Inspirasi Pembangunan Daerah



Lihat: Harian Waspada, 7 Februari 2015 (hal. A6)


Budidaya Kopi

Kopi Pakanten di Mandheling dan kopi Sipirok di Ankola. Apa artinya? Sentra produksi terbesar kopi di Mandheling berada di Pakanten dan produksi kopi terbesar di Ankola berada di Sipirok. 

Sejarah kopi di Afdeeling Mandheling en Ankola bermula di Pakanten tahun 1841 sebagai tindak lanjut hasil kesepakatan antara pejabat Belanda yang dikirim dengan para pimpinan lokal (Mandheling, Ankola, Batangtaro, Sipirok dan Padang Bolak) tahun 1838. Kemudian pejabat yang diangkat untuk memulai budidaya kopi ini adalah bernama T.A.C van Kervel sebagai asisten residen Mandheling en Ankola yang berkedudukan di Panjaboengan. Untuk mendukung program ini di hulu, pada akhir tahun 1841 ditempatkan dua controleur: F.W. Godin di lanskap Oeloe en Pakanten dan V.P.J. Happe di lanskap Ankola. Selanjutnya, di hilir tahun 1842 ditempatkan Eduard Douwes Dekker (kemudian dikenal sebagai Multatuli) sebagai controleur di Afdeeling Natal. Kedua afdeeling ini pada waktu itu masih bagian dari Residentie Air Bangies. Di Siboga sendiri pegawai yang ditempatkan baru setingkat pegawai yang disebut sebagai posthouder.

Minggu, Februari 01, 2015

Irwan Siregar: Sutradara Terkenal, Anak Padang Sidempuan Mahasiswa FH-USU Pindah ke IKJ Jakarta

*Untuk melihat semua artikel Tokoh Tabagsel Masa Kini dalam blog ini Klik Disini


Goenoeng Loeboek Raja (Junghuhn, 1840)
Irwan Siregar, film favoritnya sendiri adalah ‘Rumah Pondok Indah’. Yang ingin diungkapkan di sini bukan cerita dalam film itu (silahkan ditonton sendiri, sangat menarik), melainkan makna nama film tersebut. Sebab nama film layar lebar yang disutradarai Irwan Siregar ini, sesungguhnya mencerminkan jalan hidup sutradanya. Kata ‘pondok’ kerap dimaknai sebagai makna pedesaan. Isinya berlimpah, tetapi tidak menarik minat anak muda. Jika ditambah kata ‘rumah’ menjadi ‘rumah pondok’ malah menjadi runyam, kakinya masih beraroma pedesaan tetapi kepalanya sudah memasuki wilayah aroma perkampungan di perkotaan. Baru setelah ditambahkan kata ‘indah’ menjadi ‘rumah pondok indah’ maknanya melompat jauh ke depan—suatu kehidupan alami yang indah di tengah dunia kosmopolitan. Sepintas itulah tipikal hunian ideal pada awal tahun 1980-an tetapi itu pula yang menjadi kiasan perjalanan hidup Irwan Siregar, sutradara film/sinetron terkenal.  

Irwan Siregar, nama lengkapnya Irwan Effendi Siregar adalah sutradara papan atas asal Padang Sidempoean. Kampung halamannya, Simasom di lereng Gunung Lubuk Raya. Suatu gunung yang paling disukai oleh Franz Wilhelm Junghuhn (dokter Jerman yang ahli geologi dan ahli botani). Gunung ini tidak hanya indah juga sangat berisi dengan flora dan fauna plus mineral khususnya emas. Karena itu, Junghuhn mengabadikan gunung ini dengan kuasnya di atas kanvas oleh tangannya sendiri pada tahun 1840. Di lereng gunung yang menghadap ke matahari terbit ini, pada pagi hari yang sejuk, bunga-bunga mekar dipohonnya menyambut semakin hangatnya mentari. Doeloe, Irwan Siregar, sambil ‘ngopi’ dengan kopi asli Ankola yang tumbuh subur di lerang gunung ini, dengan nikmat pula memandang keindahan lembah di mana Kota Padang Sidempuan berada.