Senin, Agustus 08, 2016

Sejarah Kota Medan (33): Proklamasi Kemerdekaan RI di Medan Enggan Diumumkan ke Publik (1945); Perayaan Hari Kemerdekaan Pasca Kedaulatan RI 1950 Sangat Bersemangat



Pahlawan Kota Medan begitu banyak. Sangat banyak ketika terjadi semasa agresi militer Belanda. Namun pahlawan Kota Medan di seputar Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 sangat sepi sendiri. Bahkan kabar bahwa Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 para ‘pejuang’ enggan untuk menyampaikannya ke publik. Sementara di daerah lain, para pejuang segera memasyarakatkannya,yang lalu disambut penduduk dengan gegap gempita. Lantas mengapa di Medan berita kemerdekaan ‘lalai’ diumumkan ke publik?

Di Bandung dan sekitarnya, berita proklamasi sudah diketahui sejak siang pada tanggal 17 Agustus 1945 dan isi proklamasi yang dibacakan Soekarno sudah diketahui penduduk pada malam harinya melalui radio Bandung. Yang menyiarkan rekaman pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI di Radio Bandung adalah penyiar senior, anak Medan bernama Sakti Alamsyah. Sakti Alamsyah mendapat rekaman itu dari anak Siantar bernama Adam Malik yang diantar langsung ke Bandung oleh anak Sungai Penuh, Jambi bernama Mochtar.

Dalam siaran pengantar rekaman isi proklamasi ini, Sakti Alamsyah dengan menyebut: ‘Di sini Radio Republik Indonesia’, padahal Radio Republik Indonesia (RRI) belum lahir. Suara Sakti Alamsyah sudah sangat dikenal oleh penduduk Bandung dan sekitarnya. Keberanian Sakti Alamsyah menyiarkan rekaman Proklamasi Kemerdekaan itu sangat diapresiasi oleh penduduk Bandung dan sekitarnya. Siaran Radio Bandung pada malam itu dapat di dengar di Yokyakarta dan luar negeri.

Jiwa patriot dari tiga anak muda yang bernama Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Mochtar memang tidak diragukan. Selama pendudukan Jepang ketiga anak muda yang berkiprah di bidang media ini pernah sama-sama bekerja di Radio Militer Jepang. Kelak ketiga nama anak muda ini dikenal sebagai Sakti Alamsyah Siregar (pendiri surat kabar Pikiran Rakyat di Bandung), Adam Malik Batubara (Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden) dan Mochtar Lubis (pendiri surat kabar Indonesia Raya di Jakarta).   

Lantas mengapa begitu lamban untuk merdeka di Medan? Pengumuman bahwa telah diproklamirkan tanggal 17 Agustus1945  di Jakarta oleh Soekarno-Hatta baru dilakukan tanggal 6 Oktober1945. Padahal orang yang mendapat mandat dari Jakarta sudah tiba di Medan sejak 27 Agustus 1945. Yang mendapat mandat tersebut adalah Mr. Teuku Muhammad Hasan yang telah diangkat di Jakarta untuk menjadi Gubernur Sumatera.

Segera setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI, pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta dilakukan sidang untuk membentuk undang-undang dasar negara dan arsitektur pemerintahan RI. Hasilnya: UUD 1945 dan Soekarno dan Mohamad Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pada tanggal 19 Agustus 1945 membentuk kelengkapan lembaga kenegaraan, pembagian wilayah, komite nasional (KNI) dan lainnya. Sejumlah menteri telah ditunjuk dan delapan gubernur diangkat. Jabatan Menteri Penerangan adalah Mr. Amir Sjarifoedin. Untuk gubernur Sumatera diangkat Mr. Teuku Moh Hassan sebagai Gubernur. Praktis pada tanggal 19 Agustus 1945 sudah ada tiga orang pejabat negara asal Sumatera: Drs. Mohamad Hatta, Mr. Amir Sjarifoedin dan Mr. Teuku Moh Hassan. Dua yang terakhir ini adalah anak Medan. Pada tanggal 22 Agustus PPKI melakukan sidang kembali untuk menetapkan KNI (semacam badan DPR/MPR) yang mana terpilih wakil ketua: Adam Malik..

Sejak kedatangan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 27 Agustus 1945 hingga 5 Oktober 1945 sudah banyak kegiatan pembentukan kenegaraan di Jakarta, tetapi kenyataannya di Medan bahwa Indonesia telah merdeka belum juga diumumkan ke publik. Sesungguhnya apa yang terjadi dan apa yang dikehendaki oleh para pemimpin di Medan tidak diketahui dengan jelas. Apakah tidak ada jalur-jalur lain yang bisa digunakan untuk memberitahukan salinan Proklamasi Kemerdekaan RI ke masyarakat luas? Apakah tidak ada patriot seperti Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Mochtar Lubis?

Pada rapat umum tanggal 6 Oktober 1945 yang bertempat di Lapangan Esplanade (kini Lapangan Merdeka) Mr. Teuku Muhammad Hasan  mengakui kesalahannya. Pengakuan ini di dalam pidatonya yang dihadiri 1000 orang sebagai berikut: ‘Perlu saya tekankan disini sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya. Tapi barulah sekarang dapat kami sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat’. Namun tetap menyisakan pertanyaan yang justru sangat mendasar. Mengapa harus selama itu penduduk Medan menunggu?

Pidato yang disebut oleh orang Medan sebagai pidato bersejarah sesungguhnya nilainya telah jauh berkurang (masuk angin). Antara 17 Agustus 1945 dengan 6 Oktober 1945 bukanlah waktu yang singkat untuk pengumuman semendesak ini. Jika alasan bahwa Gubenur Sumatera baru berada di Medan tanggal 27 Agustus 1945, maka perbedaan antara waktu kedatangan dengan hari pengumuman tetaplah dianggap waktu yang lama untuk semendesak ini. Sebaliknya,  mengapa bisa begitu cepat diketahui oleh penduduk Bandung dan sekitarnya bahwa Indonesia telah merdeka? Dalam hal inilah duduk persoalannya.

Upacara Peringatan ke-5 Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1950 di Medan

Untuk merayakan ulang tahun hari proklamasi kelima telah dibentuk panitia yang mana  ketua komite adalah GB Josua.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-08-1950: ‘Di Medan telah dibentuk untuk perayaan 17 Agustus 1945. Komite ini diketuai oleh GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-08-1950 memberitahukan kronoligis acara perayaan hari 17 Agustus sebagai berikut:


GB Josua, pidato 17-8-1950
Pagi pada pukul setengah enam, warga Medan dikumpulkan di Lapangan Merdeka (ex Esplanade). Pukul enam akan terdengar selama lima menit lonceng gereja, sirene dan klakson lokomotif. Pada saat yang sama para prajurit akan meniup trompet. Lalu kemudian menggerek bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. disertai dengan band militer. Lalu kemudian hening cipta satu menit untuk menghormati para pahlawan, kemudian pukul tujuh lewat lima menit mendengarkan relay radio dari Jakarta untuk mendengar pidato presiden pertama Soekarno di parlemen atas nama seluruh bangsa Indonesia. Bunyi lonceng gereja dan sirine meraung selama dua menit, dimana semua lalulintas dihentikan, selama pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945 dan doa bagi keselamatan negara. Pada pukul sembilan setelah relay dari Radio Jakarta, pidato akan disampaikan di Espalanade oleh Bapak GB Josua, ketua komite perayaan untuk Sumatera. Timur, lalu Kolonel M. Simbolon, Gubernur Militer, dan Mr. Sarimin Reksodihardjo, ketua panitia persiapan negara bersatu untuk Sumatera Timur. Akhirnya, menanam pohon di Esplanade pukul sepuluh. Pada 11:30 dilakukan pawai mulai sepanjang rute berikut: Esplanade, Kesawan. Dj. Istana, Dj. Tukang Besi. Dj. Kapten, Dj. Sutomo, Dj. Serdang, Dj. Balai Kota, Dj. Rumah Bola Esplanade. Pada pukul satu siang akan mengunjungi pahlawan yang cacat. Pada pukul tiga dimulai parade. Setelah ini berbaris pasukan dengan rute. Dj Merdeka, Dj. Wali Kota, Dj Sulthan Maamun Alrasjid, Dj Tukang Besi, Dj Kapten, Dj Sutomo, Dj Serdang, Dj Balai Kota Kesawan, Sukamulia, Dj Jakarta, Dj Merdeka. Pukul 5 sore, akan dilakukan final turnamen sepakbola antara Medan Putera dan Sahata yang akan berlangsung di lokasi Kebun Bunga sementara pukul lima sore juga diadakan pertunjukan musik di Esplanade, yang kemudian disusul mulai pukul enam pertunjukan teater. Untuk Radio Medan (Gelombang 60,85 M). Pada pukul enam tigapuluh di Esplanade akan ada pidato oleh Mr GB Josua, Kolonel M. Simbolon dan Bapak Sarimin Reksodihardjo. Di malam hari akan dilanjutkan upacara keagamaan di masjid-masjid dan gereja.

Jelas terkesan bahwa perayaan hari proklamasi kemerdekaan yang kali pertama diadakan di Medan begitu bersemangat.


Parade militer RI di Esplanade, 1950
Het nieuwsblad voor Sumatra, 18-08-1950: ‘Kemerdekaan dirayakan di Medan. Empat pembicara pada pertemuan massa. Diperkirakan 55.000 orang menghadiri pertemuan massa pagi di Esplanade. Pada sore dilakukan parade militer besar dan di malam hari otoritas sipil dan militer tertinggi melakukan resepsi hari bersejarah ini. Keempat pembicara pada pertemuan massa di Esplanade: Mr. GB Josua, Sugondo, Kolonel M. Simbolon dan Sarimin Reksodihardjo’

Siapa GB Josua?

Selama masa pendudukan Jepang komplek Institut Josua ini diambil oleh tentara/militer Jepang. Setelah kemerdekaan aset Institut Josua ini diberikan kembali kepada GB Josua. Selama masa agresi Militer Belanda, Institut Josua tetap mendidik siswa-siswa utamanya anak-anak republik. Setelah pengakuan kedaulatan figur Josua makin menonjol di Medan.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-11-1949: ‘GB Josua beserta empat lainnya, menjadi pimpinan komite penyerahan kedaulatan dari Negara Sumatera Timur (NST) ke Republik Indonesia’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 30-12-1949: ‘Penyerahan Palang Merah Belanda kepada Palang Merah Indonesia di Medan yang diwakili oleh GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-05-1950: ‘GB Josua sebagai sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Medan’

Gading Batoebara, kelahiran Hoetapadang, Sipirok 10 Oktober 1901 (10-10-01). Setelah lulus Kweekschool Fort de Kock, Gading Batoebara melanjutkan sekolah ke Hogere Kweekschool di Poeworedjo dan lulus 1923. Setelah lulus, Gading Batoebara yang kemudian lebih dikenal sebagai GB Josua pulang kampung dan menjadi guru sementara di HIS swasta Sipirok (kampung halamannya). Kemudian Gading Batoebara merantau dan menjadi guru di Tandjoengpoera (Langkat). Tidak lama di Tandjongpoera, GB Josua tertarik atas tawaran untuk memajukan sekolah HIS swasta di Dolok Sanggoel. Kehadirannya membuat sekolah HIS Dolok Sanggoel maju pesat hingga akhirnya diakuisisi oleh pemerintah menjadi HIS negeri. Sukses GB Josua merancang HIS di Dolok Sanggoel membuat namanya diperhitungkan oleh pemerintah Nederlansch Indie. Dalam perkembangannya, Gading Batoebara Josua (GB Josua) diangkat menjadi guru pemerintah dan ditempatkan di Medan (De Sumatra post, 17-09-1928). Pada tahun 1929 GB Josua melanjutkan pendidikannya ke Negeri Belanda di Groningen. Setelah mendapat akte Lager Onderwijs, guru GB Josua kembali ke tanah air (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 01-12-1931). Di Medan, GB Josua mendirikan dan membangun sekolah HIS di Westenenkstraat (De Sumatra post, 02-07-1932). Sementara sekolah berjalan normal, peresmian gedung sekolah yang dibangun akhirnya dilakukan tanggal 16 Juli 1934. GB Josua diangkat sebagai anggota Komite Pendidikan di Medan (lihat De Sumatra post, 02-02-1935). Masih pada tahun yang sama, GB Josua diusulkan menjadi kandidat anggota Dewan Kota Medan. Dalam putaran terakhir Abdul Hakim dan GB Josua terpilih (lihat De Sumatra post, 04-04-1936). Abdul Hakim Harahap adalah untuk periode yang ketiga, sedangkan GB Josua adalah anggota dewan kota untuk kali pertama.

Abdul Hakim Harahap (kelahiran Sarolangoen, Djambie) adalah seorang pemain sepak bola. Abdul Hakim Harahap sudah menjadi pemain sepak bola di sekolahnya di Batavia. Abdul Hakim Harahap adalah siswa SMA jurusan perdagangan di Prins Hendrik School di Batavia (adik kelas M Hatta). Abdul Hakim Harahap juga pemain sepak bola di klub Bataksch Voetbal Vereeniging (BVV) yang didirikan oleh Parada Harahap. BVV ikut kompetisi di Bataviasche Voetbal Bond. Abdul Hakim Harahap melanjutkan sekolah ke sekolah tinggi ekonomi di Batavia dan lulus tahun 1927 dan langsung ditempatkan di bea dan cukai Medan. Meski Abdul Hakim Harahap pejabat tinggi di Medan dan juga anggota dewan kota, tetapi sebagai ‘gibol’ Abdul Hakim Harahap bersama Dr. Djabangoen Harahap mendirikan klub Sahata dan berkompetisi di Medan. Abdul Hakim, Djabangoen adan Kamaroeddin Panggabean adalah tiga pemain utama di klub Sahata. Ketika Abdul Hakim Harahap tahun 1937 dipindahkan ke Batavia (sebagai pejabat bea cukai) kepengurusan Sahata Voetbal Club, ketua digantikan oleh GB Josua. Dr. Djabangoen Harahap adalah kepala laboratorium di rumah sakit kota di Medan (rumah sakit ini kelak bernama RS Pirngadi).

Upacara Peringatan ke-6 Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1951 di Medan

Abdul Hakim dan GB Josua, dua anak Padang Sidempoean pernah sama-sama duduk di Gementeeraad Medan (lihat De Sumatra post, 04-04-1936). Kini, kedua tokoh ini berbeda posisi. GB Josua tahun ini tetap menjadi ketua komite perayaan 17 Agustus, seperti tahun lalu. Yang membacakan proklamasi di Medan dalam perayaan tahun lalu adala Ir. Soekarno melalui radio. Perayaan yang kedua kali ini, yang membacakan teks proklamasi adalah Gubernur Sumatra Utara, Abdul Hakim Harahap—teman GB Josua yang sama-sama berjuang di Dewan Kota Medan.

Sebagaiman dilaporkan Het nieuwsblad voor Sumatra, 18-08-1951, GB Josua sebagai ketua panitia juga berpidato dalam acara peraayaan ini. Isinya adalah menunjuk bahaya yang mengancam sekarang masyarakat dalam bentuk korupsi, dll, dan mengimbau masyarakat sendiri bersatu untuk memberantasnya. ‘Jika terus seperti ini, kita menyebut diri kita imperialisme kembali’ sebagaimana Mr Josua memperingatkan.

Ketika proklamasi kemerdekaan RI diadakan di Medan pada 5 Oktober 1945 sebagian warga Medan merasa senang, sebagian yang lain tidak merasa nyaman. Dua warga Medan yang antusias dengan kemerdekaan RI itu adalah dokter Dr. Djabangoen Harahap dan guru Mr. GB Josua,  Namun tidak lama kemudian, pasukan sekutu/Inggris yang awalnya bertugas membebaskan interniran Eropa/Belanda dan melucuti militer Jepang, justru memberi jalan kepada pihak militer Belanda (NICA) untuk bercokol kembali di Medan. Para Republiken kaget, ketiga Belanda/NICA makin menguat di Medan dan Sumatra Timur sebagian penduduk menyambut Belanda/NICA dengan sukacita. Para Republiken yang awalnya melakukan perlawanan terhadap sekutu/Inggris dan Belanda/NICA akhirnya terdesak dan mengungsi ke Simaloengoen dan akhirnya ke Tapanoeli (yang berpusat di Padang Sidempoean).

Ketika para pejuang dan warga Republiken mengungsi ke luar Medan, sejumlah pejuang Republiken tetap bertahan di Medan. Dua pejuang Republiken yang berjuang di Medan adalah Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua. Mengapa tetap bertahan? Warga Republiken masih terdapat sangat banyak di Medan dan Sumatra Timur.  Dua pejuang inilah yang menangani warga Republiken tersebut. Dokter Dr. Djabangoen mengurusi kesehatan para warga Republiken yang telah terdampak karena kekurangan gizi/pangan. Sedangkan guru Mr. GB Josua menangani pendidikan anak-anak Republiken dengan tetap membuka sekolahnya Josua Instituut.

Pada saat terjadi perang fisik dimana-mana di seluruh Indonesia melawan Belanda/NICA, perang kemerdekaan di Medan dan Sumatra Timur tidak pernah surut. Saat-saat inilah Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua membuka front dengan strategi perlawanan di dalam kota. Sifat perlawanannya tidak seperti perang fisik di Tapanoeli tetapi lebih pada perlawanan secara politik, apalagi Belanda/NICA terbilang telah berhasil merangkul para anti-Republik dengan mendirikan Negara Sumatra Timur (NST).  Dr. Djabangoen Harahap, Ketua Front Nasional Medan dan wakilnya Mr. GB Josua tidak hanya melakukan perlawanan secara politik tetapi juga harus berjuang untuk menyelamatkan situasi dan kondisi kesehatan para warga Republiken dan situasi dan kondisi pendidikan para warga republiken.

Akhirnya perang kemerdekaan dihentikan karena para pemimpin Indonesia sepakat dengan Belanda membawa persoalan ke meja perundingan dengan mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Keputusan KMB, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan dilakukan proses pemindahan sesingkat-singkatnya dari Belanda ke Indonesia. Namun proses pemindahan itu di pihak Republiken masih janggal. Ini karena stuktur pemerintahan yang dibentuk bersifat federalis *RIS) yang mana NSTmasih eksis (pengaruh Belanda masih nyata). Bagi Republiken perjuangan belum selesai. Perjuangan berikutnya adalah membubarkan NST dan membentuk (Negara Kesatuan) RI). Langkah pertama yang dilakukan oleh para pejuang yang dipimpin oleh Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua adalah melakukan Kongres Rakyat yang dilakukan pada bulan April 1950. Para pentolan NST melobi Mohamad Hatta (Wakil Presiden) di Djakarta untuk mempertahankan diri. Namun akhirnya Kongres Rakyat menentukan lain, NST harus dibubarkan dan dibentuk NKRI. Presiden Soekarno melihat perkembangan baru ini, lalu Soekarno mengumumkan RIS dibubarkan dan dibentuk NKRI. Kabinet Mohamad Hatta (RIS) dibubarkan dan kabinet baru NKRI dibentuk. Inilah kemenangan NKRI terhadap RIS, dan ini pula kemenangan perjuangan para Republiken di Medan dan Sumatra Timur yang membawa Indonesia menjadi NKRI (hingga sekarang). Dan ini pula kontribusi penting Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua terhadap NKRI. Dua pejuang Republiken yang tetap berjuang di wilayah federal (NST).

Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional 1945

Di Lapangan Merdeka tempat dimana diumumkan prolamasi kemerdekaan Republik Indonesia dibangun monument perjuangan yang diberi nama Monumen Perjuangan Kemerdekaan Nasional Indonesia 1945.

Tunggu deskripsi lebih lanjut. JASMERAH


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: