Pahlawan
Kota Medan begitu banyak. Sangat banyak ketika terjadi semasa agresi militer
Belanda. Namun pahlawan Kota Medan di seputar Proklamasi Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1945 sangat sepi sendiri. Bahkan kabar bahwa Indonesia
telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 para ‘pejuang’ enggan untuk
menyampaikannya ke publik. Sementara di daerah lain, para pejuang segera
memasyarakatkannya,yang lalu disambut penduduk dengan gegap gempita. Lantas
mengapa di Medan berita kemerdekaan ‘lalai’ diumumkan ke publik?
Di Bandung dan sekitarnya, berita proklamasi
sudah diketahui sejak siang pada tanggal 17 Agustus 1945 dan isi proklamasi yang
dibacakan Soekarno sudah diketahui penduduk pada malam harinya melalui radio
Bandung. Yang menyiarkan rekaman pembacaan Proklamasi Kemerdekaan RI di Radio
Bandung adalah penyiar senior, anak Medan bernama Sakti Alamsyah. Sakti
Alamsyah mendapat rekaman itu dari anak Siantar bernama Adam Malik yang diantar
langsung ke Bandung oleh anak Sungai Penuh, Jambi bernama Mochtar.
Dalam siaran pengantar rekaman isi proklamasi
ini, Sakti Alamsyah dengan menyebut: ‘Di sini Radio Republik Indonesia’,
padahal Radio Republik Indonesia (RRI) belum lahir. Suara Sakti Alamsyah sudah
sangat dikenal oleh penduduk Bandung dan sekitarnya. Keberanian Sakti Alamsyah
menyiarkan rekaman Proklamasi Kemerdekaan itu sangat diapresiasi oleh penduduk
Bandung dan sekitarnya. Siaran Radio Bandung pada malam itu dapat di dengar di
Yokyakarta dan luar negeri.
Jiwa patriot dari tiga anak muda yang bernama
Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Mochtar memang tidak diragukan. Selama
pendudukan Jepang ketiga anak muda yang berkiprah di bidang media ini pernah
sama-sama bekerja di Radio Militer Jepang. Kelak ketiga nama anak muda ini
dikenal sebagai Sakti Alamsyah Siregar (pendiri surat kabar Pikiran Rakyat di
Bandung), Adam Malik Batubara (Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden) dan Mochtar
Lubis (pendiri surat kabar Indonesia Raya di Jakarta).
Lantas
mengapa begitu lamban untuk merdeka di Medan? Pengumuman bahwa telah diproklamirkan
tanggal 17 Agustus1945 di Jakarta oleh
Soekarno-Hatta baru dilakukan tanggal 6 Oktober1945. Padahal orang yang
mendapat mandat dari Jakarta sudah tiba di Medan sejak 27 Agustus 1945. Yang
mendapat mandat tersebut adalah Mr. Teuku Muhammad Hasan yang telah diangkat di
Jakarta untuk menjadi Gubernur Sumatera.
Segera setelah pembacaan Proklamasi
Kemerdekaan RI, pada tanggal 18 Agustus 1945 di Jakarta dilakukan sidang untuk membentuk undang-undang dasar negara dan arsitektur
pemerintahan RI. Hasilnya: UUD 1945
dan Soekarno dan Mohamad Hatta menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Pada
tanggal 19 Agustus 1945 membentuk kelengkapan lembaga kenegaraan, pembagian
wilayah, komite nasional (KNI) dan lainnya. Sejumlah menteri telah ditunjuk dan
delapan gubernur diangkat. Jabatan Menteri Penerangan adalah Mr. Amir
Sjarifoedin. Untuk gubernur Sumatera diangkat Mr. Teuku Moh Hassan sebagai
Gubernur. Praktis pada tanggal 19 Agustus 1945 sudah ada tiga orang pejabat negara
asal Sumatera: Drs. Mohamad Hatta, Mr. Amir Sjarifoedin dan Mr. Teuku Moh
Hassan. Dua yang terakhir ini adalah anak Medan. Pada tanggal 22 Agustus PPKI
melakukan sidang kembali untuk menetapkan KNI (semacam badan DPR/MPR) yang mana
terpilih wakil ketua: Adam Malik..
Sejak
kedatangan Gubernur Sumatera di Medan tanggal 27 Agustus 1945 hingga 5 Oktober
1945 sudah banyak kegiatan pembentukan kenegaraan di Jakarta, tetapi kenyataannya
di Medan bahwa Indonesia telah merdeka belum juga diumumkan ke publik.
Sesungguhnya apa yang terjadi dan apa yang dikehendaki oleh para pemimpin di
Medan tidak diketahui dengan jelas. Apakah tidak ada jalur-jalur lain yang bisa
digunakan untuk memberitahukan salinan Proklamasi Kemerdekaan RI ke masyarakat
luas? Apakah tidak ada patriot seperti Sakti Alamsyah, Adam Malik dan Mochtar
Lubis?
Pada rapat umum tanggal 6 Oktober 1945 yang bertempat di Lapangan Esplanade (kini Lapangan Merdeka) Mr. Teuku Muhammad Hasan mengakui kesalahannya. Pengakuan ini di dalam pidatonya yang dihadiri 1000 orang sebagai berikut: ‘Perlu saya tekankan disini sebenarnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya. Tapi barulah sekarang dapat kami sampaikan kepada segenap lapisan masyarakat’. Namun tetap menyisakan pertanyaan yang justru sangat mendasar. Mengapa harus selama itu penduduk Medan menunggu?
Pidato
yang disebut oleh orang Medan sebagai pidato bersejarah sesungguhnya nilainya telah
jauh berkurang (masuk angin). Antara 17 Agustus 1945 dengan 6 Oktober 1945
bukanlah waktu yang singkat untuk pengumuman semendesak ini. Jika alasan bahwa
Gubenur Sumatera baru berada di Medan tanggal 27 Agustus 1945, maka perbedaan
antara waktu kedatangan dengan hari pengumuman tetaplah dianggap waktu yang
lama untuk semendesak ini. Sebaliknya, mengapa bisa begitu cepat diketahui oleh
penduduk Bandung dan sekitarnya bahwa Indonesia telah merdeka? Dalam hal inilah
duduk persoalannya.
Upacara Peringatan ke-5 Proklamasi
Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1950 di Medan
Untuk
merayakan ulang tahun hari proklamasi kelima telah dibentuk panitia yang
mana ketua komite adalah GB Josua.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-08-1950: ‘Di
Medan telah dibentuk untuk perayaan 17 Agustus 1945. Komite ini diketuai oleh
GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-08-1950 memberitahukan kronoligis
acara perayaan hari 17 Agustus sebagai berikut:
GB
Josua, pidato 17-8-1950
|
Pagi pada pukul setengah enam, warga Medan
dikumpulkan di Lapangan Merdeka (ex Esplanade). Pukul enam akan terdengar
selama lima menit lonceng gereja, sirene dan klakson lokomotif. Pada saat yang
sama para prajurit akan meniup trompet. Lalu kemudian menggerek bendera dan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. disertai dengan band militer. Lalu kemudian
hening cipta satu menit untuk menghormati para pahlawan, kemudian pukul tujuh
lewat lima menit mendengarkan relay radio dari Jakarta untuk mendengar pidato
presiden pertama Soekarno di parlemen atas nama seluruh bangsa Indonesia. Bunyi
lonceng gereja dan sirine meraung selama dua menit, dimana semua lalulintas
dihentikan, selama pembacaan proklamasi 17 Agustus 1945 dan doa bagi keselamatan
negara. Pada pukul sembilan setelah relay dari Radio Jakarta, pidato akan
disampaikan di Espalanade oleh Bapak GB Josua, ketua komite perayaan untuk
Sumatera. Timur, lalu Kolonel M. Simbolon, Gubernur Militer, dan Mr. Sarimin
Reksodihardjo, ketua panitia persiapan negara bersatu untuk Sumatera Timur.
Akhirnya, menanam pohon di Esplanade pukul sepuluh. Pada 11:30 dilakukan pawai
mulai sepanjang rute berikut: Esplanade, Kesawan. Dj. Istana, Dj. Tukang Besi.
Dj. Kapten, Dj. Sutomo, Dj. Serdang, Dj. Balai Kota, Dj. Rumah Bola Esplanade.
Pada pukul satu siang akan mengunjungi pahlawan yang cacat. Pada pukul tiga
dimulai parade. Setelah ini berbaris pasukan dengan rute. Dj Merdeka, Dj. Wali
Kota, Dj Sulthan Maamun Alrasjid, Dj Tukang Besi, Dj Kapten, Dj Sutomo, Dj
Serdang, Dj Balai Kota Kesawan, Sukamulia, Dj Jakarta, Dj Merdeka. Pukul 5
sore, akan dilakukan final turnamen sepakbola antara Medan Putera dan Sahata
yang akan berlangsung di lokasi Kebun Bunga sementara pukul lima sore juga
diadakan pertunjukan musik di Esplanade, yang kemudian disusul mulai pukul enam
pertunjukan teater. Untuk Radio Medan (Gelombang 60,85 M). Pada pukul enam
tigapuluh di Esplanade akan ada pidato oleh Mr GB Josua, Kolonel M. Simbolon
dan Bapak Sarimin Reksodihardjo. Di malam hari akan dilanjutkan upacara
keagamaan di masjid-masjid dan gereja.
Jelas
terkesan bahwa perayaan hari proklamasi kemerdekaan yang kali pertama diadakan di
Medan begitu bersemangat.
Parade
militer RI di Esplanade, 1950
|
Het nieuwsblad voor Sumatra, 18-08-1950:
‘Kemerdekaan dirayakan di Medan. Empat pembicara pada pertemuan massa.
Diperkirakan 55.000 orang menghadiri pertemuan massa pagi di Esplanade. Pada
sore dilakukan parade militer besar dan di malam hari otoritas sipil dan
militer tertinggi melakukan resepsi hari bersejarah ini. Keempat pembicara pada
pertemuan massa di Esplanade: Mr. GB Josua, Sugondo, Kolonel M. Simbolon dan
Sarimin Reksodihardjo’
Siapa GB Josua?
Selama
masa pendudukan Jepang komplek Institut Josua ini diambil oleh tentara/militer
Jepang. Setelah kemerdekaan aset Institut Josua ini diberikan kembali kepada GB
Josua. Selama masa agresi Militer Belanda, Institut Josua tetap mendidik
siswa-siswa utamanya anak-anak republik. Setelah pengakuan kedaulatan figur
Josua makin menonjol di Medan.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-11-1949: ‘GB
Josua beserta empat lainnya, menjadi pimpinan komite penyerahan kedaulatan dari
Negara Sumatera Timur (NST) ke Republik Indonesia’. Het nieuwsblad voor
Sumatra, 30-12-1949: ‘Penyerahan Palang Merah Belanda kepada Palang Merah Indonesia
di Medan yang diwakili oleh GB Josua’. Het nieuwsblad voor Sumatra, 06-05-1950:
‘GB Josua sebagai sekretaris Palang Merah Indonesia (PMI) Medan’
Gading
Batoebara, kelahiran Hoetapadang, Sipirok 10 Oktober 1901 (10-10-01). Setelah
lulus Kweekschool Fort de Kock, Gading Batoebara melanjutkan sekolah ke Hogere
Kweekschool di Poeworedjo dan lulus 1923. Setelah lulus, Gading Batoebara yang
kemudian lebih dikenal sebagai GB Josua pulang kampung dan menjadi guru
sementara di HIS swasta Sipirok (kampung halamannya). Kemudian Gading Batoebara
merantau dan menjadi guru di Tandjoengpoera (Langkat). Tidak lama di
Tandjongpoera, GB Josua tertarik atas tawaran untuk memajukan sekolah HIS
swasta di Dolok Sanggoel. Kehadirannya membuat sekolah HIS Dolok Sanggoel maju
pesat hingga akhirnya diakuisisi oleh pemerintah menjadi HIS negeri. Sukses GB
Josua merancang HIS di Dolok Sanggoel membuat namanya diperhitungkan oleh
pemerintah Nederlansch Indie. Dalam perkembangannya, Gading Batoebara Josua (GB
Josua) diangkat menjadi guru pemerintah dan ditempatkan di Medan (De Sumatra
post, 17-09-1928). Pada tahun 1929 GB Josua melanjutkan pendidikannya ke Negeri
Belanda di Groningen. Setelah mendapat akte Lager Onderwijs, guru GB Josua
kembali ke tanah air (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
01-12-1931). Di
Medan, GB Josua mendirikan dan membangun sekolah HIS di Westenenkstraat (De
Sumatra post, 02-07-1932). Sementara sekolah berjalan normal, peresmian gedung sekolah
yang dibangun akhirnya dilakukan tanggal 16 Juli 1934. GB Josua
diangkat sebagai anggota Komite Pendidikan di Medan (lihat De Sumatra post,
02-02-1935). Masih pada tahun yang sama, GB Josua diusulkan menjadi kandidat
anggota Dewan Kota Medan. Dalam putaran terakhir Abdul Hakim dan GB Josua
terpilih (lihat De Sumatra post, 04-04-1936). Abdul Hakim Harahap adalah untuk
periode yang ketiga, sedangkan GB Josua adalah anggota dewan kota untuk kali
pertama.
Abdul Hakim
Harahap (kelahiran Sarolangoen, Djambie) adalah seorang pemain sepak bola. Abdul
Hakim Harahap sudah menjadi pemain sepak bola di sekolahnya di Batavia. Abdul
Hakim Harahap adalah siswa SMA jurusan perdagangan di Prins Hendrik School di
Batavia (adik kelas M Hatta). Abdul Hakim Harahap juga pemain sepak bola di
klub Bataksch Voetbal Vereeniging (BVV) yang didirikan oleh Parada Harahap. BVV
ikut kompetisi di Bataviasche Voetbal Bond. Abdul Hakim Harahap melanjutkan
sekolah ke sekolah tinggi ekonomi di Batavia dan lulus tahun 1927 dan langsung
ditempatkan di bea dan cukai Medan. Meski Abdul Hakim Harahap pejabat tinggi di
Medan dan juga anggota dewan kota, tetapi sebagai ‘gibol’ Abdul Hakim Harahap
bersama Dr. Djabangoen Harahap mendirikan klub Sahata dan berkompetisi di
Medan. Abdul Hakim, Djabangoen adan Kamaroeddin Panggabean adalah tiga pemain
utama di klub Sahata. Ketika Abdul Hakim Harahap tahun 1937 dipindahkan ke
Batavia (sebagai pejabat bea cukai) kepengurusan Sahata Voetbal Club, ketua
digantikan oleh GB Josua. Dr. Djabangoen Harahap adalah kepala laboratorium di
rumah sakit kota di Medan (rumah sakit ini kelak bernama RS Pirngadi).
Upacara Peringatan ke-6 Proklamasi
Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1951 di Medan
Abdul
Hakim dan GB Josua, dua anak Padang Sidempoean pernah sama-sama duduk di
Gementeeraad Medan (lihat De Sumatra post, 04-04-1936). Kini, kedua tokoh ini
berbeda posisi. GB Josua tahun ini tetap menjadi ketua komite perayaan 17
Agustus, seperti tahun lalu. Yang membacakan proklamasi di Medan dalam perayaan
tahun lalu adala Ir. Soekarno melalui radio. Perayaan yang kedua kali ini, yang
membacakan teks proklamasi adalah Gubernur Sumatra Utara, Abdul Hakim Harahap—teman GB
Josua yang sama-sama berjuang di Dewan Kota Medan.
Sebagaiman dilaporkan Het nieuwsblad voor
Sumatra, 18-08-1951, GB Josua sebagai ketua panitia juga berpidato dalam acara
peraayaan ini. Isinya adalah menunjuk bahaya yang mengancam sekarang masyarakat
dalam bentuk korupsi, dll, dan mengimbau masyarakat sendiri bersatu untuk
memberantasnya. ‘Jika terus seperti ini, kita menyebut diri kita imperialisme
kembali’ sebagaimana Mr Josua memperingatkan.
Ketika
proklamasi kemerdekaan RI diadakan di Medan pada 5 Oktober 1945 sebagian warga
Medan merasa senang, sebagian yang lain tidak merasa nyaman. Dua warga Medan
yang antusias dengan kemerdekaan RI itu adalah dokter Dr. Djabangoen Harahap
dan guru Mr. GB Josua, Namun tidak lama
kemudian, pasukan sekutu/Inggris yang awalnya bertugas membebaskan interniran
Eropa/Belanda dan melucuti militer Jepang, justru memberi jalan kepada pihak
militer Belanda (NICA) untuk bercokol kembali di Medan. Para Republiken kaget,
ketiga Belanda/NICA makin menguat di Medan dan Sumatra Timur sebagian penduduk
menyambut Belanda/NICA dengan sukacita. Para Republiken yang awalnya melakukan
perlawanan terhadap sekutu/Inggris dan Belanda/NICA akhirnya terdesak dan
mengungsi ke Simaloengoen dan akhirnya ke Tapanoeli (yang berpusat di Padang
Sidempoean).
Ketika para
pejuang dan warga Republiken mengungsi ke luar Medan, sejumlah pejuang
Republiken tetap bertahan di Medan. Dua pejuang Republiken yang berjuang di
Medan adalah Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua. Mengapa tetap bertahan?
Warga Republiken masih terdapat sangat banyak di Medan dan Sumatra Timur. Dua pejuang inilah yang menangani warga
Republiken tersebut. Dokter Dr. Djabangoen mengurusi kesehatan para warga
Republiken yang telah terdampak karena kekurangan gizi/pangan. Sedangkan guru
Mr. GB Josua menangani pendidikan anak-anak Republiken dengan tetap membuka
sekolahnya Josua Instituut.
Pada
saat terjadi perang fisik dimana-mana di seluruh Indonesia melawan Belanda/NICA,
perang kemerdekaan di Medan dan Sumatra Timur tidak pernah surut. Saat-saat
inilah Dr. Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua membuka front dengan strategi
perlawanan di dalam kota. Sifat perlawanannya tidak seperti perang fisik di
Tapanoeli tetapi lebih pada perlawanan secara politik, apalagi Belanda/NICA
terbilang telah berhasil merangkul para anti-Republik dengan mendirikan Negara
Sumatra Timur (NST). Dr. Djabangoen
Harahap, Ketua Front Nasional Medan dan wakilnya Mr. GB Josua tidak hanya
melakukan perlawanan secara politik tetapi juga harus berjuang untuk menyelamatkan
situasi dan kondisi kesehatan para warga Republiken dan situasi dan kondisi
pendidikan para warga republiken.
Akhirnya perang
kemerdekaan dihentikan karena para pemimpin Indonesia sepakat dengan Belanda
membawa persoalan ke meja perundingan dengan mengadakan Konferensi Meja Bundar
di Den Haag. Keputusan KMB, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia dan dilakukan
proses pemindahan sesingkat-singkatnya dari Belanda ke Indonesia. Namun proses
pemindahan itu di pihak Republiken masih janggal. Ini karena stuktur
pemerintahan yang dibentuk bersifat federalis *RIS) yang mana NSTmasih eksis
(pengaruh Belanda masih nyata). Bagi Republiken perjuangan belum selesai.
Perjuangan berikutnya adalah membubarkan NST dan membentuk (Negara Kesatuan) RI).
Langkah pertama yang dilakukan oleh para pejuang yang dipimpin oleh Dr.
Djabangoen Harahap dan Mr. GB Josua adalah melakukan Kongres Rakyat yang
dilakukan pada bulan April 1950. Para pentolan NST melobi Mohamad Hatta (Wakil
Presiden) di Djakarta untuk mempertahankan diri. Namun akhirnya Kongres Rakyat
menentukan lain, NST harus dibubarkan dan dibentuk NKRI. Presiden Soekarno
melihat perkembangan baru ini, lalu Soekarno mengumumkan RIS dibubarkan dan
dibentuk NKRI. Kabinet Mohamad Hatta (RIS) dibubarkan dan kabinet baru NKRI
dibentuk. Inilah kemenangan NKRI terhadap RIS, dan ini pula kemenangan
perjuangan para Republiken di Medan dan Sumatra Timur yang membawa Indonesia
menjadi NKRI (hingga sekarang). Dan ini pula kontribusi penting Dr. Djabangoen
Harahap dan Mr. GB Josua terhadap NKRI. Dua pejuang Republiken yang tetap
berjuang di wilayah federal (NST).
Monumen
Perjuangan Kemerdekaan Nasional 1945
Di
Lapangan Merdeka tempat dimana diumumkan prolamasi kemerdekaan Republik
Indonesia dibangun monument perjuangan yang diberi nama Monumen Perjuangan
Kemerdekaan Nasional Indonesia 1945.
Tunggu
deskripsi lebih lanjut. JASMERAH
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar