Minggu, Agustus 28, 2016

Sejarah Kota Medan (36): Mr. Luat Siregar dari Sipirok; Walikota Medan Pertama dan Residen Sumatera Timur Pertama (1945)



Mr. Luat Siregar adalah walikota pertama Kota Medan di era Republik Indonesia. Mr. Luat Siregar diangkat menjadi walikota pada tanggal 3 Oktober 1945. Pada tahun yang sama (1945) posisinya ditingkatkan dan diangkat menjadi Residen Sumatera Timur. Pada tahun 1946 menjadi Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI).

Di Lampung sejak proklamasi kemerdekaan RI, diangkat menjadi Residen adalah Mr. Abdul Abbas Siregar. Pada tanggal 9 September 1946, Mr. Abdul Abbas Siregar ditarik ke Jakarta.
.
Luat Siregar

Algemeen Handelsblad, 20-12-1934
Luat Siregar lahir di Sipirok 28 November 1908 di Sipirok (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-02-1953). Setelah menyelesaikan HIS di Sipirok, Luat Siregar melanjutkan studi ke Batavia, Luat Siregar lulus ujian akhir MULO di Batavia tahun 1926 (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-05-1926). Luat Siregar melanjutkan ke AMS dan selanjutnya masuk perguruan tinggi bidang hukum. Pada tahun 1931 Luat Siregar lulus ujian tingkat dua Rschtshoogeschool (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-07-1931). Pada tahun 1934 Luat Siregar dilaporkan lulus candidat Doctoraal Indische recht di Leiden tanggal 20 Desember 1934 (lihat Algemeen Handelsblad, 20-12-1934).

Setelah lulus sekolah hokum di Leiden (mendapat gelar MR), Mr. Luat Siregar pulang ke tanah air. Pada tahun 1935 Mr. Luat Siregar diangkat menjadi pengacara di Raad van Justitie te Medan (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-08-1935). Di Medan, Mr. Luat Siregar masuk organisasi kemasyarakatan Taman Persahabatan.

De Sumatra post, 30-06-1936
De Sumatra post, 30-06-1936 Taman Persahabatan. Perubahan manajemen. Seperti kita ketahui, serikat Taman Persahabatan Minggu 27 Juni diadakan pertemuan tahunan di clubhouse nya di Wilhelminastraat, di mana papan telah mengalami perubahan. Presiden sekarang dirasakan oleh Mr. Loeat Siregar.

Pada tahun 1936 Mr. Luat Siregar terpilih sebagai Ketua Taman Persahabatan. Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Taman Persahabatan mencoba untuk membentuk sarikat pedagang pribumi (Inlandsche Handelsvereeniging) di Sumatra Timur, Aceh dan Tapanuli. Pembentukan sarikat ini ditujukan untuk membangun kemampuan para pedagang pribumi (yang lemah disbanding para pedagang Tionghoa).

Pada tahun 1937 Mr. Luat Siregar dicalonkan untuk pemilihan anggota dewan kota (gementeeraad) Kota Medan. Terdapat 21 kandidat untuk memperebutkan lima kursi untuk pribumi di dewan. Dari kandidat itu akan mengerucut beberapa calon saja (De Sumatra post, 16-03-1937). Diantara delapan calon ini terdapat Mr. Loeat Siregar, Dr. Gindo Siregar dan Dr. Djabangoen Harahap, Madong Loebis, GB Josua Batubara dan Soeleiman Hasiboean. Yang lolos dari perolehan suara hanya satu orang. Delapam yang tersisa akan dilakukan pemilihan lanjutan untuk memperebutkan empat kursi lagi.

Pada tahun 1937 di Medan dibentuk komisi ekonomi dari Parindra, dimana Loeat Siregar mewakili dari sarikat buruh pribumi (Inlandsche handelsvereeniging). Tugas komite adalah untuk melakukan sebuah penyelidikan atas kondisi ekonomi diantara penduduk asli disini. Dari hasil penelitian ini akan dipersiapkan laporan yang harus dikirim ke Parindra pusat. Kegiatan penyelidikan itu juga dianggap sebagai pelayanan kepada Pemerintah (De Sumatra post, 04-10-1937).

Mr. Loeat Siregar menginisiasi untuk mengadakan rapat besar di Medan. Pertemuan public dimaksudkan untuk mendapatkan dukungan agar komposisi anggota dewan sama jumlahnya antara orang-orang ETI/Belanda dengan pribumi terutama di tiga kota Medan, Padang dan Palembang. Dari hasil rapat ini dibentuk suatu komite yang terdiri dari Mr. Loeat Siregar sebagai ketua. Anggota antara lain Soeleiman Hasiboean (anggota dewan kota), editor Pewarta Deli dan editor Sinar Deli (lihat De Sumatra post, 23-11-1937).

Pewarta Deli adalah surat kabar berbahasa Melayu yang terbit pertama tahun 1909. Sedangkan Sinar Deli terbit pertama tahun 1926.

Walikota Medan dan Residen Sumatera Timur

Selama pendudukan Jepang (1942-1945), Mr. Loeat Siregar memegang jabatan sebagai sekretaris pertama Kota Medan. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan RI, Mr. Loeat Siregar diangkat menjadi Walikota Medan.

Di Kota Surabaya karir seperti Mr. Loeat Siregar ini juga dilakukan oleh Radjamin Nasution. Pada masa pendudukan Jepang, Dr. Radjamin Nasution, mantan anggota dewan kota (pada era Belanda) diangkat pemerintah militer Jepang sebagai wakil walikota (sekretaris) di Surabaya. Setelah kemerdekaan Dr. Radjamin Nasution diankat sebagai walikota Surabaya. Dr. Radjamin Nasution adalah walikota pribumi pertama di Surabaya dan Mr. Loeat Siregar adalah walikota pribumi pertama di Medan.

Mr. Loeat Siregar menjadi walikota Medan tidak lama karena statusnya dinaikkan menjadi Residen Sumatera Timur. Sebagai residen di Sumatera Timur, Mr. Loeat Siregar diangkat sebagai Ketua KNI Sumatera Timur. Pada tahun 1947 Mr. Loeat Siregar terpilih menjadi anggota KNI Pusat (KNIP) untuk ke Yogyakarta.

Ketika Mr. Loeat Siregar menjadi Residen Sumatera Timur, di Lampung posisi residen dijabat oleh Mr. Abdul Abbas Siregar. Selama era Belanda, Mr. Abdul Abbas Siregar, kelahiran Medan ini adalah pengacara di Tandjong Karang dan menjadi salah satu anggota PPKI yang diketuai oleh Soekarno. Mr. Loeat Siregar anak Sipirok adalah residen pertama Sumatera Timur dan Mr. Abdul Abbas Siregar anak Medan yang menjadi Residen pertama Lampung.  

Pada saat Sumatera Timur dikuasai Belanda, posisi Mr. Loeat Siregar yang republiken ini digantikan oleh orang lain. Selama tahun 1946 terjadi kekacauan di Sumatera Timur. Posisi residen Sumatera Timur (Mr. Loeat Siregar) sangat dilematis. Di satu sisi para keluarga kesultanan menganggap republik akan mendatangkan penderitaan, di sisi lain, para garis keras republik yang tergesa-gesa menganggap pimpinan republic di Sumatera Timur salah urus pemerintah. Dua pihak yang berseberangan memicu munculnya apa yang disebut revolusi sosial (pembunuhan terhadap keluarga dan kerabat kesultanan). Mr. Loeat Siregar yang seakan ‘Sheriff di Wild West’ tak berdaya diantara dua kekuatan yang berseteru (kesultanan vs republiken). Mr. Loeat Siregar mengundurkan diri (hal serupa ini juga berikutnya terjadi di Tapanuli: antara pimpinan republik dan TNI dengan kelompok garis keras).

Keluarga kesultanan di Sumatera Timur mendapat bantuan dari Belanda (yang kemudian terbentuknya Negara Sumateras Timur). Melihat situasi dan kondisi yang semakin memanas, para republic disingkirkan dan mulai mengungsi ke luar kota (hingga akhirnya ke Tapanuli). Lalu pemerintahan republik Sumatera Timur mengungsi ke Pematang Siantar. Yang menjadi residen Sumatera Timur di pengungsian pemerintah pusat menugaskan Mr. Abdul Abbas Siregar (dari pusat) sebagai pejabat Residen Sumatera Timur di pengungsian.

Selama agresi Militer Belanda yang kedua (1948), peran Mr. Loeat Siregar dan peran Mr. Abdul Abbas Siregar tidak terlihat. Situasi dan kondisi semakin meruncing (antara Belanda vs Republik). Pemerintah pusat mengangkat Dr. Gindo Siregar sebagai gubernur Militer Sumatera Utara (Tapanuli, Aceh dan Sumatera Timur) dan di Residentie Tapanuli diangkat Abdul Hakim Harahap (sebagai residen militer Tapanuli).

Parlemen Pusat

Pada tahun 1950 Mr. Loeat Siregar menjadi anggota parlemen di Jakarta mewakili Partai Rakyat Kedaulatan. Pada saat pembentukan pemerintahan di Sumatera Utara pasca pengakuan kedaulatan RI, yang ditunjuk untuk posisi gubernur adalah Abdul Hakim Harahap (1951-1954).

Mr. Loeat Siregar tidak berumur panjang. Surat kabar bebahasa Belanda yang berbasis di Medan Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-02-1953Bapak melaporkan Mr. Luat Siregar telah meninggal dunia di Medan pada hari Kamis sore pada pukul 3:30.

Mr. Loeat Siregar telah mengawali sebagai walikota pribumi di Kota Medan. Walikota Medan selanjutnya adalah sebagai berikut:

·         M. Yusuf (1945-1947)
·         Djaidin Purba (1947-1952)
·         AM. Jalaludin (1952-1954)
·         Muda Siregar (1954-1958)
·         Madja Purba (1958-1961)
·         Basyrah Lubis (1961-1964)
·         PR. Telaumbanua (1964-1965)
·         Aminurasyid (1965-1966)
·         Sjoerkani (1966-1974)
·         M. Saleh Arifin (1974-1980)
·         AS. Rangkuty (1980-1990)
·         Bachtiar Djafar (1990-2000)
·         Abdillah (2000-2009)
·         Afifuddin Lubis (2009-2010)
·         Rahudman Harahap (2010-201?)


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: