Selasa, Agustus 30, 2016

Sejarah Kota Medan (38): Haji Muda Siregar, Ditahan Belanda di Sibolga (1946); Menjadi Residen Sumatera Timur (1951) dan Walikota Medan (1954)



Namanya kemudian lebih dikenal sebagai Hadji Moeda Siregar. Posisinya saat itu adalah Walikota Medan. Moeda Siregar mengawali karir sebagai pegawai di Kantor Dinas Sipil di Sibolga. Pada tahun 1936 Moeda Siregar dipindahkan tetap sebagai pegawai ke Kantor Residen di Sibolga (lihat De Indische courant, 17-02-1936).

Pada masa pendudukan Jepang tidak diperoleh informasi tentang Moeda Siregar. Baru pada pasca proklamasi ketika Sibolga ditetapkan kembali sebagai ibukota Residentie Tapanuli, Mooeda Siregar sebagai salah satu pejabat di Kantor Residen Tapanuli (Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-05-1946). Pada bulan Mei 1946 Moeda Siregar termasuk salah satu dari 43 orang yang ditangkap Belanda. Teman Moeda Siregar yang termasuk ditangkap adalah M. Nurdin (Kepala Polisi Tapanuli yang kelak menjadi Bupati Tapanuli Selatan).

Pada saat pembentukan pemerintahan baru (pasca pengakuan kedaulatan RI) di Sumatera Utara tahun 1950 sejumlah pejabat diangkat di Sumatera Utara. Untuk Bupati Tapanuli Selatan diangkat Moeda Siregar. Sebelumnya, Muda Siregar sudah diangkat sebagai Bupati Tapanuli Selatan ketika masa agresi militer Belanda.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-06-1949: ‘Organisasi Republik di Padang Sidempuan. Pembentukan organisasi republik Padang Sidempuan (Tapanuli Selatan) yang dipimpin oleh Abdullah Hakim, Ir. Amru dan Bupati Muda Siregar. Mereka ini adalah republic sebelum periode tindakan polisi kedua (angresi militer kedua). Penasehat adalah Residen Tapanuli, anggota panitia kerja adalah Dewan Perwakilan Tapanuli dan Bupati Padang Sidempuan. Organisasi ini akan mengejar cita-cita republik dan pemerintah dukungan Sukarno-Hatta dalam pelaksanaan perjanjian Van Royen-Rum. Setelah pemerintah republik dipulihkan di Yogya, organisasi baru ini akan kontak ke Yogya yang dimaksudkan bahwa seluruh Tapanuli sebagai subdivisi dan tetap republik. Di Sibolga, Partai Republik sudah beberapa bulan yang lalu diselenggarakan yakni oleh Mr Nawawi Harahap’.

Setelah semua bupati di Sumatera Utara diangkat dan dewan perwakilan telah dibentuk lalu pada awal tahun 1951 gubernur Sumatera Utara secara definitif diangkat (untuk menggantikan posisi Sarimin R sebagai pejabat sementara yang ditunjuk Kemeneterian Dalam Negari dalam proses pembentukan pemerintahan di Sumatera Uatara). Untuk posisi jabatan Gubernur Sumatera Utara diangkat Abdul Hakim Harahap (1951). Moeda Siregar termasuk yang diangkat Gubernur Abdul Hakim Harahap sebagai pejabat utama di Kantor Gubernur Sumatera Utara.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-03-1951: ‘Bestuurs coordinator voor Tapanuli. Gubernur Sumatera Utara mengangkat Binanga Siregar gelar Sutan Mangaradja Moeda menjadi coordinator para bupati di daerah Tapanuli (setingkat Residen). Muda Siregar, Kepala Daerah (bupati) Kabupaten Tapanuli Selatan di Padang Sidempuan diangkat menjadi pejabat di kantor residen di kantor gubernur di Medan’.

Posisi Moeda Siregar adalah pejabat setingkat Residen. Ketika kali pertama konferensi dewan pemerintahan Sumatera Utara. Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim Harahap membuka konferensi. Beberapa pejabat yang hadir antara lain pejabat setingkat residen di kantor Gubernur (Daudsjah dan Moeda Siregar) dan Koordinator pemerintahan untuk Tapanuli, Binanga Siregar (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 07-05-1951).

Ini berarti pada fase awal pemerintahan Gubernur Abdul Hakim Harahap tiga pejabat utama (setingkat Residen) adalah: Daudsjah untuk Aceh, Moeda Siregar untuk Sumatera Timur dan Binanga Siregar untuk Tapanuli.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-04-1953
Tugas pertama Moeda Siregar di Medan pada tahun 1951 adalah menormalisasi permasalahan lahan di Sumatera Timur (lihat De Telegraaf, 31-07-1951). Setelah situasi kondusif di Medan dan Sumatera Timur, Moeda Siregar menunaikan ibadah haji ke Mekkah (Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-04-1953).

Pada saat itu seorang pejabat pemerintah jarang yang pergi menunaikan haji atau karena memang tidak terlaporkan. Namun, Moeda Siregar dapat melakukannya dan dipublikasikan. Sejak kepulangan dari tanah suci Mekkah, gelar Moeda Siregar menjadi Haji. Sejak pulang haji namanya kerap disebut Haji Muda Siregar.


Setelah selesai masalah pertanahan di Medan dan Sumatera Timur. Hadji Muda Siregar dipromosikan sebagai pejabat agraria di Kementerian Pertanian di Jakarta.

Java-bode, 24-06-1954
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 24-06-1954: ‘Resident Muda Siregar Bidang Pertanian. Residen Muda 'Siregar, Kepala kantor untuk distribusi tanah di Sumatera Timur, pindah ke Jakarta di mana ia akan tersedia kepada Menteri Agraria. Resident Muda Siregar ini akan mengundurkan diri posisinya saat ini dan pertengahan Juli pindah ke lokasi baru. Hal ini belum diketahui siapa yang akan menggantikannya sebagai kepala distribusi tanah yang baru’.

Namun promosi Haji Muda Siregar dipindahkan ke Jakarta mendapat penolakan dari warga. Warga yang diwakili Sarikat Tani Islam Indonesia Sumatera Utara menganggap pemindahan Muda Siregar ke Jakarta tidak adil karena Muda Siregar masih diperlukan di daerahnya.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-07-1954: ‘Memprotes mentransfer Residen Muda Siregar. Serikat Tani Islam Indonesia (STII) di Sumatera Utara telah berdemo hari ini terhadap transfer kepala departemen di kantor Gubernur Sumatera Utara di Medan, H. Muda Siregar menjadi pejabat di menteri urusan pertanian di Jakarta. Pemindahan inio tidak adil dan masih diperlukan sebagai residen di Sumatera Timur’

Gubernur Sumatera Utara, SM Amin Nasution kembali dari Jakarta (Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-08-1954). SM Amin Nasution memaparkan bahwa tengah dipersiapkan Provinsi Sumatera Utara menjadi tiga provinsi sebagaimana itu pada masa sebelum perang (era Belanda). Langkah pertama sebelumnya adalah penunjukan Muda Siregar sebagai Residen Tapanuli, namun dalam pelantikannya tidak dihadiri oleh anggota dewan Tapanuli Utara, yang hadir adalah anggota dewan Tapanuli Selatan dan para pihak yang diundang.

Menurut SM Amin Nasution selain pembagian tiga wilayah, juga ada opsi menjadikan provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara (gabungan Tapanuli dan Sumatera Timur). Namun bagaimana posisi Sumatera Timur sangat tergantung dan sebagai konsekuensi logis dari pemulihan yang terjadi di Residentie Tapanuli dan Aceh (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-08-1954).

Penolakan terhadap Haji Muda Siregar apakah karena Haji Muda Siregar NU? Akhirnya yang menjadi residen Tapanuli yang diangkat adalah Binanga Siregar? Penunjukkan Binanga Siregar terbukti tidak mengalami resistensi di Tapanuli. Sebagaimana diketahui pada periode ini di Kementeriaan Dalam Negeri dikuasai oleh NU. AM Djalaloedin dan Haji Muda Siregar adalah orang NU.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 18-08-1954. Residen Tapanuli. Mr Binanga Siregar, Sabtu di Sibolga akan secara resmi dilantik sebagai Residen Tapanuli. Gubernur Mr. SM. Amin bermaksud untuk melanjutkan Jumat ke Sibolga untuk upacara ini’.

Walikota Medan

Dalam perkembangannya, Haji Muda Siregar tidak jadi promosi ke Jakarta, dan juga pengangkatannnya sebagai Residen Tapanuli juga tidak terlaksana. Pada bulan Desember 1954, Haji Muda Siregar gelar Sutan Doli diangkat menjadi Walikota Medan. Posisi Muda Siregar sebagai Residen Sumatera Timur akan digantikan AM Djalaloedin walikota Medan. Ini berarti kedua pejabat ini akan bertukar tempat, Haji Muda Siregar menjadi Walikota Medan.

Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-12-1954
Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-12-1954: ‘Walikota baru tiba. Kemarin warga Muda Siregar, yang baru saja diangkat walikota Medan, tiba dari Jakarta. Gubernur Mr. SM. Amin, yang berangkat seminggu yang lalu untuk pembicaraan layanan ke Jakarta, diharapkan kembali besok. Pelantikan walikota yang saat ini AM. Djalaluddin diangkat menjadi Residen Sumatera Timur, dan sebaliknya Residen Muda Siregar menjadi walikota Medan, Pelantikan  mungkin akan berlangsung pekan depan’.

Masa tugas SM Amin Nasution sebagai Gubernur Sumatera Utara akan berakhir. Lantas siapa yang akan menjadi Gubernur Sumatera Utara berikutnya. Untuk kandidat utama local ada dua: AM. Djalaluddin dan Haji Muda Siregar. Kandidat lainnya adalah Sutan Kumala Pontas. Hanya tiga orang ini yang tengah bersaing, kebetulan ketiga kandidat ini adalah NU.

Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 19-07-1956: ‘Kandidat anggota dewan dari Nahdatul Ulama di dapil VII (Sumatera Utara) sebanyak dua orang: Shech Mustopa Husin (Padang Sidempuan) dan Haji Muda Siregar (Medan)’,

De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 24-07-1956: ‘Gubernur Sumatera Utara tidak memiliki saat ini. Hanya ada seorang gubernur bertindak, Mr. Sutan Komala Pontas dari Nahdlatul Ulama. Namun, ada beberapa kandidat untuk posting ini: Mr Komala Pontas sendiri, walikota Medan, Haji Muda Siregar, Residen Sumatera Timur AM. Djalaloeddin. Mantan Gubernur Sumatera Utara, Abdul Hakim dan mantan gubernur Mr. Amin Nasution yang bekerja sebelumnya sebagai administrator di daerah ini. Mr. Amin Nasution adalah PNI, Abdul Hakim adalah Masyumi sedangkan tiga kandidat semua anggota Nahdlatul Ulama. Sudah pasti diterima sebagai gratis, posting ini memang akan pergi ke salah satu Nahdlatul Ulama’.

Haji Muda Siregar, 1955
Haji Muda Siregar adalah walikota Medan yang kelima. Walikota pertama adalah Mr. Loeat Siregar. Jika Muda Siregar dari Residen Sumatera Timur menjadi Walikota Medan, sebaliknya Mr. Loeat Siregar awalnya sebagai Walikota Medan baru kemudian menjadi Residen Sumatera Timur.

Loeat Siregar (1945-1945)
M. Yusuf (1945-1947)
Djaidin Purba (1947-1952)
AM. Jalaludin (1952-1954)
Muda Siregar (1954-1958)


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: