Hanya
beberapa daerah yang tersisa di Indonesia yang masih republik (pro kemerdekaan
RI), yakni: Jokjakarta, Lampung, Tapanuli dan Aceh. Selebihnya tak peduli lagi dengan
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang diproklamirkan pada 17 Agustus
1945.
Pemimpin
dari wilayah-wilayah yang kontra kemerdekaan RI tersebut telah membentuk BFO
(Bijeenkomst voor Federaal Overleg) pada tahun 1948. Di Tapanuli, Republik
Indonesia sempat melemah akibat adanya revolusi social (dari perusuh). Namun
Mr. Abbas Siregar mampu menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Tapanuli.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-09-1948 |
Kedaulatan
Republik Indonesia di Tapanuli tetap terjaga. Semua infiltrasi dapat dicegah.
Republik Indonesia adalah harga mati. Tidak ada tawar menawar. Tokoh utama
dalam mempertahankan Republik Indonesia di Tapanoeli adalah Mr. Abdul Abbas
Siregar.
Abbas pidato di pertemuan Republik dan BFO di Batavia (1949) |
Republik
Indonesia Serikat (RIS) adalah suatu negara federasi yang berdiri pada tanggal
27 Desember 1949 sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja
Bundar: Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan
Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for
Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB. RIS ditandatangani oleh para Pimpinan
Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS. Sebanyak 15 adalah gabungan
Negara Bagian dan Negara Otonom (lihat table di atas). Satu lagi adalah
perwakilan dari Negara Republik Indonesia (gabungan Atjeh, Tapanoeli,
Djogjakarta dan Lampung). Republik Indonesia Serikat dibubarkan pada 17 Agustus
1950. Ini adalah kemenangan bagi Republik Indonesia dalam mempertahankan Negara
Kesatuan RepublikIndonesia (NKRI). Itulah komitmen dari penduduk Tapanoeli.
Mr. Abdul Abbas
Siregar: Anak Medan
Mr.
Abdul Abbas Siregar, bukan anak Padang Sidempuan tetapi anak Medan sejati.
Lahir dan meninggal di Medan, tetapi berjuang sepenuh hati di luar Medan. Mr.
Abdul Abbas Siregar lahir di Diski, Medan 1906). Setelah tamat sekolah menengah
atas Abdul Abbas Siregar berangkat studi ke Batavia. Masuk kuliah di rechtshoogeschool
(sekolah tinggi hukum). Sekampus dengan Amir Sjarifoedin.
De Sumatra post, 20-05-1926 |
Ini juga yang
dilakukan oleh Mr. Amir Sjarifoedin Harahap (lahir di Medan 1907), anak Medan
yang berjuang di luar Medan (Menteri Pertahanan dan Perdana Menteri RI).
Sebaliknya, Abdul Hakim Harahap (lahir di Sarolangun 1905), anak Sarolangun,
Jambi justru berjuang di Medan. Abdul Hakim Harahap adalah anggota dewan (gementeeraad)
Kota Medan selama tujuh tahun (1930-1937) dan Gubernur Sumatera Utara yang
keempat (1951-1954). Anak-anak Medan, pulang kampong ke
Medan De Sumatra post, 20-05-1926
Setelah
lulus kuliah, Abdul Abbas Siregar tidak pulang kampong ke Medan lagi (meski
selama kuliah tiap tahun pulang ke Medan). Abdul Abbas Siregar memilih berprofesi
sebagai pengacara dan berkiprah di
Tandjoeng Karang (Lampong).
Pada tahun 1938,
seorang anak Lampung (kelahiran Sibolga) bernama Gele Harun Nasution baru
pulang studi sekolah hukum di Leiden. Gele Harun Nasution membuka kantor
pengacara di Tanjung Karang. Mr. Abdul Abbas Siregar dan Mr. Gelen Harun
Nasution adalah dua pengacara pemberani di Lampung. Lampong menjadi
daerah setengah republik. Yang bernar-benar sepenuhnya republik hanya tinggal empat
wilayah: Tapanoeli, Aceh dan Jogjakarta (ibukota RI) dan Sumatra Barat.
Sementara itu di Sumatra Tengah, Residen Pertama yang ditunjuk adalah Mr. Masdoelhak
Nasution, PhD, alumni Leiden yang pulang ke tanah air pada awal pendudukan
Jepang. Kemudian Masdoelhak dipindahkan ke Jogjakarta (ibukota RI) sebagai
penasehat hokum Soekarno dan Hatta. Masdoelhak meraih gelar PhD dengan predikat
Cum Laude.
Selama
pendudukan Jepang tidak terdeteksi kabar berita Mr. Abdul Abbas Siregar. Baru
pada saat jelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Mr. Abdul Abbas
Siregar diketahui berada di Jakarta..
Mr. Abdul Abbas Siregar adalah salah satu dari 27 anggota dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini bertugas untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Panitia semacam MPR ini dibentuk pada tanggal 7 Agustus 1945. PPKI menggantikan panitia sebelumnya yang disebut Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Badan ini dibentuk oleh pemerintah pendudukan Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 sebagai pantia dalam upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia yang mana Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 yang beranggotakan sebanyak 62 orang. Salah satu anggotanya adalah Parada Harahap. Dengan demikian Mr. Abdul Abbas Siregar telah menggantikan posisi Parada Harahap. Kedua tokoh ini berasal dari kampong yang sama: Padang Sidempuan. Hanya mereka berdua tampaknya yang berasal dari Sumatera Utara.Setelah proklamasi, pemerintah RI yang baru menunjuk Mr. Abdul Abbas Siregar sebagai Residen Lampung (Residen Pertama). Mr. Abdul Abbas Siregar adalah orang yang diutus dari Jakarta untuk mengabarkan bahwa Indonesia telah merdeka. Sebagai Residen Lampong yang diangkat oleh pemerintah RI di pusat (Djakarta), Mr. Abdul Abbas tugas pertamanya adalah membentuk Komite Nasional di Daerah Lampung.
Tidak lama
setelah Proklamasi Kemerdekaan Belanda datang kembali dan mulai melakukan
langkah agresi militer. Mr. Abdul Abbas Siregar yang Repuliken ditekan oleh
suatu kelompok yang tidak jelas. Mr. Abdul Abbas Siregar dikudeta dan tidak melepaskan
jabatannya tetapi kembali ke pusat di Djogjakarta (ibukota RI pindah dari
Jakarta ke Djokjakarta) pada tanggal 9 September 1946. Hingga tahun 1947 Mr. Abdul Abbas masih Residen Lampoeng secara definitif, sebab pengangkatannya ditandatangani Presiden Soekarno bukan oleh kelompok tertentu di Lampong. .
Ketika
di Medan (di kampong halamannya) sudah dikuasai Belanda dan para republiken
sudah mengungsi ke Pematang Siantar, pemerintah pusat di Jogjakarta mengutus Mr.
Abdul Abbas Siregar sebagai pejabat Residen Sumatra Timur di Pematang Siantar
(pengungsian). Kemudian, eskalasi perang semakin meningkat,
ketika Belanda merangsek ke luar Medan dan memasuki Pematang Siantar (dan
kemudian Tapanoeli). Dalam angresi militer pertama (1947) Kolonel Mr. Abdul Abbas sebagai Residen Sumatra Timur ditangkap militer Belanda dan ditahan ke Sawahlunto. Status pimpinan di Sumatra Utara (yang secara defacto meliputi seluruh Tapanoeli) diubah menjadi status perang dengan mengangkat Gubernur
Militer (yang ditunjuk Dr. Gindo Siregar). Jelang agresi militer kedua Kolonel Mr. Abdul Abbas dilepaskan dan berangkat ke Padang Sidempoean.
Situasi semakin tidak terkendali, TNI yang berperang dan
kewalahan dengan militer Belanda, arus pengungsi dari Medan dan Sumatra Timur
terus meningkat. Satu-satunya wilayah yang masih aman adalah Tapanuli Selatan
(ibukota Padang Sidempuan). Meski aman tetapi tidak nyaman, selain pengungsi
yang semakin banyak juga semua pasukan republic sudah menumpuk di Tapanuli
Selatan. Saat itulah yang muncul ketegangan di antara penduduk asli dengan para
pendatang yang mengungsi. Banyak yang tidak bisa mengendalikan diri lalu
melakukan pemberontakan pada tanggal 10 September 1948 yang dipimpin Pajoeng Bangoen. Komandan TNI Padang
Sidempuan, Kapten Koima Hasibuan tewas. Lalu kemudian petinggi Republic dan petinggi TNI di Padang Sidempuan ditangkap termasuk Kolonel Mr, Abdul Abbas Siregar dan Majoor Maraden Panggabean serta Majoor Jenderal Dr. Gindo Siregar. Situasi dan
kondisi itulah yang dikenal sebagai revolusi social di Tapanuli (seperti
sebelumnya terjadi revolusi social di Sumatra Timur). Namun secepatnya
terkendali setelah wakil presiden M. Hatta datang ke Tapanoeli. Panglima Siliwangi Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengirim (baca: mutasi) dua perwira terbaiknya ke Tapanuli Selatan, yakni Letkol Kawilarang dan Mayor Ibrahim Adjie. Tapanuli Selatan adalah kampung halaman Abdul Haris Nasution.
***
Mr. Abdul Abbas Siregar (foto 1949) |
Istrinya yang sangat setia sangat kehilangan dengan
meninggalnya Mr. Abdul Abbas Siregar. Istri almarhum Mr. Abdul Abbas Siregar yang
telah dikenalnya sejak mahasiswa itu tidak bisa menahan tangis. Istri Mr. Abdul
Abbas Siregar lebih dikenal sebagai Prof. Mr. Mrs. A. Abas Manoppo (dekan
fakultas di awal pendirian USU).
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe
4 komentar:
Perasaan opa dan keluargaku bukan Siregar, tapi Hutasuhut.
Boleh jadi reporter surat kabar Het Nb voor Sumatra (1948) salah mengutip nama (marga) Mr. Abdul Abbas.
Benar kata A.D Abas, bahwa Mr. Abbas adalah marga Hutasuhut, beliau adalah anak dari Sutan mahadat hutasuhut. Rumah keluarganya di hutasuhut pas di pinggir jalan lintas Sumatera sempat menjadi kantor kejaksaan sipirok. Kini rumah itu sudah kurang terurus.
Okelah itu satu hal. Saya berharap ada sukarelawan yang menulis Sejarah Mr Abdul Abbas secara lengkap.Sayang tokoh sekaliber ini belum ada yang menulisnya. Gagasannya dapat dimulai dari artikel-artikel yang relevan dalam blog ini maupun pada blog Poestaha Depok. Saya dapat mendukung dengan menyerahkan data yang saya miliki. Bagi sukarelawan, terutama yang muda-mudalah, yang dapat melakukan penggalian data di Tapanuli Selatan dan Medan, apakah dengan para kerabatnya atau nara sumber lainnya yang relevan. Hal serupa ini sudah banyak yang saya dukung di berbagai kota. Selamat belajar sejarah dan selamat mencoba.
Posting Komentar