Senin, Juni 21, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (50): Sejarah Batak; Sebab Orang Batak Tidak Menulis Sejarah Meski Memiliki Aksara Sejak Zaman Kuno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Semua kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia sudah ditulis sejarahnya. Hanya kerajaan-kerajaan di Tanah Batak yang tidak pernah ditulis dan tidak ada yang bersedia menulisnya. Lantas apakah karena kerajaan-kerajaan Batak tidak pernah ada? Banyak data historis yang menunjukkan keberadaannya seperti candi di Simangambat dan candi-candi di Padang Lawas.  Lantas apakah karena tidak ada yang tertulis? Cukup banyak. Jadi, mengapa tidak pernah ditulis? Kerajaan-kerajaan di Tanah Batak tidak bersifat monarkis tetapi federalis. Karena itu tidak perlu ditulis, tetapi sejarah kerajaan-kerajaan di Tanah Batak sidah terekam dalam sistem sosial yang sudah baku (yang justru masih bisa dibaca hingga kini).

Anehnya sejarah Batak modern (sejak era kolonial Belanda) juga tidak pernah ditulis, padahal fakta dan datanya sungguh begitu banyak dalam arsip-arsip kolonial (Pemerintah Hindia Belanda). Orang Batak sendir pada masa sevara umum tidak mengenal sistem pemerintahan di wilayah Tapanuli sejak awal era Pemerintah Hindia Belanda. Orang Batak masa kini bahkan tidak ada yang mengenal siapa itu Raja Gadumbang, Willem Iskander, Dja Endar Moeda, Soetan Casajangan, Parada Harahap, Sanusi Pane, Radja Enda Boemi, Ida Loemongga, Sorip Tagor Harahap, Soetan Goenoeng Moelia, Amir Sjarifoeddin, Radjamin Nasution, Abdoel Rasjid Siregar, Abdoel Hakim Nasution, Mangaraja Soangkoepon. Orang Batak hanya mengenal Abdul Haris Nasution, TB Simatupang, Zulkifli Luibis, Adam Malik, Mochtar Lubis, Sakti Alamnyah Siregar dan Boerhanoeddin Harahap serta Abdoel Hakim Harahap. Nama-nama yang disebut terakhir dikenal karena lahir belakangan.

Lantas bagaimana sejarah Batak zaman kuno? Itu bermula di Angkola Mandailing. Seperti disebut di atas, boleh jadi karena itu sejarah Batak tidak pernah ditulis. Memang ada yang mencoba menulisnya, tetapi jika tidak mau dikatakan palsu, sangat banyak kekurangan, apakah karena di satu pihak ada yang digelembungkan dan di pihak lain dikerdilkan. Cara penulisan sejarah bersifat politis semacam ini tidak hanya di Tanah Batak tetapi juga di berbagai wilayah di Indonesia. Lalu bagaimana meluruskannya? Tentu saja tidak hanya sekadar melurusuhkan tetapi juga perlu dilengkapi dengan fakta dan data terbaru yang disertai dengan analisis yang tajam dan interpretasi yang jernih (bersifat akademik). Lalu dari mana sejarah Batak dimulai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kerajaan Aru: Bacalah Prasasti Candi dan Sumber Portugis dan Belanda

Naskah tertua di nusantara (baca: Indonesia) dapat dikatan Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca 1365 M. Meski terbatas pada Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit di (pulau) Jawa, tetapi masih ada yang menyinggung nama-nama tempat (pelabuhan atau kerajaan) di pulau lainnya, namun tidak memiliki makna yang lebih. Nama-nama yang disebut antara lain Panai (muara sungai Barumun), Haru (Ambuaru), Lamuri, Mandheling dan Barus. Nama-nama ini mengindikasikan nama-nama yang terdapat di wilayah Sumatra (bagian utara).

Nama Barus tampaknya begitu penting karena terbilang nama kuno. Dalam literatur Erop disebut pada abad ke-5 kamper diekspor melalui pelabuhan Barus. Ini sesuai dengan catatan geografi Ptolomeus abad ke-2 bahwa pulau Sumatra (bagian utara) sebagai sentra kamper. Pada prasasti Vo Cahn abad ke-3 di Vietnam beraksara Pallawa dengan bahasa Sanskerta disebut raja yang masyhur telah mengukuhkan raja muda sebagai raja baru yang juga menjadi menantunya. Pada prasasti Kedukan Bukit 682 M disebutkan raja Dapunta Hyang Nayik berangkat dari Minangan dengan 20.000 tentara tibad di hulu Upang (diduga kuat di Bangka). Pada prasasti Laguna 900, seperti prasasti Vo Cahn, disebutkan nama yang masyhur di Binwangan. Nama yang mirip Minanga (682 M) dan Binwangan (900 M) adalah Binanga dimana sungai Panai bermuara di sungai Barumun (Padang Lawas). Pada prasasti Batugana yang ditemukan pada candi Bahal di Padang Lawas disebut nama Pannai.

Nama-nama geografis Barumun (Panai), Haru (Ambuaru), Lamuri dan Barus tampaknya memiliki kaitan dengan kata aru yang artinya air atau sungai. Nama-nama tersebut tampaknya terkait dengan nama Kerajaan Aru, Batak Kingdom yang disebut Mendes Pinto tahun 1537. Mendes Pinto menyebut ibu kota Kerajaan Aru di Panaju (nama yang mirip Panai). Jika digabungkan keterangan Mendes Pinto ini dengan data-data terdahulu (catatan dari Eropa dan prasasti-prasasti) maka tiga nama yang muncul dan saling terkait dan berdekatan adalah Aru, Binanga dan Panai yang dapat disimpulkan Kerajaan Aru di sungai Barumun dengan ibu kota Binanga atau Panai. Kerajaan Aru ini tentulah kerajaan besar yang kaya dengan beberapa pelabuhan (Barus, Lamuri, Ambuaru dan Panai serta Mandailing). Sebagai kerajaan besar dan kaya mampu membangun candi dan membuat prasasti serta membentuk kekuatan tentara yang ribuan banyaknya. Kerajaan Aru inilah yang diduga kuat dengan penguasaan maritim yang kuat sehingga bisa mencapai Vietnam, Bangka dan Luzon (Filipina). Sehubungan dengan itu, Mendes Pinto juga mencatat Kerajaan Aru memiliki kekuatan militer sebanyak 15.000 tentara yang mana diantaranya sebanyak 7.000 orang berasal dari Indragiri, Jambi, Brunai dan Luzon. Riwayat Kerajaan Aru yang sudah berumur 1.000 tahun ini mendorong Kerajaan Chola di India selatan untuk melakukan invasi pada tahun 1022 M (lihat prasasti Tanjore 1030 M). Dua nama yang ditaklukkan Chola adalah Lamuri dan Panai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Batak Sebenarnya: Dari Kerajaan Aru hingga Zaman Modern (Now)

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: