Senin, Juni 14, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (42): Warna Dasar di Angkola Mandailing Sejak Zaman Kuno; Tricolor Merah Putih Hitam, RI-Merah Putih

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Penduduk di Angkola Mandailing sudah memiliki tiga warna dasar utama (khas) sejak zaman kuno yakni hitam putih merah. Penggunaan warna tricolor ini besar dugaan sudah menjadi paten sejak era Kerajaan Aru. Pola warna tricolor ini juga ditemukan di tempat lain yang menjadi tujuan navigasi pelayaran penduduk Angkola Mandailing. Sementara di Kerajaan Sriwijaya warna dasar utama memperkenalkan warna kuning. Sedangkan di kerajaan-kerajaan Jawa terutama pada era Majapahit lebih menonjolkan warna hijau yang dikobinakan dengan warna dasar (black en white). Warna ‘merah putih’ adalah persamaan warna kerajaan Batak (Kerajaan Aru) dan kerajaan Jawa (Kerajaan Mataram, Singhasari dan Majapahit).

Hitam putih (black and white) adalah warna alami. Keduanya bersumber dari proses yang sama yakni pembakaran. Sisa hasil pembakaran bahan alam menghasilkan wujud warna hitam dan putih (antara keduanya abu-abu). Pembakaran bahan batu menghasilkan kapur (putih) dan bahan tumbuhan arang (hitam). Dari sinilah asal mula warna yang digunakan penduduk sebagai warna hitam dan putih untuk mewarnai. Hal itulah mengapa dua warna monochrom ini disebut warna alami (warna cuptaan Tuhan). Warna lainnya berasal dari sumber lain tergantung wilayahya seperti getah (cairan) tanaman seperti warna merah (nila) atau warna hijau (pada umumnya) dan minyak hewan (darat atau air). Kombinasi warna-warna ini menghasilkan bermacam warna baru (pelangi).

Lantas bagaimana sejarah warna tricolor merah putih hitam di Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas itu sudah terbentuk (terpola) sejak era zaman kuno (Kerajaan Aru). Pola warna ini diterapkan dalam berbagai arsitektur seperti bagas (kraton) dan manufaktur tenun ulos. Oleh karena itu, seperti bahasa, aksara dan adat diwariskan dari generasi ke generasi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Warna Alamiah Hitam Putih Kombinasi Merah Menjadi Warna Dasar Angkola Mandailing Sejak Zaman Kuno

Sepintas dilihat pada masa ini, warna dominan di wilayah Angkola Mandailing adalah warna hitam, putih dan merah. Warna ini sedikit berbeda di wilayah Minangkabau yang putih digantikan kuning menjadi hitam, merah dan kuning. Sementara di Aceh dominan adalah hitam, putih dan kuning. Di wilayah Sumatera Selatan lebih cenderung warna kuning tanpa ada unsur hitam (merah, putih dan kuning). Warna tradisi (khas) Angkola Mandailing mewakili warna keseluruhan Batak. Warna Melayu di Sumatra Utara cenderung kurang lebih sama Sumatra Selatan.

Ada unsur yang sama khas di Tanah Batak dengan di Minangkabau dan Aceh yakni hitam. Ini mewakili warna hitam di Sumatra. Warna Angkola Mandailing dengan Minangkabay sama-sama dwiwarna adalah warna hitam dan merah, sedangkan warna Angkola Mandailing dengan Aceh sama-sama dwiwarna hitam dan putih. Jika tiga wilayah yang berdekatan ini susun, warna dominan (khas) di wilayah Angkola Mandailing berada pada posisi tengah (transisi) antara Minangkabau dan Aceh. Wilayah Angkola Mandailing tidak memiliki warna dominan kuning, yang justru terdapat di Aceh dan Minangkabau. Warna kuning tampaknya muncul sebagai khasa Melayu. Dengan demikian di wilayah Minangkabau dan Aceh muncul warna yang umum ditemukan di wilayah Melayu. Lalu apakah pola-pola warna dasar (khas) itu memiliki makna? Sudah barang tentu terkait dengan sejarah masa lampau (bahkan sejak zaman kuno).

Di wilayah Jawa dan Kalimantan muncul salah satu warna dominan yakni hijau. Warna ini menjadi pembeda dengan warna dominan di Sumatra. Munculnya warna kuning di Angkola Mandailing, seperti di tempat lain yang tidak dominan kuning hanya karena faktor warna emas (kuning keemasan). Untuk warna hujau sangat jarang muncul di wilayah Angkola Mandailing. Lalu bagaimana dengan di Sulawesi lebib beragam antar daerah tetapi ada dua warna yang selalu ada yakni hitam dan merah. Namun ada perbedaan mencolok pada upara perkawinan di selatan (Bugis) eksis warna hitam, sementara di utara (Minahasa) eksis warna merah. Akan tetapi pada upacara kematian pola tricolor (hitam, putih dan merah) sama-sama muncul.

Secara spesifik di wilayah Sulawesi Selatan, terutama pada peduduk asli di pedalaman (Toraja) warna dominan yang muncul tricolor hitam, putih dan merah pada waktu upacara kematian, tetapi berbeda pada upacara perkawinan yang menggunakan kuning dan merah. Di wilayah Minahasa pada upacara kematian mirip warna di Toraja (hitam, putih dan merah) yang juga idem dito di Angkola Mandailing pada upacara kematian. Jika pola warna kematian ini (tricolor hitam, putih dan merah) diperhatikan lebih luas ke Filipina dan Vietnam akan ditemukan pola yang kurang lebih sama. Mengapa? Disinilah arti penting penyelidikan sejarah zaman kuno.

Pola warna (khas) Angkola Mandailing dengan tricolor hitam, putih dan merah khususnya pada upacara kematian memiliki pola yang seragam di Tanah Batak, di Tanah Toraja, di Tanah Minahasa dan di Filipina dan Vietnam. Penggunaan pola warna tricolor hitam, putih dan merah ini akan berbeda di wilayah lain, baik pada upacara kematian dan upacara perkawinan seperti di Jawa, Minangkabau dan Aceh. Namun diantara pengguna pola warna tricolor hitam, putih dan merah ini untuk semua kegiatan (upacara) kematian dan perkawinan hanya di wilayah Angkola Mandailing (Tanah Batak).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Penggunaan Pola Warna Motif Arsitektur dan Tenun

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: