Sabtu, Juni 05, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (33): Masakan Khas Zaman Kuno Angkola Mandailing; Rondang, Arsik, Sup, Holat, Anyang, Sambal Tuktuk

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Apa saja masakan Batak kuno khas Angkola Mandailing? Tentu saja tidak mudah mengidentifikasinya. Ketika restoran dan warung belum dikenal, setiap rumah tangga membuat masakan sendiri, masakan yang mengikuti masakan yang sudah umum di sekitar dari generasi ke generasi. Tentu saja jenis masakan terus berkembang apakah hasil olahan sendiri (masakan tradisi) atau masakan yang diadopsi dari wilayah lain. Namun masakan, seperti halnya bahasa dan aksara, diturunkan. Lalu apa saja masakan Batak kuno? Yang jelas penduduk Batak terbilang penduduk yang terbilang kuat mempertahankan tradisi. Dengan ketersediaan bahan baku dan bahan pendukung seperti rempah-rempah yang tersedia, penduduk  Batak di zaman kuno sudah membentuk masakan sendiri (yang besar kemungkinan tetap dilestarikan hingga ini hari,

Masakan adalah salah satu wujud peradaban yang terus diwariskan daru generasi ke generasi. Lantas apakah daftar menu masakan tradisional (khas) Angkola Manadailing (Tapanuli Bagian Selatan) yang sekarang seperti rondang, arsik, sup smsum, holat, bulung gadung, sambal tuktuk dan lainnya sudah terbentuk dan terlembagakan sejak zaman kuno?  Untuk memastikanya kita pada masa kini sangat terkandung dari data yang ada apakah relif dalam candi, aksara dalam prasasti, bambu, kulit kayu atau literatur yang bersumber dari Tiongkok atau Eropa. Oleh karena masakan tradisi bersifat lokal, pada zaman kuno perdagangan ekspor hanya terbatas pada produk tahan lama, ringan dan bernilai tinggi seperti rempah-rempah dan garam, maka bahan dasar haruslah tersedia di lingkungan lokal dan masih dapat diamati pada masa kini. Dalam sejarahnya, untuk urusan makan dan makanan penduduk Batak hanya satu bahan baku yang diimpor dari luar yakni garam.

Untuk mengetahui masakan zaman kuno khas Tapanuli Bagian Selatan (Angkola Mandailing) diperlukan metode tersendiri, seperti disebut di atas merujuk pada sumber-sumber data zaman kuno. Dalam hal analisis digunakan metode perbandingan baik secara spasial maupun historis. Dengan begitu dimungkinkan untuk menyajikan daftar menu masakan zaman kuno yang bersifat tradisi (yang tetap dilestarikan hingga masa kini). Lantas dari mana kita mengidentifikasinya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Masakan Batak Kuno Khas Angkola Mandailing: Bahan Baku dan Rempah-Rempah

Pada tahun 1772 seorang utusan Gubernur Jenderal Inggris di Calcutta, Charles Miller mengunjungi pedalaman Tanah Batak di Angkola. Saat tiba di Hutaimbaru, sang raja memerintahkan ‘manyambol horbo’. Raja di Simasom juga menyambut Charles Miller dengan pesta besar dengan menyembelih seekor kerbau. Ini mengindikasikan bahwa raja-raja Angkola  gemar pesta, lebih-lebih untuk menyambut tamu yang pantas. Kita hanya menduga-duga bagaimana bahan daging dalam pesta itu diolah. Hal ini karena Charles Miller tidak menjelaskannya.

Tujuan Charles Miller ke Angkola karena berdasarkan Holloway, penduduk Angkola menyimpan harta karun, kulit manis, bahan tempah-rempah yang lagi laris manis di Eropa. Charles Miller dalam laporannya mencatat, bahkan tercengang, di sekitar hutan Batang Onang bahkan ditemukan diameter pohon kulit manis sekitar dua meter. Kulit manis inilah yang dimaksud Holloway sebagai harta karun penduduk pedalaman Tanah Batak di Angkola. Dalam daftar mata dagangan ekspor ke Eropa selama era VOC (Belanda) tidak pernah ditemukan rempah-rempah kulit manis, kecual lada dan pala serta cengkeh.

Yang membuat Charles Miller kaget, ketika sedang mulai menyantap masakan yang disuguhkan oleh Radja Simasom. Kira-kira begini rasa kaget Charles Miller: ‘Tuan Radja, masakannya pakai apa?’ Sang Raja menjawab enteng: ‘Sinyarnyar’. Rempah-rempah khas Angkola sinyarnyar disebut penduduk berbahasa Melayu di pantai barat Sumatra (teluk Tapian Nauli) sebagai ‘andaliman’. Apa yang bisa diidentifikasi pada kunjungan Charles Miller ini di Angkola, jelas kaya rempah-rempah yang digunakan untuk masakan. Wilayah Angkola Mandailing juga memproduksi lada untuk ekspor. Meski ada lada, mengapa harus sinyarnyar? Itulah khas masakan Batak zamman kuno khas Angkola Mandailing. Temuan di Angkola inilah, dilaporkan Charles Miller sehingga masuk dalam literatur Eropa dengan nama botani  Zanthoxylum acanthopodium. Sedangkan kulit manis mendapat nama Cinnamomum verum. Mengapa?

Sejak zaman kuno, produk andalan ekspor penduduk Angkola Mandailing adalah kamper atau kapur barus (Cinnamomum camphora) dan kemenyan (Styrax benzoin). Dua produk khas Tanah Batak ini sudah dikenal sejak era Ptolomeus abad ke-2. Dalam literatur Eropa kamper dan kemenyan pada abad ke-5 diiekspor secara besar-besar dari pelabuhan namanya Barus. Dari sinilah kamper itu disebut kapur Barus yang sentra prduksinya di Angkola Mandailing yang membuat makmur dan telah memiliki kerajaan besar (Kerajaan Aru) dengan pelabuhan utama di Barus. Kamper dan kulit manis dikelopokkan sebagai satu genus (Cinnamomum). Seperti halnya kult manis, kamper juga digunakan sebagai bahan rempah (bumbu masak). Sedangkan kemenyan digunakan untuk dupa (religi) dan obat dan kosmetik. Tiga produk ini adalah pohon ciptaan Tuhan untuk penduduk Batak yang bergunan untuk semua penduduk bumi. Kemenyan bahasa Angkola Mandailing adalah sekko yang disebut dalam bahasa sanskerta kemenyan yang di wilayah Toba pada disebut haminjon (diserap dari bahasa Sanskerta). Kamper bahasa Angkola Mandailing adalah kapur yang diserap ke dalam bahasa sanskerta sebagai kapur, ke dalam bahasa Arab Persia sebagai kafura dan diserap ke dalam bahasa Latin menjadi camphora yang dalam bahasa Melayu menjadi kampar atau kamper. Nama kulit manis di Angkola Mandailing adalah hulim yang diserap ke dalam bahasa Melayu kulit manis (kulim). Kapur, sekko, hulim dan sinyarnyar adalah nama kuno yang berasal dari bahasa Angkola Mandailing, yang menjadi trade mark penduduk Angkola Mandailing sejak zaman Ptolomeus.

Itu baru rempah-renpah untuk keperluan ekspor, masih ada produk rempah-rempah untuk kebutuhan domestik yang hanya ditemukan di Angkola Mandailing yakni siala, palak dan sebagainya yang digunakan untuk penyedap masakan di Angkola Mandailing. Nama siala diserap ke dalam bahasa Sanskerta sebagai cikala atau patikala. Begitu pentingnya nama siala ini bagi penduduk Angkola Mandailing sejak zaman kuno, sehingga diumpamakan prinsip adat dalihan na tolu bagai ‘siala sampagul’ (persatuan dan kesatuan yang kuat yang menjadi dasar negara Kerajaan Aru zaman kuno) yang pada masa kini diadopsi sebagai labang Kota Padang Sidempuan. Untuk sekadar catatan: bentuk kerajaan Angkola Mandailing (Kerajaan Aru) bukan monarki atau oligarki tetapi lebih tepat sebagai federasi (yang berbasis pada dalihan na tolu). Satu lagi bahan rempah khas Angkola Mandailing adalah pohon balakka yang digunakan untuk bahan penyedap masakan holat.

Dari semua produk rempah-rempah khas Angkola Mandailing yang disebut di atas, kita dapat membayangkan bagaimana dan apa yang disajikan para raja-raja Angkola kepada Charles Miller adalah masakan khas Angkola Mandailing (tentu saja orang Angkola Mandailing saat itu apalagi di zaman kuno menu masakan impor seperti pizza, hoka-hoka bento). Produk rempah khas Angkola Mandailing tersebut hanya cocok untuk bahan rempah masakan daging, ikan dan sayuran berkuah (basah). Masakan berkuah hanya sesuai dengan bahan pokok nasi (bukan gandum, bukan sagu atau ubi). Nasi diolah dari padi yang disebut eme. Penduduk Angkola Mandailing memiliki sebutan khas untuk padi yakni eme (nama yang berbeda dari daerah Melayu) yang mengindikasikan padi sudah dibudidayakan sejak zaman kuno (seumur penduduk Angkola Mandailing). Rempah-rempah palak khusus untuk bahan penyedap sayuran, sedangkan sinyarnyar biasanya ikan dan juga dapat digunakan untuk daging. Kulit manis dan siala umumnya digunakan gulai daging. Nah, sekarang mulai rumuskan sensasi yang dirasakan Charles Miller ketika merasakan masakan khas Batak Angkola Mandailing pada zaman dulu. Last but not least rempah-rempah khasa Angkola Mandailing adalah bawang panjang, bukan bawang panjang dalam bahasa Melayu (bawang prei), tetapi bawang panjang, yang untuk membedakan disebut bawang Batak (mirip bawang panjang tetapi lebih-lebih kecil). Bawang panjang khas Angkola Mandailing ini juga digunakan obat seperti halnya kemenyan.

Penduduk Angkola Mandailing tidak mengenal sambal trasi sejak zaman dulu, tetapi diduga kuat telah mengenal sambal tuktuk. Sambal khas Angkola Mandailing ini berbahan dasar cabe lokal awalnya (sebelum muncul cabe impor). Sambal tutuk ini hanya untuk penyedap masakan sayuran. Bahan penolong sambal tuktuk ini adalah gadapang, ikan khas yang tidak memiliko nilai komersial dalam perdagangan antar pulau, yang hanya ditemukan di perairan teluk Tapian Nauli. Diduga kuat ikan kering gadapang ini sebagai alternatif untuk menggantikan garam. Zaman kuno garam adalah barang mewah bagi penduduk Angkola Mandailing yang setara beras dan adakalnya dijadikan sebagai alat tukar (domestik) Sambal tutuk ini akan semakin dahsyat jika ditambahkan dengan bawang panjang bawang Batak yang digiling bersamaan dengan cane dan ikan kering gadapang yang dibakar.

Sambal tuktuk tidak hanya mantap untuk sayuran dengan penyedap palak, tetapi sambal tuktuk semakin jos untuk masakan khas Angkola Mandailing bulung gadung naiduda (daun singkong tumbuk). Masakan bulung gadung naiduda menjadi cas cis cus yang dimasak dengan santan kelapa plus palak, tentu saja dengan tambahan ikan khas Angkola Mandailing ikan kering limbat. Kombinasi ‘gulai’ bulung gadung naiduda ini dan sambal tuktuk tiada taranya. Masakan khas Angkola Mandailing yang disebut bulung gadung naiduda santan ikan limbat ini sebenarnya tidak dapat dikategorikan lagi sebagai masakan sayuran tetapi dikategorikan sebagai masakan gulai setara gulai daging, hulai ayam dan gulai ikan. Dengan kata lain kombinasi gulai ikan kering limbat dan sayuran singkong tumbuk. Sekarang Anda bisa membayangkan bagaimana kayanya resep masakan khas oleh para chef Angkola Mandailing tempo doeloe, tidak hanya mampu mengolah bahan daging dan ikan, tetapi juga mengolah bahan sayuran hanya sekelas daun singkong. Belum lagi mengolah gulai ikan mera (ikan sungai khas Angkola Mandailing). Ikan sungai banyak ragamnya juga termasuk udang dopdop.

Untuk urusan masakan dengan teknologi kayu bakar, tentu saja daging sapi dapat dibakar dengan rempah-rempah khas Angkola Mandailing. Masakan bahan daging dengan cara bakar ini yang paling ditunggu dan menjadi komoditi mahal adalah daging rusa, hije dan landuk. Daging ini hanya bisa diproduksi sebagai hasil berburu di hutan semak ilalang (stepa). Ikan mera sebagai ikan raja juga dapat diolah dengan teknologi kayu bakar. Bumbu penyedap tidak menggunakan sambal tuktuk tetapi sambal iris (cabe, bawang, jeruk nipis) yang dikombinasikan dengan masakan olahan pakkat bakar.

Holat adalah masakan khas Angkola Mandailing yang dapat berbahan daging ayam dan umumnya ikan suangi naipanggang dengan bumbu penyedap batang-akar ni balakka. Holat ini menjadi semacam sup ala Angkola Mandailing (bukan sup, juga bukan gulai, tetapi diantara keduanya). Sekali lagi, para chef Angkola Mandailing sejak tempo doeloe sudah berkreasi untuk urusan kuliner. Jenis kuliner lainnya khas Angkola Mandailing lainnya adalah anyang (berbahan sayuran). Teknik membuat anyang ada kaitan dengan teknik membuat rondang tempo doeloe.

Anyang bukan urap di daerah Sunda. Anyang di daerah Melayu lebih mirip urap di daerah Sunda. Perbedaan anyang khas Angkola Mandailing, selain ada perbedaan beberapa bahan sayur juga teknik pembuatannya berbeda. Teknik pembuatan anyang di Angkola Mandailing diturunkan dari teknik membuat rondang. Pada dasarnya rondang (daging) dan anyang (sayuran) dibuat untuk perjalanan jauh karena sifatnya gulau kering (rondang) dan sayuran kering (anyang). Teknik masakan ini juga ada hubungannnya dengan teknik pembuatan penganan jarak jauh (sasagun). Bahan-bahan yang digunakan untuk tiga jenis makanan jarak jauh ini (seperti mangalap boru ke luhat yang lain) adalah bahan-bahan khas pedalaman seperti halnya di daerah Sunda, bukan di daerah pantai (kota-kota Melayu), Untuk kebutuhan nasinya dari lauk (rondang) dan sayur (anyang) jarak jauh ini tidak direbus (ditanak) tetapi dengan menggunakan teknik lomang (menngunakan wadah bambu).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Daftar Menu Masakan Khas Angkola Mandailing Pada Masa Kini

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: