Kamis, Oktober 23, 2014

Soetan Di Angkola: Alumni Sekolah Menengah Pertanian di Buitenzorg

*Untuk melihat semua artikel Sejarah TOKOH Tabagsel dalam blog ini Klik Disini


* Artikel ini ditulis dalam menyambut REUNI AKBAR IMATABAGSEL & IKAMATABAGSEL, Bogor 9 November 2014


Middelbare Landbouschool Buitenzorg (berndts-weblog)
Hoemala Harahap lahir di Pijorkoling, Batang Angkola, Tapanuli Selatan, 1907. Setelah menamatkan HIS Padang Sidempuan, Hoemala melanjutkan pendidikan MULO di Tarutung. Setelah lulus MULO melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertanian (Middelbare Landbouwschool) di Pantjasan, Buitenzorg pada 1926 dan menyelesaikan pendidikannya dan mendapat Diploma di bidang pertanian (agronomi) pada tahun 1929. Setelah lulus, Hoemala Harahap diangkat menjadi ambtenaar dengan pangkat adspirant adjunct lanbowconsulent—pangkat tertinggi bagi pribumi di bidang pertanian.

Sejak 1 Oktober 1938, Hoemala Harahap ditunjuk menjadi penasihat pertanian di Oostkust van Sumatra (Keresidenan Sumatra Timur) yang sebelumnya telah bertugas di Dinas Penyuluhan Pertanian Polewali. Selanjutnya pada tahun 1941, Hoemala Harahap dipindahkan dari Keresidenan Riau ke Keresidenan Tapanoeli sebagai deputi landbouwconsulent kelas-1. Selanjutnya, setelah berdinas di berbagai daerah, Hoemala Harahap kembali ke Bogor. Pada tahun 1955, Hoemala Harahap diangkat menjadi Directeur Bureau voor Landwinning di Bogor.

Salah satu adik kelas Hoemala Harahap adalah Hasan Basyarudin Nasution, lahir di Kotanopan 15 Mei 1915. Hasan Basyarudin Nasution menyelesaikan Middelbare Landbouwschool dalam peminatan kehutanan pada tahun 1937 dan pada tahun itu juga diangkat sebagai mantri kehutanan. Setelah berkiprah cukup lama di Sumatra, Hasan Basyarudin Nasution kembali lagi ke Bogor karena diangkat sebagai Kepala Djawatan Kehutanan Republik Indonesia yang berkantor di Gunung Batu, Bogor..  
Middelbare Landbouwschool (MLS) adalah sekolah pertanian pada level tertinggi waktu itu. MLS adalah sekolah khusus yang diperuntukkan untuk menyiapkan tenaga-tenaga terdidik di bidang pertanian yang mengikuti kurikulum padat dan ketat yang di dalam proses belajar mengajar menggunakan bahasa pengantar Bahasa Belanda. Dalam perkembangannya, tahun 1940 MLS yang memiliki dua peminatan yakni pertanian/agronomi dan kehutanan) ini dengan lembaga pendidikan lain di bidang pertanian (Veeartsenschool) dilebur menjadi sebuah akademi pertanian yang disebut Landbouw Hogeschool (LHS). Namun pada 31 Oktober 1941 LHS diintegrasikan sebagai Landbowkundige Faculteit sebagai salah satu cabang (fakultas) dari Universiteit van Indonesia (Faculty of Agriculture, University of Indonesia). Singkat cerita, sejak 1950 berubah nama menjadi Fakultas Pertanian, Universitas Indonesia yang kemudian pada 1 September 1963 dimekarkan menjadi universitas mandiri yang dikenal sekarang sebagai Institut Pertanian Bogor (IPB).

Siapa itu Hoemala Harahap tidak banyak yang mengetahuinya dan lagi pula tidak begitu penting di tataran nasional. Namun demikian, semasa pendidikan di Bogor, Hoemala Harahap memiliki teman akrab seperantauan dalam menempuh pendidikan di Bogor yang datang dari Tapanuli Selatan yakni Anwar Nasoetion yang mengambil minat di bidang veteriner dan bersekolah di Veeartsenschool, Kedoeng Halang-Buitenzorg). Anwar Nasoetion, lahir di Pidoli, Panyabungan diterima di Veeartsenschool tahun 1922 dan lulus dengan gelar dokter hewan pada tahun 1927. Anwar Nasoetion adalah mentor Hoemala Harahap selama adaptasi di Buitenzorg dan pada fase awal di Middelbare Landbouwschool. Siapa itu Anwar Nasoetion, kita tahu kemudian sebagai ayah dari Prof. Andi Hakim Nasoetion (mantan rektor IPB, 1978-1987). Like son, like father. Teman seangkatan Anwar di Veeartsenschool yang berasal dari Tapanuli Selatan aalah Aboebakar Siregar dan Alibasa Harahap.

Hoemala Harahap, namanya tenggelam diantara anak-anak muda dari Tapanuli Selatan, karena anak-anak Tapanuli Selatan umumnya mengambil sekolah hukum dan sekolah kedokteran di Batavia atau di Negeri Belanda. Namun demikian, di Bogor, Hoemala Harahap sangat populer diantara mahasiswa asal Tapanuli Selatan sejak 1963 hingga awal 1980an yang lebih dikenal sebutan Ompung Sutan Di Angkola. Hoemala Harahap gelar Soetan Di Angkola adalah salah satu pembina dan penasehat dari mahasiswa asal Tapanuli Selatan di Bogor pada tempo doeloe. Pada tahun 1983 ketika saya masih tingkat persiapan di IPB saya sudah kenal Ompung ini—karena ‘kebagian’ untuk mengantar undangan kepada beliau dalam rangka Halal Bi Halal Masyarakat Tapanuli Selatan di Bogor.

Ompung Soetan Di Angkola adalah terbilang tokoh pelajar paling senior yang tersisa dari komunitas masyarakat Tapanuli Selatan di Bogor. Di kalangan mahasiswa asal Tapanuli Selatan, Soetan Di Angkola hanya tinggal sendiri dari trio pelajar generasi pertama yang menetap di Bogor, karena Hasan Basyarudin Nasution (yang dikenal sebagai Ompung Belitung) dan Anwar Nasoetion (yang dikenal sebagai Ompung Ciwaringin) sudah lama meninggal dunia. Menariknya, jika saat diselenggaarakannya Halal Bi Halal Masyarakat Tapanuli Selatan di Bogor, Ompung yang sudah sepuh ini selalu didaulat untuk ikut manortor dan selalu mau dan bahkan tetap bersemangat. ‘Tortorkan ma Oppung’. Emmmada!.

*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempoe doeloe

Bataviaasch nieuwsblad, 23-05-1927
Bataviaasch nieuwsblad, 29-05-1929.
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-05-1929.
De Sumatra post, 29-09-1938
De Indische courant, 01-10-1938
Bataviaasch nieuwsblad, 21-10-1941
De nieuwsgier, 31-05-1955
dan sumber pendukung: http://arifmulianasution.wordpress.com/

Tidak ada komentar: