Gedung Volksraads di Batavia |
Success
story Soetan Casajangan dari Batunadua yang sekolah di Negeri Belanda selalu
mendapat perhatian media di Nederlandch Indie sejak 1905 dan tak terkecuali
koran Sumatra Post yang terbit di Medan. Dari sedikit mahasiswa pribumi di
Negeri Belanda, hanya Soetan Casajangan sendiri yang berasal dari Sumatra. Kerena
itu, setiap kejadian yang dialami Soetan Casajangan, koran Sumatra Post juga
memberitakannya. Namun demikian, berita itu tidak kunjung mampu memicu para
pelajar Sumatra datang ke negeri Belanda untuk sekolah tinggi dan malah pelajar
dari Jawa yang terus engalir.
Baru
pada tahun 1910, seorang anak Sipirok bernama Abdoel Firman gelar Maharadja
Soangkoepon muncul di Negeri Belanda untuk
studi. Tempat studi Soangkoepon berada di Leiden, sementara Soetan Casajangan
tengah mengikuti kuliah untuk mengambil akte kepala sekolah di Harlem. Kemudian
menyusul Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia lahir di Padang Sidempoean, 1896 dengan
menumpang kapal s.s. Prinses Juliana berangkat 2 November 1911 dari Batavia menuju Genoa
25 November dengan nama Si Todoeng.
Abdoel Firman Siregar
gelar Maharadja Soangkoepon: Macan Parlemen dua periode di Batavia
Kisah
Abdoel Firman sangatlah menarik. Selesai sekolah rakyat di Sipirok lalu
merantau ke Medan. Di Medan, 1903 Abdul Firman
melamar dan sembilan orang mengikuti ujian untuk klein ambtenaar. Hanya dia
sendiri yang pribumi. Hasilnya tidak diterima. Abdul Firman ternyata tidak
patah arang. Modal sekolah rakyat tidak cukup. Tahun itu juga ia mengikuti
ujian masuk ELS (Europeesche Lagere School) sehubungan dengan diperbolehkannya
warga pribumi utama. Sekolah ini lamanya tujuh tahun. Setelah lulus di Medan
(1910) ia tidak ke Batavia sebagaimana orang-orang kebanyakan melamar ke
STOVIA. Abdul Firman justru menuju Belanda. Dari Belawan ia berangkat dengan
kapal Prinses Juliana dan berlabuh di Rotterdam. Di pelabuhan besar ini, Abdul
Firman dijemput Soetan Casajangan dan diantar ke Leiden untuk mencari sekolah
tinggi.
Abdul
Firman tiba-tiba menjadi terkenal di Negeri Belanda karena namanya diberitakan
di koran-koran yang terbit sekitar Maret 1912. Apa pasal? Dua imigran dari
Madura terlibat perkelahian dengan sesama imigran dari Jawa (oost java), korban
akhirnya meninggal dunia akibat tusukan. Di pengadilan Amsterdam terdakwa
disidangkan dan menghadirkan saksi-saksi. Aparat pengadilan bingung, karena
para imigran (terdakwa dan saksi-saksi) tidak bisa berbahasa Belanda. Untuk
mencari penerjemah sekaligus untuk pemandu sumpah (secara Islam) ternyata tidak
mudah. Dari sejumlah mahasiswa yang ada hanya Abdul Firman yang bersedia dan
sukarela (tanpa paksaan). Dari namanya memang pantas tetapi ternyata juga Abdul
Firman adalah orang yang alim. Karenanya masyarakat Belanda menganggap Abdul
Firman adalah pemimpin Islam dari para imigran dari Hindia Belanda. Abdul
Firman tidak keberatan.
Selesai
studi Abdul Firman coba membuka usaha firma di Amsterdam di awal 1914 (iklan di
koran). Akan tetapi tidak berhasil. Ini kegagalan kedua Abdul Firman. Dia tidak
patah arang. Lalu Abdul Firman pulang ke tanah air pada tanggal 27 Oktober 2014
dengan kapal s.s. Loudon langsung ke Jawa. Di Batavia, Soangkoepon melamar
menjadi ambtenaar dan berhasil serta diterima. Abdul Firman lantas ditempatkan
di kantor asisten residen Asahan, Sumatra Timur. Tidak lama, lantas kemudian,
Soangkoepon dipindahkan ke kantor asisten residen Simalungun pada tahun 1915.
Pada tahun 1917, Abdul Firman yang kini menjadi pegawai di kantor Asisten Residen Simeloengoen dan Karolanden di Pematangsiantar mencalonkan diri untuk kandidat Volksraad dari wilayah pemilihan Pematang Siantar (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 07-12-1917). Di koran ini juga mentornya dulu di Negeri Belanda, Soetan Casajangan mencalonkan diri dari wilayah pemilihan Batavia. Keduanya sama-sama gagal. Abdul Firman tidak patah arang, lantas mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Kota Pematang Siantar. Abdul Firman berhasil.
Setelah
berhenti di dewan kota, Abdul Firman kembali bertugas sebagai pegawai negeri.
Pada tahun 1920, Abdul Firman ditunjuk untuk menjadi commies opz.di kantor
Residen di Sibolga. Tidak lama, lalu dipindahkan ke Kotanopan (Zuid Tapanoeli)
dan kemudian 1922 dipindahkan lagi ke kantor Tanjung Baleh. Selanjutnya 1926,
Abdul Firman ditunjuk menjadi anggota Dewan Kota Tandjong Baleh. Setahun
kemudian, mencalonkan diri untuk Volksraad di Batavia mewakili wilayah
pemilihan Oost Sumatra. Alhamdulilah, berhasil melenggang ke ‘Senayan’ (waktu
itu di Pajambon).
Todoeng Harahap gelar
Soetan Goenoeng Moelia
Setelah selesai studi di Negeri Belanda, Todoeng Soetan Goenoeng Moelia langsung pulang ke tanah air. Karena kekuarangan guru di tanah air, Todoeng tidak sulit menjadi guru dan diangkat sebagai pegawai pemerintah. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 02-05-1921 memberitakan bahwa Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia, guru pangkat kelas-2 Europeesch lager onderwijs ditunjuk menjadi Kepala sekolah Hollandsch Inlandsche school (HIS) di Kotanopan (Tapanoeli).
Todoeng
mendapat kesempatan menerima beasiswa untuk studi ke Negeri Belanda untuk
mendaptkan gelar PhD. Nieuwsblad van het Noorden, 09-12-1933 mengabarkan bahwa
Todoeng telah lulus di Rijksuniversiteit, Leiden mendapat doctor di bidang
sastra dengan tesis berjudul: ‘Het primitive denken in de modern wetenschap’.
Pada
pertengahan Oktober 1934 akan dilakukan pemilihan anggota dewan untuk
Volksraads. Dalam fase penjaringan di wilayah Tapanoeli, terdaftar tiga orang
kandidat yakni. Abdul Firman (kini menjadi guru HIS di Padang Sidempuan),
Soetan Parlindoengan, demang di Kotanopan dan Radjamin, pegawai bea dan cukai di
Surabaya. Persatuan kuria masih menginginkan Ali Moesa yang menjadi kandidat.
Anggota Dewan Volksraad mewakili wilayah ini sebelumnya adalah Dr. Andul
Rasjid. Untuk pemilihan mendatang, nama Abdul Rasjid belum ada yang
mengusulkan. Namun pada ‘detik-detik terakhir’ muncul dan menguat dua kandidat yakni
Abdul Rasjid dan Dr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Akhirnya
yang menang mewakili Tapanoeli di tahun 1935 adalah Abdul Rasjid. Sementara,
Abdul Firman Siregar gelar Maharadja Soangkoepon menang meakili Sumatra Timur.
Abdul Firman dan Abdul Rasjid merupakan periode kedua mereka di Volksraads.
Di
Batavia, proses penyusunan kelengkapan anggota dewan Volksraads terus diolah. Anggota
yang mewakili wilayah sudah final. Namun anggota dewan yang ditunjuk masih terus
berlangsung. Nama Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia mengemuka di Batavia. De
Sumatra post, 16-05-1935 memberitakan nama-nama lengkap anggota Dewan Volksraad
dimana di dalamnya termasuk Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia.sebagai anggota dewan yang ditunjuk
Alineoddin
Toengkoe Sutan gelar Mangaradja Enda Boemi: Ahli Hukum Pertama dari Tanah
Batak
Alinoedin
anak Batangtoru diterima di sekolah hukum (Rechts School) di Batavia pada tahun
1915. Pendidikan menengah (MULO) dilalui di Padang sebelum melanjutkan sekolah hukum
di Batavia. Di sekolah ini, Enda Boemi adalah anggota tim catur kampusnya. Setelah
lulus Rechts School, Enda Boemi diangkat sebagai pegawai pemerintah di Badan
Pertanahan. Kemudian setelah beberapa tahun menjadi pegawai ia mendapat
beasiswa untuk berangkat ke Negeri Belanda untuk mencapai rechtsstudiƫn. Sebelumnya
ia juga berprofesi sebagai pengacara. Setelah lulus di Leiden dan mendapat
gelar doctor (PhD), 1925, Enda Boemi diangkat menjadi Presiden Pengadilan di
Semarang. Enda Boemi adalah Ahli Hukum pertama dari Batak dan yang kedua dari
Sumatra. Selanjutnya Enda Boemi dipindahkan ke Surabaya untuk menjabat Wakil
Presiden Landraad en Justitie. Setelah cukup lama di kota ini, Enda Boemi
dipindahkan ke Buitenzorg. Enda Boemi anggota klub Catur Witte Paard Buitenzorg sempat
menjadi kandidat Volksraad dari Tapanoeli, sebelum diberitakan telah meninggal
dunia (1930). Enda Boemi meninggal di Buitenzorg dalam usia muda, 35 tahun karena
sakit ginjal. Meninggalkan seorang istri J. H. ENDA Boemi – v. d. DOP dan
anaknya bernama JOHN. Sepeninggal Enda
Boemi, istrinya melanjutkan kantor pengacara yang terdaftar di Batavia yang
telah mereka rintis bersama.
Volksraad: Abdul Firman vs
Abdul Rasjid
Pada
tahun 1930 telah dilakukan penjajakan untuk Volksraad dari Tapanoeli. Sebelumnya
yang mewakili Tapanoeli adalah Ali Moesa dari Koeriabond. Oetoesan Sumatra
mengabarkan bahwa kandidat yang ada saat ini adalah Dr. Abdul Rasjid, M.
Soangkoepon, anggota Volksraad, Abdul Azis Nasoetion, landbow leeraar direktur
Muhamdiyah di Fort de Kock dan Mr. dr. Alinoedin di Buitenzorg. Dari nama-nama
tersebut akhirnya anggota dewan mewakili Tapanoeli adalah Abdul Rasjid, sementara
Abdul Firman mewakili wilayah Sumatra Timur..
Siapa
Abdul Rasjid? Dia adalah sesungguhnya kelahiran Padang Sidempoean. Abdul
Rasjid setelah lulus STOVIA ditempatkan di Tapanuli Selatan. Dia cukup lama
bertugas untuk membasmi endemik di daerah ini yang meliputi Padang Sidempuan, Panyabungan, Kotanopan
dan Sipirok. Dia sangat dekat dengan masyarakat dan sangat dikenal. Sementara Abdul Firman sudah dimunculkan
namanya di Sumatra Timur. Ternyata Abdul Rasjid mendapat respon positif di
Tapanuli Selatan. Ketika nama Todoeng diusulkan oleh panitia pusat, untuk
menyaingi Abdul Rasjid, Todoeng sudah kalah popular karena telat mengapungkan
diri. Meski Todoeng adalah anak Padang Sidempuan, tapi Todoeng sendiri hanya dikenal terbatas sedangkan Abdul Rasjid lebih dikenal karena pernah bertugas sebagai pengawas
kesehatan di Kotanopan, Panyabungan, Padang Sidempuan dan Sipirok.
Abdul
Firman gelar Mangaradja Soeangkoepon dan Abdul Rasjid adalah abang adik.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar