Kamis, Desember 18, 2025

Sejarah BATANG TORU (8): Mengenang Desa Aek Garoga Tempo Doeloe; Sejarah Bandjir Tempo Doeloe Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Batang Toru di blog ini Klik Disini

Nama Garoga merujuk pada beberapa entitas administratif di Sumatera Utara, dengan peristiwa terbaru yang menonjol terjadi di Kabupaten Tapanuli Selatan pada akhir tahun 2025. Menurut kamus Angkola en Mandailing Bataksch-Nederlandsch Woordenboek door HJ Eggink tahun 1936: “garoga”, dihubungkan dengan, tano garoga, tanah berbatu. Di Tapanuli Selatan, juga ada nama tanaman “galoga” (tanaman gelagah, Saccharum spontaneum). Menurut kamus HJ Eggink: “galoga” adalah buluh (buluh tolong): “tolong do galoga, moeda manolong angkon pola”. Tanaman “galoga” ini kerap ditemukan di pinggir sungai (tanah berpasir/berkerikil). 


Desa Garoga, Kabupaten Tapanuli Selatan: Desa Garoga yang terletak di Kecamatan Batang Toru mengalami bencana besar pada 25 November 2025. Kondisi Terkini (Desember 2025): Desa ini dilaporkan "lenyap" atau menjadi seperti desa mati akibat banjir bandang dan longsor yang membawa material gelondongan kayu. Dampak Bencana: Diperkirakan sekitar 140 rumah hanyut tersapu arus, dan banyak bangunan lain termasuk sekolah serta tempat ibadah hancur tertimbun tanah. Ratusan keluarga kehilangan tempat tinggal dan akses jalan sempat terputus total. Bantuan: Hingga pertengahan Desember 2025, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengirimkan ratusan tenda darurat untuk pengungsi (AI Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah mengenang desa Aek Garoga tempo “doeloe”? Seperti disebut di atas, desa Garoga yang terletak di Kecamatan Batang Toru mengalami bencana besar pada 25 November 2025. Bencana tersebut adalah banjir dan dalam konteks itulah ada baiknya dihubungkan sengan sejarah bandjir tempo doeloe era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah mengenang desa Aek Garoga tempo “doeloe”? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. 

Mengenang Desa Aek Garoga Tempo Doeloe; Sejarah Bandjir Tempo “Doeloe” Era Hindia Belanda

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sejarah Bandjir Tempo “Doeloe” Era Hindia Belanda: Sungai Batang Toru, Sungai Batang Angkola dan Sungai Batang Gadis

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok. Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi menulis artikel sejarah di blog di waktu luang. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Buku-buku sejarah yang sudah dipublikasikan: Sejarah Mahasiswa di Indonesia: Generasi Pertama; Sejarah Pers di Indonesia: Awal Kebangkitan Bangsa; Sejarah Sepak Bola di Indonesia; Sejarah Pendidikan di Indonesia: Pionir Willem Iskander; Sejarah Bahasa Indonesia. Forthcoming: “Sejarah Catur di Indonesia”; “Sejarah Kongres Pemuda dan Sumpah Pemuda”; “Sejarah Diaspora Indonesia”. Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: