Padang Sidempuan termasuk salah satu pusat pergerakan politik di era Belanda. Salah satu tokoh muda revolusioner Padang Sidempuan adalah Parada Harahap. Setelah merasa cukup untuk berjuang di Padang Sidempuan, kampong halamannya, Parada Harahap hijrah ke Batavia tahun 1923 untuk demi cita-cita: Indonesia Merdeka.
Dari Padang Sidempuan Menjadi Indonesia |
Jauh
sebelum Parada Harahap, para seniornya yang sudah mengasah diri di Padang
Sidempuan, banyak yang melanjutkan perjuangan di kota-kota lain, seperti Dja
Endar Moeda di Kota Padang (sejak 1895), Mangaradja Salamboewe di Kota Medan
(sejak 1902) dan Soetan Casajangan di Kota Leiden, Belanda (sejak 1905).
Mereka
yang mengasah diri di Padang Sidempuan sebelum merantau ke berbagai kota, berjuang
tidak lagi dengan menggunakan senjata, tetapi dengan intelektualitas. Mereka di
satu sisi berusaha menyatukan penduduk pribumi dan di sisi lain menentang
praktek kolonial Belanda yang semakin menjadi-jadi.
Willem Iskander
Sang Inspirator
Perjuangan
orang-orang terpelajar dari Padang Sidempuan melalui intelektualitas sudah
barang tentu merupakan mata rantai yang panjang sejak pergerakan politik
(melawan Belanda) yang dimulai oleh ‘maha guru’ Willem Iskander, yang di dalam
bukunya Si-Boeloe-Boeloes, Si Roemboek-Roemboek (1872) terang-terangan
menyatakan: ‘Belanda seharusnya segera pergi, karena perutnya sudah penuh dan
buncit’.
Inda le hoem i sadjo,
Willem Iskander juga memberi pendapat di surat kabar yang menyesalkan
penghancuran kraton dan masjid Atjeh oleh serangan gabungan militer Belanda (Provinciale
Noordbrabantsche en 's Hertogenbossche courant, 28-04-1874).
Dari
dua pernyataan Willem Iskander, pernyataan yang dituangkan dalam satu bait
sajak dalam bukunya menjadi sumber inspirasi yang utama, karena telah bergulir
ke semua lapisan. Keutamaan buku Willem Iskander ini karena mengusung dua tema:
hanya dengan pendidikan bias bangkit dan perjuangan melawan Belanda adalah
untuk mengentaskan kemiskinan (penderitaan penduduk). Dua tema inilah yang
selalu menjadi rujukan bagi generasi penerus Willem Iskander.
Willem
Iskander tidak hanya berhasil lulus studi di Belanda (1860) tetapi juga
berhasil mendirikan sekolah guru di Tanobato (1862). Sekolah guru yang baru
berjalan dua tahun, sudah menjadi sekolah guru terbaik di Hindia Belanda (baca:
Indonesia). Hal ini diketahui ketika Inspektur Pendidikan Hindia Belanda
berkunjung ke sekolah guru Tanobato asuhan Willem Iskander tahun 1864. Atas
sukses Willem Iskander, pemerintah mengubah kebijakan pendidikan di Hindia
Belanda dan langsung mengamandemen undang-undang pendidikan pribumi.
Tidak hanya itu,
Willem Iskander mengusulkan kepada pemerintah agar beasiswa diberikan kepada delapan
guru muda: masing-masing dua orang dari Tapanoeli, Jawa, Sunda dan Manado.
Mereka itu diharapkannya kelak seperti dirinya setelah pulang ke tanah air
melakukan gerakan pembaruan: mencerdaskan bangsa dan mengentaskan kedzoliman Belanda.
Pemerintah hanya meluluskan permintaan itu untuk tiga guru muda: masing-masing
satu orang dari Tapanoeli, Jawa dan Sunda. Usulan Willem Iskander ini adalah gerakan
penyatuan kecerdasan Indonesia.
‘Gerakan
sunyi’ ala Willem Iskander ini, yakni ‘menyatukan kecerdasan bangsa untuk bersama-sama
berjuang mengusir penjajah’ menjadi alternatif baru (selain menggunakan
senjata). Gerakan Atjeh, gerakan terakhir penduduk Indonesia melawan Belanda dengan
menggunakan senjata telah hancur. Hanya dengan gerakan intelektual bisa merajut
kembali untuk menentang Belanda. Willem Iskander telah mempeloporinya.
Bagaimana gerakan
Willem Iskander ini menjadi inspirasi, diteladani oleh generasi penerusnya
dapat ditelusuri dalam perjalanan ‘menjadi Indonesia’ mulai dari kesadaran
berbangsa, kebangkitan bangsa, pergerakan politik hingga dicapainya kemerdekaan
Indonesia. Penelusuran ini dapat dibaca di dalam serial artikel Sejarah Gerakan Menjadi Indonesia
.
.
*Dikompilasi oleh
Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
1 komentar:
Terima kasih atas info yang bermanfaat ini. Nice share
Posting Komentar