Benteng Elout (Fort Elout) adalah suatu benteng yang didirikan oleh pasukan Belanda setelah berhasil menduduki daerah Mandailing. Lokasi benteng awalnya berada di Kotanopan kemudian dipindah ke Panyabungan. Benteng Fort Elout yang bermula dibangun di Kotanopan dimaksudkan untuk ‘jangkar’ penyerangan ke Benteng Bonjol dari arah utara dan sekaligus tembok pertahanan dalam memulai pendudukan daerah Mandailing. Setelah Benteng Bonjol berhasil direbut (1837), pihak Belanda memindahkan lokasinya ke Panyabungan. Tujuan pemindahan ini selain untuk menjaga stabilitas di daerah Mandailing yang sudah diduduki, juga dimaksudkan untuk ‘front’ dalam upaya merebut daerah Angkola dan daerah Sipirok.
Nama benteng ini
disebut Fort Elout karena waktu itu Kolonel Elout yang ditunjuk untuk memulai
pendudukan ke daerah Tapanuli. Sebelumnya Elout (masih berpangkat Letnan
Kolonel) berhasil melakukan berbagai serangan terhadap Kaum Padri di daerah
Minangkabau antara tahun 1831-1832. Penempatan Kolonel Elout di daerah Tapanuli
tentu saja untuk tujuan ganda: membantu penyerangan ke Benteng Bonjol (di
Minangkabau) dan menyiapkan penguasaan daerah baru (di Tapanuli).
***
Awalnya Mayor Eiler
yang dikirim ke Tapanuli pada tahun 1833. Pasukan Elier mendarat di Natal dan
kemudian memasuki Mandailing. Di Pakantan Mayor Elier membangun tangsi pasukan
dan berhasil membuat perjanjian dengan raja-raja Mandailing. Dalam tahun yang
sama (1833) menyusul Kolonel Elout dengan membawa pasukan yang lebih besar.
Tidak terlalu lama pada tahun 1834 pasukan Kolonel Elout sudah berhasil
menduduki daerah Angkola dan daerah Sipirok.
Peta Mandheling 1843-1847 |
Pada tahun 1833 juga
Belanda memulai pemerintahan di wilayah Tapanuli dengan mengangkat Doewes
Dekker sebagai Asisten Resident Natal-Mandailing yang berkedudukan di Natal.
Wilayah Tapanuli (daerah Mandailing, Angkola dan Sipirok) dianggap keamanannya
sudah berhasil dikendalikan sehingga ketiga daerah ini dijadikan sebagai Direct
Bestuurd Gabied (daerah pangreh praja) dari Resident di Air Bangis dan Gubernur
Sumatra Westkust di Padang. Pada tahun 1838 (setahun setelah Benteng Bonjol
jatuh) kedudukan Asisten Residen di Natal dipindahkan ke Panyabungan dengan
nama Asisten Residen Mandailing-Angkola. Pada fase inilah Benteng Fort Elout
dibangun. Sebab, pihak Belanda menganggap wilayah Tapanuli masih rawan keamanan
karena Tuanku Tambusai (Hamonangan Harahap) masih bergerilya di daerah Padang
Lawas. Dari benteng ini Mayor Van Beethoven dan pasukannya dikirim ke Padang
Lawas hingga Portibi yang kemudian disusul oleh Kolonel Michiels yang berhasil
menguasai Dalu-Dalu sebagai perlindungan terakhir Tuanku Tambusai.
Kantor Keresidenan Tapanuli di Panyabungan, 1870 |
***
Namun demikian, tidak
mudah untuk menaklukkan wilayah Tapanuli, sebab daerah Padang Lawas baru
dikuasasi pada tahun 1863, daerah Silindung pada tahun 1873 dan daerah Toba
tahun 1881. Untuk mengefektifkan penguasaan wilayah Tapanuli, Kresidenan
Tapanuli tahun 1884 dipindahkan dan berkedudukan di Padang Sidempuan. Residen
pada masa perpindahan tersebut adalah C.F.E. Praetorus yang menjabat Residen
Tapanuli selama lima tahun (1882-1887).
Jembatan Batang Toru, 1905 |
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap dari berbagai sumber, antara lain:
-Neerlandia. Volume 13.
V / jam Morks & Geuze, Dordrecht 1909 (http://www.dbnl.org).
-Parlindungan, MO.
1964. Pongkinangolngolan Sinambela Gelar
Tuanku Rao: Terror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833.
Tandjung Pengharapan (http://books.google.co.id).
-G. L. Tichelman, GL. 1939. Forgotten Kingdoms
in Sumatra (http://books.google.co.id).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar