Oleh Akhir Matua Harahap
Di Tapanuli bagian selatan terdapat dua subetnik Batak yakni: Etnik Angkola dan Etnik Mandailing. Hasil Sensus Penduduk 2010 populasi etnik Angkola di Tapanuli Bagian Selatan sebanyak 493,785 jiwa dan etnik Mandailing sebanyak 475,196 jiwa. Etnik Angkola dominan di Kabupaten Tapanuli Selatan (60.14 persen), di Kabupaten Padang Lawas Utara (73.18 persen) dan Kota Padang Sidempuan (44.81 persen). Sedangkan etnik Mandailing dominan di Kabupaten Mandailing Natal (77.71 persen). Ini berarti, secara spesifik daerah asal (origin) etnik Mandailing hanya satu-satunya di Kabupaten Mandailing Natal. Di Kabupaten Padang Lawas, populasi etnik Mandailing cukup besar dengan persentase sebesar 42.79 persen, sementara etnik Angkola sebesar 37.23 persen. Ini berarti wilayah Kabupaten Padang Lawas boleh jadi merupakan daerah tujuan migrasi etnik Angkola maupun Etnik Mandailing.
Populasi
etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal sesungguhnya hanya sebanyak
314.700 jiwa. Jika di wilayah Tapanuli Bagian Selatan populasi etnik Mandailing
sebanyak 475,196 jiwa maka terdapat sebanyak 160.496 jiwa yang tersebar di
empat kabupaten/kota lainnya di wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Distribusinya
adalah sebanyak 19,462 jiwa di Kabupaten Tapanuli Selatan,
sebanyak 5,857 jiwa di Kabupaten Padang Lawas Utara, sebanyak 96,396 jiwa di
Kabupaten Padang Lawas dan sebanyak 38,502 jiwa di Kota Padang Sidempuan. Jika tiga
kabupaten/kota yang dominan etnik Angkola dianggap sebagai gabungan daerah asal (origin) etnik
Angkola, maka etnik Mandailing sesungguhnya telah bermigrasi ke wilayah etnik
Angkola. Sebaliknya, jumlah etnik Angkola di Kabupaten Mandailing Natal yang sekarang hanya
terdapat sebanyak 2,088 jiwa. Ini mengindikasikan
bahwa Kabupaten Mandailing Natal bukanlah daerah tujuan utama migrasi bagi
etnik Angkola.
Yang menjadi daerah
tujuan migrasi utama etnik Angkola di wilayah Tapanuli Bagian Selatan hanya Kabupaten
Padang Lawas saja--sebagaimana juga menjadi daerah tujuan utama migrasi etnik
Mandailing. Secara historis, wilayah Kabupaten Padang Lawas yang sekarang, pada
masa lalu (doeloe) adalah daerah yang jarang penduduknya. Karena itu, dengan beranggapan
bahwa masing-masing etnik Angkola dan etnik Mandailing memiliki daerah asal
(origin) maka adanya migrasi etnik Angkola dan etnik Mandailing pada masa ini di
daerah tersebut dapat dianggap bahwa wilayah Kabupaten Padang Lawas sebagai
daerah tujuan migrasi bersama kedua etnik serumpun ini. Dengan demikian, pada
masa lalu, khususnya Kota Padang Sidempuan dan Kabupaten Padang Lawas yang
sekarang adalah tujuan utama migrasi etnik Mandailing pada fase permulaan.
Namun
demikian, besar kemungkinan bahwa kedua daerah tersebut (Kota Padang Sidempuan
dan Kabupaten Padang Lawas) menjadi daerah tujuan migrasi etnik Mandailing
terjadi dalam dua gelombang (fase). Migrasi ke daerah Padang Lawas diduga
sebagai fase awal migrasi etnik Mandailing dari daerah asal (origin) yang
diduga karena adanya pengaruh perang paderi (agama vs budaya). Sedangkan
migrasi ke daerah Padang Sidempuan terjadi dalam dua gelombang (fase). Pada
fase awal adalah dengan dipindahkannnya sekolah guru (kweekschool) dari Tano
Bato (Mandailing) ke Padang Sidempuan (Angkola) dan fase berikutnya pasca
kemerdekaan yang mana pusat pemerintahan di wilayah Tapanuli Selatan berada di
Padang Sidempuan.
Gelombang
berikutnya migrasi etnik Mandailing dari daerah asal adalah menuju
daerah Natal (kini menjadi kabupaten baru, Kabupaten Pantai Barat Mandailing,
pemekaran dari Kabupaten Mandailing Natal) dan daerah Pasaman (wilayah Provinsi
Sumatera Barat). Dengan demikian, migrasi etnik Mandailing terjadi dalam
beberapa gelombang (fase) menuju empat penjuru angin: utara (Padang
Sidempuan/Tapanuli Selatan); timur (Padang Lawas); barat (Natal); dan selatan
(Pasaman). Migrasi etnik Mandailing ke empat wilayah dekat (short distance) tersebut dalam perkembangan lebih lanjut dalam
kenyataannya hanya sebagai batu loncatan (mile stone) menuju wilayah migrasi
(perantauan) yang lebih jauh (long distance), seperti wilayah Labuhan Batu,
wilayah Sumatera Timur dan Aceh, wilayah Rokan (Riau) dan Semenanjung Malaya
(Malaysia); wilayah Sumatera Bagian Selatan dan Pulau Jawa.
***
Dengan
memperhatikan sisi historis migrasi etnik Mandailing, maka apa yang bisa kita perhatikan pada masa kini,
migrasi etnik Mandailing menunjukkan angka migrasi semasa hidup (life time migration
rate) yang jauh lebih tinggi dibandingkan etnik Angkola, bahkan bisa dikatakan fantastik
jika dibandingkan etnik lainnya di Nusantara. Pada masa ini, populasi etnik
Mandailing di daerah asal (origin) di Kabupaten Mandailing Natal hanya sebagian
kecil dari populasi etnik Mandailing yang ada di Nusantara. Secara nasional,
populasi etnik Mandailing menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 1,746,893 jiwa
(bandingkan dengan etnik Angkola yang hanya sebanyak 623,214 jiwa). Jika
populasi etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal kini hanya sebanyak
314.700 jiwa, maka sebanyak 1.432.193 (lebih dari empat kali lipat) justru
berada di luar daerah asal (origin). Ini berarti etnik Mandailing merupakan populasi
penduduk di nusantara yang jumlahnya terbanyak di luar daerah asal (origin).
Angka ini belum termasuk jumlah populasi etnik Mandailing di Semenanjung
Malaysia.
Persebaran
etnik Mandailing mencakup wilayah yang sangat luas tidak hanya di Provinsi
Sumatera Utara tetapi juga di provinsi lainnya. Di wilayah Tapanuli Bagian
Selatan sendiri (di luar Kabupaten Mandailing Natal) terdapat sebanyak 160.496. Jika
jumlah ini dianggap sebagai bagian dari proses migrasi etnik Mandailing, maka arus migrasi etnik Mandailing ini sebagian
besar (96.396 jiwa) dan terkonsentrasi menuju wilayah Kabupaten Padang Lawas di
timur dan sebagian yang lain (57.964 jiwa) menuju Kota Padang Sidempuan/Kabupaten
Tapanuli Selatan di utara. Besarnya populasi etnik Mandailing di Kabupaten padang Lawas seakan
menunjukkan bahwa jalur utama migrasi etnik Mandailing di masa lalu melalui ‘prairie’
menuju daerah Padang Lawas. Dari daerah Padang Lawas (via Sibuhuan) diduga arus
migrasi etnik Mandailing terus mengalir menuju daerah Labuhan Batu di utara dan
menuju daerah Rokan (Riau) di timur yang seterusnya menyeberang ke wilayah Semenanjung
Malaya (Malaysia).
Selanjutnya
dapat diperhatikan bahwa terdapatnya konsentrasi yang tinggi etnik Mandailing di
wilayah Labuhan Batu/Tanjung Balai yang jumlah sebanyak 233,410 jiwa. (di Labuhan
Batu Selatan sebanyak 63.722 jiwa, Labuhan
Batu Utara sebanyak 51.477 jiwa, Labuhan Batu
sebanyak 100.037 jiwa dan Tanjung Balai sebanyak 18.174 jiwa). Terkonsentrasinya
etnik Mandailing di wilayah Labuhan Batu ini diduga merupakan resultante adanya
aliran migrasi etnik Mandailing baik yang melalui daerah Padang Lawas dan dari
daerah Padang Sidempuan melalui wilayah Padang Lawas Utara (Gunung Tua). Dari
daerah Labuhan Batu aliran migrasi bergerak menuju wilayah Sumatera Timur ke
utara dan menyeberang ke wilayah Semenanjung Malaya (Malysia) ke timur.
Aliran
migrasi etnik Mandailing yang terjadi dalam puluhan tahun melalui Padang Lawas,
Labuhan Batu menuju Sumatera Timur menyebabkan terbentuknya kantong-kantong konsentrasi etnik Mandailing di daerah
Sumatera Timur. Kantong konsentrasi etnik Mandailing yang cukup menonjol di Sumatera
Timur adalah di Kota Medan dengan populasi sebanyak 206,016 jiwa. Jumlah
populasi etnik Mandailing di Kota Medan terbilang sangat fantastik (bandingkan
dengan jumlah populasi etnik Mandailing di daerah asal, Kabupaten Mandailing Natal yang hanya tersisa
sebanyak 314.700 jiwa).
Di
bagian lain di luar Kota Medan di Sumatera Timur etnik Mandailing juga terkonsentrasi
di Kabupaten Deli Serdang dengan populasi sebanyak 116.814 jiwa. Ini berarti
jika populasi etnik Mandailing di Kota Medan dan di Kabupaten Deli Serdang digabungkan
akan berjumlah 322.830 jiwa—jumlahnya sudah melampaui jumlah etnik Mandailing
yang terdapat di daerah asal yang hanya 314.700 jiwa. Jumlah etnik Mandailing
di Sumatra Timur semakin besar jumlahnya jika ditambahkan sebanyak 168.876 jiwa
yang tersebar merata di sembilan kabupaten/kota lainnya di Sumatra Timur
(Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Batubara, Kabupaten Serdang
Bedagai, Kabupaten Langkat, Kota Pematang Siantar, Kota Tebing Tinggi dan Kota
Binjai).
Terkonsentrasinya
etnik Mandailing di wilayah Sumatera Timur yang berpusat di Kota Medan sebagai
tujuan akhir migrasi etnik Mandailing di Provinsi Sumatera Utara diduga merupakan
pola penyebaran dari daerah aliran migrasi (DAM) di daerah asal (origin) di
Kabupaten Mandailing Natal melalui Padang Lawas/Padang Sidempuan melalui daerah
Labuhan Batu menuju Sumatera Timur. Pola penyebaran ini boleh jadi merupakan
rute tradisional etnik Mandailing menyebar dari sisi timur Sumatera Utara menuju
Medan/Sumatera Timur. Sebab di jalur sisi barat Sumatera Utara melalui Sibolga,
Tapanuli Utara dan Toba Samosir tidak terlihat konsentrasi yang cukup berarti.
Arus migrasi etnik Mandailing lewat sisi barat seakan berhenti di Sibolga/Tapanuli
Tengah (jumlah populasi etnik Mandailing hanya sebanyak 19.208 jiwa). Sebagai
konsekuensinya, populasi etnik Mandailing pada masa ini di jalur sisi barat yang
meliputi Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir hanya berjumlah
761 jiwa. Sementara, populasi etnik Mandailing yang menuju Pulau Nias yang
meliputi lima kabupaten/kota hanya tercatat sebanyak 565 jiwa dimana sebanyak
455 jiwa berada di Kota Gunung Sitoli.
***
Secara
keseluruhan etnik Mandailing di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 1.225.743
jiwa. Dengan membandingkan populasi etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing
Natal yang kini berjumlah sebanyak 314.700 jiwa, maka jumlah etnik Mandailing di
luar kabupaten Mandailing Natal di dalam Provinsi Sumatra Utara terdapat sebanyak
911.043 jiwa. Jumlah ini tersebar di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara
dengan konsentrasi tertinggi di Sumatera Timur khususnya Kota Medan. Di Kota
Medan (ibukota Provinsi Sumatra Utara) dan Kabupaten Deli Serdang (sisi luar
Kota Medan) saja terdapat sebanyak 322.830 jiwa, dan di kabupaten/kota lainnya
di Sumatera Timur sebanyak 168.876 jiwa, kemudian di wilayah Labuhan
Batu/Tanjung Balai 233.410 jiwa; di Tapanuli Bagian Selatan minus Kabupaten
Mandailing Natal sebanyak 218.082 jiwa.
Sementara di kabupaten/kota lainnya sebanyak 24.293 jiwa yang mana sebanyak 14.140 jiwa
berada di Tapanuli Tengah.
Sementara
itu, jika secara nasional, populasi etnik Mandailing sebanyak 1.746,893 jiwa
maka etnik Mandailing di luar Sumatera Utara terdapat sebanyak 521.150 jiwa. Populasi terbesar etnik Mandailing di luar
Sumatra Utara terdapat di Provinsi Sumatera Barat sebanyak 168.283 jiwa yang
sebagian besar berada di daerah Pasaman (Kabupaten Pasaman dan Kabupaten
Pasaman Barat). Dua kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten
Mandailing Natal, Provinsi Sumatra Utara. Di Kabupaten Pasaman terdapat etnik
Mandailing sebanyak 52.418 jiwa dan di Kabupaten
Pasaman Barat sebanyak 104.652 jiwa. Ini berarti etnik Mandailing di Provinsi
Sumatera Barat sebesar 93.34 persen
berada di dua kabupaten tersebut. Sedangkan 6.66 persen terkonsentrasi di Kota
Padang (4.126 jiwa) dan Kota Bukit Tinggi (1,213 jiwa).
Populasi
etnik Mandailing terbanyak setelah Provinsi Sumatra Barat adalah Provinsi Riau.
Pada masa ini populasi etnik Mandailing di ‘jalur sutra’ daerah Rokan ini
sebanyak 102.557 jiwa yang meliputi Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan
Hilir, Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Di Kabupaten Rokan Hulu yang
berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas (Sumatra Utara) terdapat sebanyak 55.819
jiwa. Kemudian ke hilir arah ke pantai yakni Kabupaten Rokan Hilir terdapat sebanyak 29.443 jiwa dan Kota Dumai
sebanyak 8.620 jiwa dan Kabupaten Bengkalis sebanyak 8.674 jiwa. Jika populasi
etnik Mandailing di Provinsi Riau sebanyak 164.221 jiwa maka besarnya populasi
etnik Mandailing di ‘jalur sutra’ ini sebesar hampir 50 persen.
Dikatakan
‘jalur sutra’ migrasi karena dua etnik di Tapanuli Bagian Selatan (etnik Mandailing
dan etnik Angkola) diduga mengikuti pola migrasi yang sama melalui daerah aliran migrasi
(DAM) yang bergerak dari daerah asal etnik Mandailing di Kabupaten Mandailing
Natal dan etnik Angkola di Kota Padang Sidempuan/Kabupaten Tapanuli Selatan menuju
Kabupaten Padang Lawas kemudian Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir
yang seterusnya ke Bagan Siapiapi dan Kota Dumai. Jalur sutra via Bagan Siapiapi/Dumai
ini diduga menjadi salah satu rute migrasi awal etnik Mandailing dan etnik
Angkola ke wilayah Semenanjung Malaya di Selangor. Sedangkan ‘jalur sutra’ lainnya via
Labuhan Bilik (Labuhan Batu, Sumatra Utara) diduga menjadi arah masuk migrasi
menuju Semenanjung Malaya di Selangor, Perak dan Kedah. Tiga Negara bagian
Malaysia ini merupakan tempat dimana terkonsentrasi etnik Angkola dan etnik Mandailing.
Oleh
karenanya, di era kemerdekaan Malaysia, sejumlah etnik Mandailing dan etnik
Angkola yang berada di Malaysia banyak
yang mengambil peran di dunia politik
dan pemerintahan Malaysia. Sejumlah etnik Angkola dan etnik Mandailing yang menonjol
di Malaysia diantaranya adalah Tan Sri Dato’ Senu Abdurrahman Siregar (pernah
menjadi Duta Besar Malaysia untuk Indonesia dan juga mantan Menteri Penerangan Kerajaan
Malaysia), Tun Mohammad Haniff bin Omar Nasution (mantan Ketua Polis Diraja
Malaysia), Laksamana Dato’ Mohammad Zain Salleh Nasution (mantan Panglima
Angkatan Laut Diraja Malaysia), Dato' Harun bin Idris Harahap (mantan Menteri
Besar Selanggor), Tan Sri Dato’ Mohammad bin Haji Mohammad Taib Nasution (mantan
Menteri Besar Selanggor), Tan Sri Dato’ Haji Mohammed Azmi bin Haji Kamaruddin
Harahap (Hakim Agung), dan Dato’ Kamaruddin bin Idris Harahap (mantan Ketua
Polis Diraja Malaysia).
***
Populasi
etnik Mandailing secara umum terkonsentrasi di Provinsi Sumatra Utara, Provinsi
Riau, Provinsi Sumatra Barat. Namun demikian, jumlah etnik Mandailing di
provinsi lainnya juga terbilang signifikan. Di Provinsi Kepulauan Riau populasi
etnik Mandailing terdapat sebanyak 26.064 jiwa dan di Provinsi NAD sebanyak 24.103
jiwa dan Provinsi Jambi sebanyak 11.971
jiwa (bandingkan dengan populasi etnik Mandailing di Provinsi Sumbar di luar daerah
Pasaman yang jumlahnya hanya sebanyak 11.214 jiwa). Sementara itu etnik
Mandailing di Pulau Jawa terkonsentrasi di Provinsi Jawa Barat sebanyak 51.791,
di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 31.369 jiwa dan di Provinsi Banten sebanyak 18.639
jiwa (Akhir Matua Harahap).
Jumlah Etnik Mandailing
di Kabupaten/Kota Lainnya, 2010
|
||
Kode
|
Kabupaten/Kota
|
Jumlah
|
71
|
PEKANBARU
|
22,950
|
71
|
BATAM
|
21,557
|
71
|
JAKARTA
SELATAN
|
16,434
|
6
|
KAMPAR
|
14,733
|
1
|
BOGOR
|
11,609
|
75
|
BEKASI
|
10,535
|
5
|
SIAK
|
10,505
|
76
|
DEPOK
|
10,127
|
72
|
JAKARTA
TIMUR
|
9,888
|
73
|
D
U M A I
|
8,416
|
71
|
TANGERANG
|
7,521
|
4
|
PELALAWAN
|
7,113
|
14
|
ACEH
TAMIANG
|
7,063
|
74
|
JAKARTA
BARAT
|
5,621
|
3
|
TANGERANG
|
4,626
|
16
|
BEKASI
|
4,467
|
71
|
BOGOR
|
4,278
|
74
|
TANGERANG
SELATAN
|
4,019
|
71
|
JAMBI
|
3,532
|
73
|
LANGSA
|
3,492
|
73
|
BANDUNG
|
3,352
|
4
|
ACEH
TENGGARA
|
2,915
|
2
|
INDRAGIRI
HULU
|
2,656
|
75
|
JAKARTA
UTARA
|
2,487
|
71
|
BENGKULU
|
2,378
|
73
|
JAKARTA
PUSAT
|
2,159
|
5
|
MUARO
JAMBI
|
2,049
|
71
|
BANDA
ACEH
|
1,840
|
72
|
TANJUNG
PINANG
|
1,731
|
4
|
BATANG
HARI
|
1,671
|
9
|
BUNGO
|
1,542
|
4
|
BANDUNG
|
1,512
|
1
|
KUANTAN
SINGINGI
|
1,452
|
3
|
INDRAGIRI
HILIR
|
1,452
|
71
|
PALEMBANG
|
1,313
|
74
|
LHOKSEUMAWE
|
1,263
|
2
|
MERANGIN
|
1,134
|
15
|
KARAWANG
|
1,104
|
2
|
ACEH
SINGKIL
|
1,094
|
2
|
BINTAN
|
1,054
|
2
|
SUKABUMI
|
1,035
|
2 komentar:
Salam kenal pak, boleh tahu nama dokumen publikasi Sensus 2010 BPS yang digunakan? Dokumen yang saya miliki tidak merinci suku hingga sedetail itu, persebaran suku hanya disajikan pada level provinsi, saya tidak menemukan pada level kab/kota.
Saya lupa menyebut sumbernya. Data diolah sendiri berdasarkan dataset (file data) hasil Sensus Penduduk 2010 (BPS). Daftar kode etnik seluruh Indonesia juga disediakan oleh BPS. Dengan demikian data dapat diolah hingga level kecamatan. Terimakasih.
Posting Komentar