Selasa, Oktober 22, 2024

Sejarah Pantai Timur (12): Tamiang, Tamjam di Wilayah Utara dan Selatan Pantai Timur Sumatra; Atjeh, Siak, Deli, Sumatera Timur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda Residentie Sumatra’s Oostkust dari Siak hingga Tamiang. Demikian juga di province Sumatra’s Westkust, wilayah residentie Tapanoelie dari Natal hingga Singkel. Pada tahun 1887 Siak dan Bengkalis dipisahkan dari Residentie Sumatra’s Oostkust. Lalu pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari province Sumatra’s Westkust. Terakhir pada era Republik Indonesia Tamiang dipisahkan dari Sumatra Timur dan Singkel dipisahkan daru Tapanoeli. Wilayah kabupaten Aceh Tamiang berdekatan dengan wilayah kabupaten Langkat.


Kabupaten Aceh Tamiang di provinsi Aceh di perbatasan Aceh-Sumatera Utara. Kerajaan Tamiang puncak kejayaannya semasa Raja Muda Setia (1330–1366) yang pada masa itu kerajaan dibatasi: sungai Raya di utara, Besitang di selatan, selat Malaka di timur, gunung Segama di barat. Pada masa Kesultanan Aceh, Kerajaan Tamiang telah mendapat cap Sikureung dan hak Tumpang Gantung dari Sultan Aceh atas wilayah Negeri Karang dan Negeri Kejuruan Muda. Sementara negeri Sultan Muda Seruway, Negeri Sungai Iyu, Negeri Kaloy, dan Negeri Telaga Meuku dijadikan sebagai wilayah pelindung bagi wilayah cap Sikureung. Tahun 1908 wilayah Tamiang dipisakan Oost Sumatra. Nama Tamiang berasal dari Te-Miyang atau "Da-Miyang artinya tidak kena gatal dari miang bambu. Eksistensi wilayah Tamiang pada prasasti Sriwijaya. Sastra Cina karya Wee Pei Shih mencatat keberadaan negeri Kan Pei Chiang (Tamiang) atau Tumihang dalam Kitab Negara Kertagama. Pada masa ini kabupaten Aceh Tamiang satu-satunya kawasan di Aceh mayoritas etnis Melayu Tamiang (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tamiang, Tamjam di wilayah utara dan wilayah selatan pantai timur Sumatra? Seperti disebut di atas, wilayah Tamiang berada di perbatasan Aceh dan Sumatra, sementara nama Tamjam tempo doeloe berada di batas Sumatra Utara dan Riau. Bagaimana dengan nama-nama Atjeh, Siak, Deli dan Sumatera Timur? Lalu bagaimana sejarah Tamiang, Tamjam di wilayah utara dan wilayah selatan pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, Oktober 21, 2024

Sejarah Pantai Timur (11): Sungai Wampu di Langkat, Sungai Lau Biang di Karo; Selesei, Stabat, Tanjungpura dan Nama Teluk Haru


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Wampu a sungai mengalir melalui di kabupaten Karo dan kabupaten Langkat. Di kabupaten Karo, hulu sungai dikenal Lau Biang (berhulu di Siberaya) bertemu sungai Bohorok, di hilir di Langkat dikenal nama sungai Wampu. Kabupaten Langkat ibu kota di Stabat dan kabupaten Karo di Kabanjahe. Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat.  Bagaimana dengan nama Karo?


Pada era Pemerintah Hindia Belanda, sultan Langkat pertama Musa Almahadamsyah 1865-1892. Di bawah pemerintahan Kesultanan struktur pemerintahan disebut Luhak dan di bawah luhak disebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut Penghulu Balai (Raja Kecil Karo) yang berada di desa. Luhak dipimpin seorang Pangeran, Kejuruan dipimpin Datuk, Distrik dipimpin kepala Distrik. Untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk oleh penduduk asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Kesultanan di Langkat dibagi 3 Luhak: Luhak Langkat Hulu berkedudukan di Binjai terdiri dari 3 Kejuruan dan 2 Distrik yaitu: Selesai, Bahorok, Sei Bingai, Kwala, Salapian. Luhak Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura mempunyai 2 kejuruan dan 4 distrik yaitu: Stabat, Bingei, Secanggang, Padang Tualang, Cempa, Pantai Cermin. Luhak Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan terdiri dari satu kejuruan dan dua distrik: Besitang, Pulau Kampai, Sei Lepan. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Wampu di Langkat, sungai Lau Biang di Karo? Seperti disebut di atas, Langkat di hilir daerah aliran sungai Wampu, Karo di hulu daerah aliran sungai Lau Biang. Nama tempat di Langkat seperti Selesei, Stabat, Tanjungpura dan Teluk Haru. Lalu bagaimana sejarah sungai Wampu di Langkat, sungai Lau Biang di Karo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, Oktober 18, 2024

Sejarah Pantai Timur (10): Songi Dilly di Deli Tua, Pulau Sicanang Sekarang; Kerajaan Laboehan dan Era Perkebunan di Tanah Deli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Pada tahun 1822 seorang Inggris John Anderson (dari Penang) melaporkan Kerajaan Laboehan (Melayu) tengah berperang dengan Kerajaan Pulo Brajan (Batak). Inggris memberi bantuan persenjataan kepada Kerajaan Laboehan. Pada permulaan pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di pantai timur Sumatra (1863), Kerajaan Laboehan/Kesultanan Deli hanya memiliki otoritas di Laboehan (Kawasan muara sungai Deli) dan wilayah rawa-rawa di Pertjoet. Pada tahun 1865 Nienhujs membuka perkebunan di Laboehan.   


Kesultanan Deli didirikan tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan di Tanah Deli. Menurut hikayat, seorang Aceh Muhammad Dalik atau Gocah Pahlawan bergelar Laksamana Khuja Bintan, keturunan Amir Muhammad Badar ud-din Khan, dari Delhi, India menikahi Putri Chandra Dewi, putri Sultan Samudera Pasai. Muhammad Dalik dipercaya Sultan Aceh menjadi wakil di bekas wilayah Kerajaan Haru yang berpusat di daerah sungai Lalang-Percut. Dalik mendirikan Kesultanan Deli di bawah Kesultanan Aceh tahun 1632. Pada tahun 1653, putranya Tuanku Panglima Perunggit mengambil alih kekuasaan dan tahun 1669 mengumumkan memisahkan kerajaannya dari Aceh. Ibu kota di Labuhan. Pada tahun 1720 pecah Deli dan dibentuk Kesultanan Serdang. Kesultanan Deli sempat direbut Kesultanan Siak dan Aceh. Pada tahun 1858, Tanah Deli menjadi milik Belanda setelah Sultan Siak menyerahkan tanah kekuasaannya. Pada tahun 1861, Kesultanan Deli secara resmi diakui merdeka dari Siak maupun Aceh. Sultan Deli menjadi bebas untuk memberikan hak-hak lahan kepada Belanda/perusahaan perkebunan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Deli di Deli Tua, pulau Sicanang masa sekarang? Pada masa awal ada kerajaan besar di pedalaman, pulau Sicanang masih kecil di teluk Deli. Pulau ini makin lama makin besar. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda pulai ini diperhatikan karena sering banjir. Sejak era Republik Indonesia pulau Sicanang menyatu dengaan daratan. Pulau Sicanang tamat. Dalam konteks inilah munul keberadaan kerajaan di Laboehan dan perkebunan di daeah aliran sungai Deli. Lalu bagaimana sejarah sungai Deli di Deli Tua, pulau Sicanang masa sekarang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, Oktober 17, 2024

Sejarah Pantai Timur (9): Sungai Karang dan Sungai Buaya, Sungai Ular; Kerajaan Nagur dan Laporan Ma Huan Ekspedisi Cheng Ho


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Ular berada di batas kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Serdang Bedagai. Nama Serdang Bedagai gabungan nama Serdang dan nama Bedagai. Sedangkan nama kabupaten Deli Serdang (gabungan nama Deli dan nama Serdang). Nama sungai Ular di hilir dan nama sungai Buaya di hulu (wilayah Dolok Silo). Di daerah aliran sungai Buaya/sungai Ular ini terdapat nama (tempat) Sungai Karang (suatu desa di kecamatan Galang). Dalam hal ini apakah nama Sungai Karang adalah nama terdahulu sungai Ular?


Nama Serdang sangat langka, tetapi nama Serdang juga bukan unik. Ada nama Serdang di pantai timur Sumatra dan ada juga nama Serdang di pantai timur Lampoeng. Seperti disebut sebelumnya, Serdang adalah nama suatu kampong di muara sungai Bedagai (dulu juga ditulis dengan nama Bedageh). Juga awalnya nama Bedagai adalah nama kampong di daerah aliran sungai Bedagai. Kedua nama kampong (Serdang dan Bedagai) menghilang, tetapi nama Serdang dan nama Bedagai tetap lestari sebagai nama wilayah (dulu juga nama kerajaan). Di Lanmpoeng, nama Serdang adalah nama sungai (Way Serdang), tetapi di masa lampau nama sungai Way Serdang ini berawal dari nama kampong. Apakah ada arti kata ‘serdang’ dan kata ‘bedagai’? Dalam kamus bahasa Angkola Mandailing oleh HJ Eggink tahun 1938 kata ‘sordang’ adalah pohon yang daunnya berfungsi sebagai penutup atap (Livistona altissima). Bandingkan dengan KBBI: serdang: nama tumbuhan palem yang hidup di tanah bencah dan daunnya dapat dibuat atap (Pholidocarpus sumatrana).

Lantas bagaimana sejarah sungai Karang, sungai Buaya dan sungai Ular? Seperti disebut di atas sungai Ular berada di perbatasan Deli Serdang dan Serdang Bedagai.Wilayah Serdang berada diantara Deli dan Bedagai. Namun menarik membaca laporan Ma Huan dalam ekspedisi Cheng Ho (1405-1433) yang disebutkan ada nama Nakur dan Sumentala yang diduga kedua nama itu adalah Kerajaan Nagur dan Kerajaan Sungai Karang. Lalu bagaimana sejarah sungai Karang, sungai Buaya dan sungai Ular? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, Oktober 16, 2024

Sejarah Pantai Timur (8): Tebing Tinggi di Sungai Padang, Berhulu di Raya Bermuara di Bandar Kalipa; Rondahaim Radja di Raja


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Ada nama Tebing Tinggi di hulu daerah aliran sungai Musi. Bagaimana dengan nama Tebing Tinggi di daerah aliran sungai Padang. Tebing Tinggi adalah kota baru di pantai timur Sumatra. Sungai Padang berhulu di wilayah (kerajaan) Raya (wilayah Simaloengoen) dengan nama sungai Bolian. Mengapa nama sungai disebut sungai Padang? Yang jelas ada nama kota Padang Sidempoean di lereng gunung Dolok Loeboe Raya.  


Tebing Tinggi sebuah kota di tengah kabupaten Serdang Bedagai elevasi 24-26 m dpl empat sungai: sungai Padang, sungai Bahilang, sungai Kalembah dan sungai Sibaran. Mulai dihuni tahun 1864 orang dari wilayah Bandar Simalungun (kini wilayah Pagurawan) dipimpin Datuk Bandar Kajum di Tanjung Marulak. Ada tekanan dari Kerajaan Raya, pemukiman dipindah ke sebuah tebing yang tinggi (cikal bakal nama Tebing Tinggi). Kerajaan Raya menyerang Kampung Tebing Tinggi namun dibantu Belanda. Dengan perjanjian Belanda dibentuk Kerajaan Padang pusat di Bandar Sakti (pelabuhan sungai dan menjadi pusat perdagangan). Batas Kerajaan Padang dengan Kerajaan Raya di di Sipispis dan ke hilir termasuk Bandar Khalifah. Kerajaan Padang dihuni penduduk dari multi etnis. Pada tahun 1887, oleh pemerintah Hindia Belanda, Tebing Tinggi ditetapkan sebagai kota pemerintahan dimana pada tahun tersebut juga dibangun perkebunan besar yang berlokasi di sekitar Kota Tebing Tinggi. Pada tahun 1903, pemerintah Hindia Belanda menetapkan Tebing Tinggi sebagai daerah gemeente/kota (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tebing Tinggi di sungai Padang, yang berhulu di Raya dan bermuara di Bandar Khalipa? Seperti disebut di atas ada hubungan masa lalu di daerah aliran sungai Bolian/sungai Padang antara kerajaan Raya di pedalaman dan kerajaan Padang di hilir. Raua terkenal dari Raya adalah Rondahaim. Lalu bagaimana sejarah Tebing Tinggi di sungai Padang, yang berhulu di Raya dan bermuara di Bandar Khalipa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, Oktober 15, 2024

Sejarah Pantai Timur (7): Kota Perdagangan di Pertemuan Dua Sungai, Kota Indrapura di Suatu Pulau? Kerajaan-Kerajaan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Perdagangan adalah kota di Simalungun. Namanya perdagangan, tempat pertukaran. Apakah ada sejarahnya? Tidak ada bukti. Hanya ada bukti bahwa kota tersebut berada di daerah aliran sungai besar dimana tiga sungai bertemu. Tinggi permukaan sungai di kota pada elevasi 30 m dpl. Jarak garis lurus antara Perdagangan dan Indrapura 15 Km. Bukti lainnya sungai di wilayah hilir bercabang Km 7 dengan ketinggian 17 m dpl. Di cabang sisi utara di Indrapura (7 m dpl).


Kota Perdagangan, Tempat Transaksi Kerajaan Nagur Masa Lampau. Selasa, 21 September 2021. Tribun-medan.com. Kawasan padat penduduk tertinggi di kabupaten Simalungun, bahkan melampaui ibu kota kabupaten sendiri di Pematang Raya. Seperti namanya, Perdagangan merupakan lokasi transaksi dagang para raja Simalungun dengan bangsa asing pada masa lampau. Hanya saja tak ada dokumen valid mengenai kapan berdirinya daerah yang secara administratif berada di wilayah kecamatan Bandar. Asal nama Perdagangan seperti yang diketahui berasal dari nama Sam Pan Tao (tempat berdagang dengan perahu kayu), Tak ada bukti sejarah yang valid. Kota Perdagangan, sungai cukup lebar pertemuan tiga sungai asal Simalungun atas. Dosen Universitas Simalungun (USI) Jalatuah Hasugian menjelaskan, dahulu sungai di Perdagangan menjadi tempat berjualan Kerajaan Nagur. Kerajaan Nagur merupakan kerajaan Simalungun sejak abad ke-5, cikal bakal berdirinya 7 kerajaan di Simalungun abad ke-13 (https://tribunnews.com).

Lantas bagaimana sejarah kota Perdagangan di pertemuan dua sungai, kota Indrapura di suatu pulau? Seperti disebut di atas, sulit menemukan catatan sejarah kota Perdagangan. Data yang ada hanya elevasi di hilir daerah aliran sungai dimana sungai bercabang. Di hulu daerah aliran sungai ditemukan data sejarah kerajaan-kerajaan yang berada di dataran tinggi (pedalaman). Lalu bagaimana sejarah kota Perdagangan di pertemuan dua sungai, kota Indrapura di suatu pulau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. 

Sabtu, Oktober 12, 2024

Sejarah Sumatra Timur (6): Aek Silau Hulu di Simalungun, Aek Silo Hulu di Dolok Hole; Kerajaan Silo di Simalungun Tempo Dulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pantai Timur Sumatra di blog ini Klik Disini

Sungai Aek Silo (kini sungai Silau) adalah batas wilayah Simalungun dan Asahan. Sungai ini berhulu di Dolok Simanuk-manuk dan bermuara di Tanjung Tiram. Sungai ini (sungai Silau Tua) pada era Hindia Belanda dikebiri dan debit airnya dialihkan ke sungai Silau yang bermuara ke Kisaran/Tanjung Balai. Sungai besar lainnya yang bermuara ke pantai timur adalah sungai Bah Bolon di utara (wilayah Simalungun) dan sungai Asahan di selatan (wilayah Asahan). Sungai Asahan berhulu dari danau Toba, sungai Bah Bolon berhulu di dolok Matjaroendoeng (dekat danau Toba).


Batak Simalungun di kabupaten Simalungun bermarga asli dan tiga marga pendatang: Saragih, Sinaga, dan Purba. Orang Batak Karo menyebut etnis ini "Timur" dan menyebut "Simelungen" berarti si sunyi. Pada era Hindia Belanda terbagi tujuh daerah empat kerajaan dan tiga partuanan. Kerajaan tersebut adalah: Siantar tunduk pada Belanda tanggal 23 Oktober 1889; Panei (Januari 1904); Dolog Silou; Tanoh Jawa (8 Juni 1891). Sedangkan partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas: Raya (Januari 1904); Purba; Silimakuta, Keempat marga “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) empat raja: Raja Nagur bermarga Damanik; Raja Banua Sobou bermarga Saragih; Raja Banua Purba bermarga Purba; Raja Saniang Naga bermarga Sinaga. Orang Batak Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena partuturan (perkerabatan) di Simalungun hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat. Pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sungai Silau berhulu di Simalungun, aek Silo berhulu di Sipirok Dolok Hole? Seperti disebut di atas sungai Aek Silo menjadi batas antara wilayah Simalungun dan Asahan. Satu yang jelas ada nama kerajaan Silo di Simalungun tempo dulu. Lalu bagaimana sejarah sungai Silau berhulu di Simalungun, aek Silo berhulu di Sipirok Dolok Hole? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.