Senin, Agustus 26, 2024

Sejarah Lubuk Raya (8): Hapur dan Nama Kamper Kapur di Barus;Haminjon dan Nama Benzoin Kemenyan di Pedalaman Angkola


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lubuk Raya di blog ini Klik Disini

Hapur dan haminjon adalah nama asli dalam bahasa Batak. Nama.menunjukkan asalnya. Ada aturan penamaan tumbuhan (taksonomi). Akan tetapi nama itu di Eropa menjadi kamper dan benzoin. Bagaimana nama hapur dan haminjon terbentuk? Nama menunjukkan asalnya. Namun nama yang lebih dikenal adalah kapur Barus (kapur dari Barus). Apakah juga ada kemenyan Barus?


Dalam kerajaan tumbuhan (plant kingdom) pada pengelompokan yang lebih rendah yakni famili (keluarga) dibagi lagi ke dalam genus (marga) baru kemudian dibagi lagi menjadi spesies. Dalam kerajaan Animalia, manusia memiliki nama ilmiah Homo sapiens, nama spesies manusia modern yang masuk ke dalam genus Homo, famili Hominidae, ordo Primata dan kelas Mammalia. Kapur Barus dihasilkan dari pohon kamper, nama ilmiah Dryobalanops camphora dan juga disebut Dryobalanops sumatrensis, Laurus sumatrensis, Dryobalanops aromatica, Dryobalanops junghuhnii. Kemenyan masuk famili Styracaceae dan genus Styrax. Kemenyan yang menghasilkan getah yang secara umum lebih dikenal dan bernilai ekonomis yaitu kemenyan Sumatra (Styrax benzoin). Dalam perkembangan selanjutnya muncul nama-nama kemenyan bulu (Styrax paralleloneurus), kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J. Sm) dan kemenyan Siam (Styrax tokinensis). Sejak dahulu, jenis kemenyan yang paling umum dibudidayakan secara luas di Sumatera Utara (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah hapur dan nama kamper kapur di Barus, haminjon dan nama benzoin kemenyan di Angkola? Seperti disebut di atas hapur dan haminjon adalah nama asli untuk dua tanaman kuno yang masih eksis di Tanah Batak. Lalu bagaimana sejarah hapur dan nama kamper kapur di Barus, haminjon dan nama benzoin kemenyan di Angkola? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Hapur dan Nama Kamper Kapur di Barus: Haminjon dan Nama Benzoin Kemenyan di Angkola

Saat FW Jung Huhn memasuki wilayah Angkola pada tahun 1840, nama botani Styrax benzoin sudah dikenal yang merujuk pada kemenyan Sumatra. Bagaimana dengan kamper? Sudah dikenal dengan nama Dryobalanops camphora. Dalam perkembangannya kamper tidak hanya merujuk pada Baros di pantai barat Sumatra, juga merujuk pada Borneo (lihat Tijdschrift voor wetenschappelijke pharmacie, jrg 4, 1862).


Pada tahun 1927 muncul jenis kemenyan lain (di Tanah Batak) yang diberi nama Styrax sumatrana (lihat Landbouw; tijdschrift der Vereeniging van Landbouwconsulenten in Nederlandsch-Indie, jrg 3, 1927). Styrax benzoin jauh berkualitas dibandingkan dengan Styrax sumatrana. Penemuan ini mengingatkan pada penemuan tusam (pinus asal Sipirok) yang ditemukan Jung Huhn pada tahun 1841 yang kemudian diberi nama tusam Sumatra dengan nama botani Pinus merkusii. Penamaan ini mengikuti nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Merkus yang menugaskan Jung Huhn ke Tanah Batak. Pinus sendiri sudah lama dikenal di Eropa, tetapi pinus yang ditemukan di wilayah tropis di Sipirok merupakan temuan baru.

Kemenyan Sumatra (Styrax benzoin Dryand) dan kemenyan Toba (Styrax sumatrana J.J. Sm) adalah tanaman yang diusahakan penduduk di Tanah Batak. Lantas mengapa di Eropa nama kemenyan diberi nama botani Styrax benzoin? Yang jelas benzoin bukan nama tempat seperti Sumatra. Bagaimana dengan kapur Barus?


Nama kapur Barus di Eropa diberi nama botani sebagai Dryobalanops camphora. Dalam hal ini camphora juga bukan nama tempat. Dryobalanops campliora Golebr merujukan pada nama Champhora sumatrana atau kamper Sumatra (lihat Tijdschrift der Vereeniging tot Bevordering der Geneeskundige Wetenschappen in Nederlandsch-Indie, 1852).

Kamper (Dryobalanops camphora) dan kemenyan (Styrax benzoin) merujuk pada dua tanaman yang berasal dari Sumatra (tepatnya dari Tanah Batak). Lantas apa nama camphora dan benzoin dalam bahasa Batak? Apakah camphora berasal usul dari nama hapur dan nama benzoin merujuk pada nama haminjon?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Haminjon dan Nama Benzoin Kemenyan di Angkola: Komoditi Perdagangan Zaman Kuno di Pantai Barat Sumatra


Kemenyan (Styrax benzoin) dalam bahasa Angkola Mandailing adalah hamindjon (lihat Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch Indie: Met korte aanwijzingen van het nuttig gebruik der planten en hare beteekenis in het volksleven, en met registers der Inlandsche en wetenschappelijke benamingen door FSA de Clercq en M Greshoff. 1909. Drukker/Uitgever JH de Bussy). Di wilayah Toba, kemenyan disebut hamojan. Secara morfologi hamojan mirip dengan kemenyan. Bagaimana dengan hamindjon?


Kemenyan asli terutama ditemukan di negari-negari Batak di Sumatra (lihat Dr KW van Gorkom's Oost-Indische cultures door Karel Wessel van Gorkom en Hendrik Coenraad Prinsen Geerligs. 1917-1919. Drukker/Uitgever De Bussy). Sementara itu kamper (Dryoholanops Camphor) terdapat di Kepulauan Hindia Timur (lihat Tijdschrift voor wetenschappelijke pharmacie, 1851. Uitgever BelinfanteVoorburg). Disebutkan lebih lanjut Dryoholanops camphora adalah salah satu pohon terbesar di Kepulauan Hindia Timur. Pohon kamper terbentang di pulau Sumatera mulai dari Airbangies sampai Singkel atau kira-kira pada 1° 10'—2° 20' LU. Pohon ini tidak tumbuh lebih jauh ke selatan dari Airbangies. Tidak diketahui apakah tumbuh lebih jauh ke utara Singkel. Produk ini digunakan dalam jumlah besar untuk mengawetkan jenazah para bangsawan atau Raja, maka akan mudah untuk menjelaskan mengapa kamper Sumatera begitu berharga. Harga kamper Sumatera, kini di Tiongkok, rata-rata ƒ30 per pon, sementara menurut pernyataan Maculloch di Canton pada tahun 1836 hanganya per pon sebesar ƒ57, sekitar seratus kali lebih mahal dari kapur barus biasa (buatan pabrik). Orang Eropa pertama yang melihat pohon kamper adalah Charles Miller yang pernah melakukan ekspedisi botani ke wilayah Angkola pada tahun 1772 (lihat juga William Marsden. 1781).

Kamper dan kemenyan adalah tanaman khas Sumatra terutama di Tanah Batak (antara Airbangies dan Singkel). Sekali lagi, apakah nama hapoer dan hamindjon yang menjadi asal usul nama di Eropa sebagai kamper (camphora) dan benzoin?


Jika kamper dan kemenyan hanya ditemukan di Tanah Batak saat itu, dan kamper telah digunakan dalam pengawetan (pembalseman) di Mesir kuno, lalu apakah penduduk di Tanah Batak telah terhubung dengan penduduk di Mesir? Soal toponimi ini tetap menarik untuk diperhatikan. Nama bukit du Tanah Batak disebut (tor), Sementara di Mesin bukit disebut tur (seperti Thur-sina). Satu yang jelas seorang peneliti Jerman menyimpulkan bahwa aksara Batak mirip aksara Fenesia (lihat A Phoenician Alphabet on Sumatra by EEW Gs Schröder in Journal of the American Oriental Society, Vol. 47, 1927).

Oleh karena itu nama hapoer menjadi sangat masuk akal mengapa disebut di dalam Al-Quran sebagai kafura yang terdapat dalam surah 76 ayat 5. Bagaimana dengan surah? Apakah juga surah merujuk pada kosa kata surat (soerat Batak). Aksara Fenesia lebih tua dari aksara Arab. Bagaimana pendapat Schröder yang menyatakan aksara Batak mirip aksara Fenesia. Dalam hal inilah kita berbicara antara produk zaman kuno (kamper dan kemenyan) di satu sisi dan aksara dan bahasa di sisi lain.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: