Jumat, Juli 26, 2024

Sejarah Lubuk Raya (7): Tambang Emas di Sumatra Sejak Zaman Kuno; Ptolomeus dan Nama Aurea Chersonesos (Aurea Pulau Sere)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lubuk Raya di blog ini Klik Disini

Ahli geografi Yunani pada abad ke-2 Ptolomeus mengidentifikasi nama suatu daratan di sebelah timur India dengan nama Aurea Chersonesos. William Shakespeare (1564-1616) dalam dramanya "Romeo and Juliet" terdapat frase "What's in a name?" (Apalah arti sebuah nama?). Akan tetapi dalam sejarah zaman kuno nama Tacola pada peta Ptolomeus yang diidentifikasi sebagai Aurea Chersonesos mungkin memiliki arti tersendiri; Aurea dalam bahasa Yunani adalah emas dan nesos adalah pulau. Bagaimana dengan nama Cherso? Apakah cherso adalah sere? Terkesan dua kata yang mirip. Sere dalam bahasa Batak adalah emas.


Riwayat Sejarah Emas Pulau Sumatra: dari Anugerah Jadi Petaka. Afkar Aristoteles Mukhaer - Rabu, 17 April 2024. Nationalgeographic.co.id—Keberadaan emas di Sumatra sudah dikenal sejak awal kalender Masehi. Klaudius Ptolemaeus, ahli geografi Yunani di Aleksandria, Mesir membuat peta yang memuat dunia timur pada 150 M menamai Chyrse Chersonesos (Pulau Emas) pada daerah yang diyakini sejarawan sebagai Pulau Sumatra. Hanya sedikit sebenarnya yang diketahui orang Barat tentang dunia Asia, apa lagi kepulauan Asia Tenggara yang begitu banyak jumlahnya. Namun, narasi limpahan emas di sebuah dataran atau pulau di Timur ini cukup di kenal oleh peradaban Barat. Rujukan Sumatra sebagai Pulau Emas juga berdasar. I’Tsing ketika menyambangi Kerajaan Sriwijaya pada abad ketujuh Masehi menyebut pulau yang ditempati sebagai "Chin-chou" yang berarti Pulau Emas. Di India, Prasasti Nalanda dari tahun 820 dan Prasasti Tanjore dari tahun 1030 juga menyebut Suwarnadwipa, bahasa Sansekerta dari "Pulau Emas" untuk merujuk kawasan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra.

Lantas bagaimana sejarah tambang emas di Sumatra sejak zaman kuno? Seperti disebut di atas nama Sumatra sudah dikenal sebagai sumber emas. Ptolomeus pada abad ke-2 menyebut pulau Sumatra dengan nama Aurea Chersonesos (Pulau Sere; Emas Sere Pulau). Lalu bagaimana sejarah tambang emas di Sumatra sejak zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tambang Emas di Sumatra Sejak Zaman Kuno; Ptolomeus dan Nama Aurea Chersonesos (Pulau Sere)

Mungkin tidak disadari arti penting bahwa sere dalam bahasa Batak adalah emas. Nama yang mirip sere adalah sereh, atau serai. Mungkin juga tidak disadari arti penting bahwa hasil penyulingan tanaman sereh adalah asiri atau atsiri. Akan tetapi dalam hal ini yang ingin dibicarakan adalah tentang sere sebagai suatu hasil bumi yang dilakukan dengan proses penambangan.


Sere atau emas dibawa ke barat (India, Persia, Arab dan Eropa) dan ke timur (Tiongkok) dalam bentuk kepingan, bongkahan atau butiran. Sementara minyak asiri di bawah ke barat dan timur dalam bentuk cairan kental seperti hasil penyulingan tanaman sereh, pohon kemenyan, tanaman kamper, tanaman nilam dan sebagainya. Khusus untuk kamper dan kemenyan umumnya dalam bentuk bongkahan hasil dari proses manderes dari pohon kemanyan dan pohon kamper.

Lantas mengapa Ptolomeus pada abad ke-2 menyebut pulau di timur India sebagai Chersonesos? Tentu saja emas dalam bahasa Yunani kuno disebut aurea (bahasa Latin: aurum). Sedangkan nesos dalam bahasa Yunani kuno adalah pulau. Jadi Aurea Chersonesos adalah pulau emas Cherso. Lalu apakah nama cherso yang mirip dengan nama sere dalam bahasa Batak menunjukkan hal yang sama?


Dalam peta Ptolomeus abad ke-2 di pulau Auera Chersonesos di sebelah barat di bagian utara diidentifikasi nama kota Tacola. Kota ini berada di pantai di bagian dalam suatu teluk besar. Ptolomeus menggambarkan Aurea Chersonesus sebelah timur dengan batas utara sejajar dengan sebalah barat dan batas selatan yang disela oleh garis ekuator (wilayah Semenanjung masa kini). Auera Chersonesos sebelah barat terdiri dua bagian: Pada bagian utara di pantai barat diidentifikasi nama Tacola dan nama Cottanagara yang dipisahkan oleh sungai Dorifatna. Pada bagian selatan dilintasi garis ekuator yang mana kota di pantai barat di ujung selatan diidentifikasi nama Sabaracus (Lampung?) dan di seblah timur lautnya nama Palanda (Kalianda atau Palembang?). Dua bagian di sebelah barat ini diduga pulau Sumatra. Satu bagian yang terpisah di bagian selatan yakni di timur bagian selatan Sumatra dan di selatan semenanjung diduga adalah pulau Bangka. Semua bagian pulau-pulau inilah yang diidentifikas Ptolomeus dalam petanya sebagai Aurea Chersonesus. Catatan: kota Tacola berada di pantai. Seperti disebut sebelumnya wilaya muara sungai Batangtoru awalnya suatu teluk besar dimana muara sungai terletak di dekat Hapesong/Sangkunur yang sekarang, Besar dugaan nama Tacola ini berada di bagian dalam teluk besar tersebut. Tentang sungai Dorifatna diduga adalah sungai Masang yang sekarang yang bermuara di Kinali dan berhulu di Lubuk Sikaping.  Di Lubuk Sikaping juga menjadi hulu sungai Rokan yang bermuara ke pantai timur Sumatra. Dua sungai besar ini seakan membagi dua pulau Sumatra antara bagian utara dan bagian selatan. Jika Tacola adalah Angkola lalu apakah Cottanagara adalah Kotanopan?

Lalu apakah Ptolomeus pada abad ke-2 menyebut pulau-pulau di timur India sebagai Aurea Chersonesos merujuk pada nama pulau Sere? Kota Tacola adalah kota terdekat di pulau Sumatra dari arah barat (India. Persia, Arab dan Eropa). Masih dalam catatan geografis Ptolomeus juga disebut bahwa kamper didatangkan dari Sumatra bagian utara. Lalu dalam catatan Eropa pada abad ke-5 disebut bahwa kamper diekspor dari kota yang disebut Baroussa. Nama Baroussa ini di Eropa diduga adalah Barus (di Sumatra bagian utara).


Dalam catatan Tiongkok dinasti Leang pada abad ke-6 (502-556) disebut nama-nama tempat di pulau emas Kin-lin, Tu-k'un, Pien-tiu of Pan-tiu, Kiu-li of Ktu-tchiu dan Pi-song serta Mo-chia-man. Nama-nama tempat yang disebut dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 tersebut mirip dengan nama-nama tempat di pantai barat Sumatra seperti Tu-k'un sebagai Tiku, Pien-tiu of Pan-tiu sebagai Panti, Kiu-li of Ktu-tchiu sebagai Puli dan Pi-song sebagai Sipisang atau Hapesong serta Mo-chia-man sebagai Pasaman atau Pariaman.

Nama-nama tempat di pantai barat Sumatra tampaknya sudah dikenal sejak lama di Eropa maupun Tiongkok. Bagi orang Eropa, pantai barat Sumatra dihubungkan dengan produk kamper. Bagi orang Tiongkok dihubungkan dengan produk emas.

 

Seperti dikutip di atas, ketika seorang Tiongkok I’Tsing ketika menyambangi Kerajaan Sriwijaya pada abad ketujuh Masehi menyebut pulau yang ditempati sebagai "Chin-chou" yang berarti Pulau Emas. Lalu apakah nama Chin-chou ini adalah nama pulau Chinco di pantai barat Sumatra? Pada era Portugis pulau tersebut diidentifikasi sebagai Poulo Chinco dan pada era VOC/Belanda juga disebut dengan nama Poeloe Tjinkoek yang menjadi pos perdagangan VOC. Wilayah pulau Chinco terdiri pulau Tjingkoek Gadang dan pulau Tjingkoek Katjil yang lebih dekat dengan daratan Sumatra (kini masuk wilayah Painan). Sedikit menambahkan nama Painan mirip dengan nama (pulau) Hainan di Tiongkok. Pada tahun 1667 VOC mengusahakan tambang emas dan perak di Salido dengan mendatangkan budak dari Madagaskar untuk bekerja di pertambangan. Salida adalah sebuah bukit di dekat pulau Chinko Katjil yang diduga dulunya adalah suatu pualau yang kemudian menyatu dengan daratan Sumatra. Pada era Portugis pertambangan yang diusahakan di sekitar gunung Pasaman. Hal itulah mengapa pelaut/pedagang Portugis menyebut gunung Pasaman sebagai gunung Ophir.

Kamper dan emas di zaman kuno tampaknya menjadi andalan pulau Sumatra di pantai barat. Suatu produk kuno yang diperdagangkan. Keberadaan emas di Pasaman telah memperkuat nama Mo-chia-man dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 sebagai nama Pasaman. Dalam catatan Tiongkok pada abad ke-6 ini juga dicatat nama Pan-tiu dan nama Pi-song.


I’tsing pada abad ke-7 juga mencatat nama-nama lain seperti nama Po-lu-sse dan nama Seng-ho-lo. Para peneliti era Hindia Belanda menyimpulkan nama Po-lu-sse sebagai nama Barus. Lalu bagaimana dengan nama Seng-ho-lo? Apakah nama Seng-ho-lo adalah sebagai nama Sangkilon atau atau nama Sangkunur? Nama Sangkilon berada di pantai timur Sumatra (wilayah Padang Lawas) sementara nama Sangkunur di pantai barat (sekitar muara sungai Batangtoru).

Kamper atau kapur Barus adalah produk berbentuk kristal yang dihasilkan dari getah pohon kamper. Pohon kamper dalam bahasa Batak adalah batang ni hapur. Boleh jadi kata hapur diucapkan di wilayah pantai sebagai kapur, yang kemudian bergeser menjadi kafura dalam bahasa Persia/Arab yang selanjutnya masuk ke Eropa sebagai champer. Lalu bagaimana dengan emas? Ptolomeus abad ke-2 dalam catatan geografisnya pada peta Sumatra diidentifikasi nama Aurea Chersonesus. Nama Chersonesus dalam hal ini boleh jadi adalah Pulau Sere (cherso=sere; nesus=pulau). Dalam hal ini sere dan hapur adalah produk berharga yang di zaman kuno sudah diperdagangkan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Prolomeus dan Nama Aurea Chersonesos (Pulau Sere): Pertambangan Emas di Wilayah Angkola dan Mandailing  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi menulis artikel sejarah di blog, dilakukan saat menonton sepak bola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami sejarah ekonomi dan bisnis di Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: