SMAN 2 Plus Sipirok merupakan satu-satunya sekolah (SMA) yang menyandang predikat standar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Tapanuli Bagian Selatan. SMA RSBI lainnya terdapat di wilayah Tapanuli Tengah (SMAN 1 Matauli) dan wilayah Tapanuli Utara (SMAN 2 Balige). Di Propinsi Sumatera Utara sendiri hanya terdapat sepuluh SMA berstatus RSBI, lima lainnya terdapat di Medan (SMA Sutomo 1 Medan dan SMAN 1 Medan), dan masing-masing satu buah di Kisaran (SMAN 2), Sidikalang (SMAN 1),Brastagi (SMAN 1), Lubuk Pakam (SMAN 1) dan Lupuk Pakam (SMAN 1).
Penyelenggaraan RSBI
Penyelenggaran sekolah RSBI ini merupakan salah satu upaya memenuhi ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mana pada Pasal 50 ayat (3) dinyatakan bahwa Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional. Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional dilaksanakan pada tahun 2005-2009 yang menegaskan bahwa untuk meningkatkan daya saing bangsa, perlu dikembangkan Sekolah Bertaraf Internasional pada tingkat kabupaten/kota melalui kerjasama yang konsisten antara Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan selanjutnya dikeluarkan Permendiknas Nomor 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sekolah-sekolah yang beralih status menjadi RSBI/SBI dimulai tahun 2006. Hingga saat ini sudah terdapat 1.329 sekolah RSBI—dari sekolah dasar (SD) sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK)— dari 258 ribu sekolah yang ada di Indonesia. Dari semua sekolah bertaraf internasional tersebut masih berstatus rintisan. Selama masa masih rintisan, sekolah diharapkan dapat berupaya memenuhi SNP (Standar Nasional Pendidikan) dan mulai merintis untuk mencapai IKKT sesuai dengan kemampuan dan kondisi sekolah. Pencapaian pemenuhan IKKT sangat ditentukan oleh kemampuan kepala sekolah, guru, komite sekolah, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan yang lain.
Secara definitif, SBI adalah sekolah yang sudah memenuhi dan melaksanakan standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi:
1. Standar isi (Permendiknas No. 22/2006)
2. Standar proses (Permendiknas No. 41/2007)
3. Standar kompetensi lulusan (Permendiknas No. 23/2006)
4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan (Permendiknas No.16/2007)
5. Standar sarana dan prasarana (Permendiknas No. 24/2007)
6. Standar pengelolaan (Permendiknas No.19/2007)
7. Standar pembiayaan, dan
8. Standar penilaian (Permendiknas No.20/2007).
Kedelapan SNP di atas disebut Indikator Kinerja Kunci Minimal (IKKM). Kedelapan aspek SNP ini kemudian diperkaya, diperkuat, dikembangkan, diperdalam, dan diperluas melalui adaptasi atau adopsi standar pendidikan dari salah satu anggota organization for economic co-operation and development (OECD) dan/atau negara maju lainnya, yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, serta diyakini telah mempunyai reputasi mutu yang diakui secara internasional. Dengan demikian, diharapkan SBI mampu memberikan jaminan bahwa baik dalam penyelenggaraan maupun hasil-hasil pendidikannya lebih tinggi standarnya daripada SNP.
RSBI bisa disebut SBI mandiri ketika sekolah yang bersangkutan telah mampu memenuhi IKKM dan IKKT. Dalam fase rintisan ini, bentuk pembinaannya antara lain melalui; sosialisasi tentang SBI, peningkatan kemampuan sumber daya manusia sekolah, peningkatan manajemen, peningkatan sarana dan prasarana, serta pemberian bantuan dana blockgrant dalam bentuk sharing dengan pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam jangka waktu tertentu. Diharapkan pada saatnya nanti, sekolah mampu secara mandiri untuk menyelenggarakan SBI.
Komponen seleksi penerimaan peserta didik baru pada jenjang SMP/SMA adalah sebagai berikut:
1. kemampuan akademik (23,8persen)
2. IQ (20 persen)
3. minat dan bakat (20,8 persen)
4. kesehatan(15,2) dan
5. nilai Ujian Nasional (17,4 persen).
SMAN 2 Plus Sipirok
Terobosan pendidikan di Sipirok bermula pada tahun 1997, ketika dibangun sekolah unggulan di Sipirok. Sekolah yang dijadikan sebagai sekolah unggulan adalah SMU Negeri 2 Plus Sipirok. Inisiatif ini bersamaan dan mendapat dukungan dari Gubernur Sumatra Utara, Letjen (Purn) Raja Inal Siregar kala itu sebagai bagian dari strategi pembangunan di Sumatera Utara: Marsipature Hutana Be (Martabe). Hingga kini lulusan SMAN 2 Plus Sipirok telah banyak yang berhasil masuk pergururuan tinggi negeri, bahkan telah ada yang dikirim dan mendapat beasiswa ke perguruan tinggi di luar negeri. Dalam perjalanannya sekolah ini diusulkan pemerintah daerah sebagai salah satu SMA berstatus RSBI di Sumatera Utara.
Untuk lebih memacu SMA Unggulan ini menjadi SBI, pihak penyelenggara telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan oleh Kepala Sekolah RSBI SMAN 2 Sipirok Marwan Harahap dengan Universitas Sumatera Utara yang diwakili Rektor USU Prof. Dr. Syahril Pasaribu dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan SMAN 2 Plus Sipirok. Adapun bidang kerja sama yang telah ditandatangani akan dilaksanakan, antara lain program pelatihan Informasi Teknologi (IT) dalam proses belajar-mengajar bagi guru serta peningkatan pemanfaatan media IT yang telah ada, program pendamping bagi guru-guru matematika, fisika, kimia dan biologi.
Prestasi terbaru dari SMA Unggulan ini adalah meraih juara Matematika dan Komputer dalam Science Competition Expo (SCE) untuk wilayah Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yang diselenggarakan 26-27 Ferbruari di kampus USU Medan. Sekolah ini mengirim 60 peserta untuk mengikuti delapan mata pelajaran ke olimpiade tersebut. Jumlah peserta kompetisi ini sekitar 2.000-an siswa dari wilayah Sumbagut meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Barat. Siswa SMAN 2 Plus Sipirok berjaya meraih Juara Pertama dan Juara Kedua untuk bidang studi matematika dan Juara Kedua untuk bidang studi komputer. Sementara peserta lainnya dari sekolah yang berstatus RSBI ini, sembilan diantaranya masuk kategori 30 besar.
RSBI Dievaluasi Kembali
Setelah empat tahun pembentukan sekolah-sekolah menjadi RSBI/SBI hingga tahun 2010 terdapat sebanyak 1.329 RSBI tengah dievaluasi kembali. Pada tahun 2011 izin baru rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dihentikan untuk sementara. Dalam fase evaluasi ini, Pemerintah akan menyiapkan aturan baru tentang standar SBI di Indonesia.
Tantangan dalam evaluasi ini tidak hanya soal mutu dan penyebarannya. Juga masalah pembiayaan yang sampai saat ini pendanaan RSBI sebagian besar ditanggung orangtua siswa. Akibatnya, peserta didik di RSBI sebagian besar yang berasal dari kalangan keluarga kaya. Untuk masuk SMP dan SMA RSBI dipungut biaya yang cukup besar bahkan sampai belasan juta plus uang sekolah sekitar Rp 450.000 per bulan. Karenanya, misi alokasi 20 persen untuk siswa yang ekonomi orantuanya kurang mampu tidak terpenuhi. Sumber: Dikompilasi dari berbagai sumber (Akhir Matua Harahap).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar