Minggu, Mei 16, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (12): Sejarah Adat di Angkola Mandailing; Adat Dalihan Na Tolu Apakah Sudah Ada Sejak Zaman Kuno?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Artikel sebelum ini telah coba melacak sejarah awal marga. Seperti disebut bahwa marga juga terkait dengan adat. Adat memiliki pengertian yang lebih luas. Namun jika adat dikaitkan dengan marga maka adat dalihan na tolu akan muncul sebagai inti budaya (core culture). Oleh karena itu adat dalam hal ini adalah aspek kehidupan penduduk Angkola Mandailing yang dihubungkan dengan konsep (social system) adat dalihan na tolu.

Adat dalihan na tolu hanya ditemukan pada masyarakat pendukung adat dalihan na tolu. Konsep adat dalihan na tolu ini tidak hanya di wilayah Angkola Mandailing tetapi juga di wilayah Silindung dan Toba, Simalungun, Karo dan Pakpak. Lantas apakah ada masyarakat pendukung adat dalihan na tolu di luar itu? Atau adakah di wilayah lain yang mirip dengan adat dalihan na tolu? Yang jelas adat dalihan na tolu ini di Simalungun disebut tolu sahundulan, di Karo disebut rakut sitelu dan di Pakpak (Dairi) disebut daliken sitelu. Para peneliti Belanda tempo doeloe, bukan bahasa yang dijadikan sebagai faktor utama mengidentifikasi etnik dengan nama tunggal (Batak), tetapi justru inti budaya dalihan na tolu tersebut.

Lantas bagaimana sejarah adat dalihan na tolu di Angkola Mandailing? Seperti disebut di atas, adat dalihan na tolu secara umum hanya ditemukan pada penduduk Angkola, Mandailing, Silindung, Toba, Simalungun, Karo dan Pakpak. Lalu sejak kapan praktek adat dalihan na tolu di Angkola Mandailing? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Adat Dalihan Na Tolu: Mora, Kahanggi dan Anak Boru

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apakah Ada Konsep Adat Dalihan Na Tolu di Wilayah Lain?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: