Minggu, Mei 23, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (20): Nama Kuno Rokan, Arcat, Aracan, Arukan; Candi Muara Takus di Hulu Rokan atau di Hulu Kampar?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Nama Rokan pada masa belum tentu disebut persis sama dengan zaman kuno. Nama kerap menunjukkan arti (toponimi). Nama Rokan pada zaman doeloe ada yang mirip dengan nama kelompok penduduk Arcat di pantai timur Sumatra (antara Labuhan Batu dan Bengkalis yang sekarang). Nama yang mirip di Birma adalah Aracan. Tentu saja nama aroe dalam penamaan sungai seperti sungai Batang Arau di Padang, sungai Saroematinggi di Angkola, sungai Baroemoen di Padang Lawas dan sungai Ambuaru di Langkat. Pun demikian nama sungai Kampar atau sungai Siak. Nama Kampar mirip dengan kamper (benzoin). Tentu saja nama-nama Bangkinang, Bengkalis, Bangka dan Bangko dan Bengkoeloe.

Nama-nama kuno kurang bermakna jika ditarik garis lurus dari zaman kuno ke masa kini (berdasarkan data teks atau peta), tetapi akan lebih mudah dipahami jika nama-nama pada era yang sama deperbandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Hal itulah yang terjadi soal nama-nama geografis dalam menafsirkan toponimi.  Untuk memperkayanya dapat digunakan topografi pada masa kini apakah berdasarkan data citra satelit (googlemaps atau googleearth) dan data video (handcame atau vidieo drone) yang diupload di Youtube. Dalam hal ini sejarah wilayah Rokan penting untuk memahami peradaban awal pada zaman kuno dengan adanya situs kuno candi yang dikenal pada masa ini candi Muara Takus. Yang menjadi persoalan adalah bahwa navigasi pelayaran (laut dan sungai) pada zaman kuno begitu penting yang dapat dijadikan sebagai navigasasi dalam pengumpulan data dan analisis sejarah zaman kuno. Pertanyaannya: Apakah candi Muara Takus dalam arti geografis dan toponimi terhubung dengan hulu sungai Rokan atau hulu sungai Kampar.

Lantas bagaimana sejarah Rokan di provinsi Riau? Apakah sejarah Rokan terkait dengan kelompok-kelompok penduduk atau hanya sekadar nama sungai? Satu hal yang penting di hulu sungai Rokan terdapat sebaran percandian yang banyak di Padang Lawas (Tapanuli) dan satu candi di Muara Takus (dekat Bangkinang). Lalu apakah keberadaan candi Muara Takus pada zaman kuno merujuk pada hulu sungai Kampar atau hulu sungai Rokan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi jika digabungkan untuk menjawab satu pertanyaan tunggal  bisa memiliki makna: Apakah sejarah Rokan terhubung dengan peradaban di Mandailing dan Angkola? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Kuno Rokan, Arcat, Aracan, Aroekan, Bangkinang dan Bengkalis

Dalam hal sejarah pada masa kini setiap orang cenderung melihat orang lain bermula dari dirinya. Hal yang sama tentang kepemilikan. Sekarang, candi Muara Takus diketahui berada di wilayah (administrasi) Provinsi Riau di kabupaten Kampar.Apa jadinya, jika di waktu lampau Pemerintah Hindia Belanda menarik garis wilayah administrasi lokasi candi Muara Takus masuk wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden yang beribukota di Fort de Kock. Cerita masa kininya tentu berbeda. Hal sebaliknya, seandainya, seperti halnya wilayah Pasaman, Pemerintah Hindia Belanda menarik garis wilayah pusat percandian di Padang Lawas masuk wilayah Riau, Ceritanya lain lagi. Kita hanya membahas sejarah zaman kuno apa adanya.

Seperti disebut di atas, dalam memahami sejarah, lebih-lebih sejarah zaman kuno, kita membutuhkan metodologi yang terus meningkat, baik untuk mendapatkan data seperti penggunaan teknologi informasi maupun teknik ekskavasi (arkeologi) serta metode analisis yang sesuai apakah bersifat parsial atau total. Dalam hal hanya ada satu tujuan yakni untuk menjawab pertanyaan metodologi data dan metologi analisis apa pun yang digunakan.

Fakta bahwa wilayah (daerah aliran sungai) Rokan berada dekat diantara wilayah Angkola Mandailing (sungai Barumun Padang Lawas) dan wilayah peduduk (sungai Kampar). Pada wilayah Kampar dan Rokan juga pada masa kini bermuki penduduk Melayu (Riau) dan penduduk Minangkabau (Sumatra Barat). Dalam hal pada masa kini sering melihat Rokan hanya dilihat dari satu sisi apakah dilihat dari pantai (muara sungai) atau dari pegunungan (hulu sungai). Jelas dalam hal ini pendekatan geografi tidak cukup. Harus juga digunakan pendekatan geologis, linguistik, dan bahkan antropologis-sosiologis. Dalam analisis sejarah pendekatan konteks ini diperlukan. Lalu bagaimana asal usul nama Rokan dan bagaimana sejarah perkembangan yang terjadi di wilayah daerah aliran sungai Rokan?

Satu fakta yang ada dan masih eksis adalah sungai Rokan. Dalam gambaran peta satelit masa kini sungai Rokan bermuara di Bengkalis atau Bagansiapi-api. Pada bagian tengah sungai bercabang yang satu berhulu di pegunungan Bukit Barisan (di wilayah Kotanopan) melalui wilayah Padang Lawas (pusat percandian) sekitar Pasir Pangaraian yang sekarang (Rokan Kanan); cabang sungai yang lain berhulu di pegunungan Bukit Barisan (dekat Panti) melalui kampong Rokan (sungai Rokan Kiri).  Hulu sungai Rokan Kiri ini tidak jauh dari Candi Muara Takus. Pada candi Muara Takus ini dilalui sungai yang ke hilir menjadi hulu sungai Kampar Kanan dan ke arah hulu berhulu di sekitar Payakumbuh. Satu sungai lainnya adalah sungai Siak yang berhulu dekat candi Muara Takus melalui Pekan Baru dan Patapahan. Gambaran ini mengindikasikan candi Muara Takus sebagai suatu kota di zaman kuno merupakan wilayah yang ramai penduduk yang ke hilir dapat dicapai melalui tiga singai besar: sungai Rokan Kiri di sebelah utara, sungai Kampar Kanan di selatan dan sungai Siak di tengah. Secara navigasi pelayaran sungai candi Muara Takus di hulu sungai Kampar dan secara sosial (sebaran penduduk) candi Muara Takus berada di hulu sungai Siak dan hulu sungai Rokan Kiri.

Sungai Rokan bercabang dua di pedalaman. Cabang ke arah utara (Rokan Kiri) berhulu si pegunungan Bukit Barisan (dekat Kotanopan) melalui wilayah percandiangan Padang Lawas dan candi Manggis. Sedangkan sungai Rokan Kiri berhulu di pegunungan Bukit Barisan dengan Panti dan tidak jauih dari Candi Muara Takus. Lantas apa artinya ini bagi posisi antara dua titik percandian (di Padang Lawas dan Muara Takus)? Yang jelas sungai Rokan menjadi pehubung. Dalam hal inilah arti penting sungai Rokan pada zaman kuno (bahkan jauh lebih penting dari sungai Kampar Kiri yang mana di wilayah hulu melalui candi Muara Takus.

Pada masa ini candi Muara Takus  kerap dianggap sebagai candi misterius. Boleh jadi. Selain data penghubung seperti prasasti tidak tersedia, demikian juga tidak ada teks yang ditemukan di tempat lain. Lokasinya yang terbilang sedikit terpencil hanya dihubungkan oleh hulu sungai Kampar Kanan (sementara sungai Siak dan sungai Rokan Kiri tidak memiliki akses jalur navigasi pelayaran sungai. Keberadaan candi di hulu sungai Batanghari terlalu jauh untuk dikoneksikan. Satu-satunya penjelasan tentang keberadaan candi Muara Takus adalah melihat keutamaan sungai Rokan (Rokan Kanan dan Rokan Kiri).

Keberadaan sungai Rokan menjawab banyak hal dan juga sungai Rokan (Kanan dan Kiri) sangat banyak fungsinya di zaman kuno.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Candi Muara Takus: Hulu Sungai Rokan atau Hulu Sungai Kampar?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar: