Kamis, Mei 20, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (16): Kerajaan Aru Batak Kingdom Berakhir, Kerajaan-Kerajaan Kecil Eksis; Simamora, Silindoeng, Boetar

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Seperti halnya kerajaan-kerajaan telah lama memudar (Sriwijaya, Singhasari, Majapahit) Kerajaan Aru juga lambat laun memudar. Kerajaan besar yang muncul pada era VOC antara lain Atjeh, Gowa, Banten, Ternate, Johor dan Pagaroejoeng. Meski Imperium Batak (federasi kerajaan-kerajaan kecil) Kerajaan Aru sudah lama tidak terdengar, namun sisanya masih eksis sebagai kerajaan-kerajaan kecil di Angkol hingga Pasaman di selatan dan Gajo di utara. Seperti disebut pada artikel sebelumnya, kerajaan Sibayak Lingga (di wilayah Karo sekarang) dan kerajaan Gunung Raya (Simalungun), di wilayah seputar danau Toba juga terdapat tiga kerajaan yakni Simamora, Silindoeng dan Boetar (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der kunsten en weetenschappen, 1787).

Berdasarkan Daghregister 01-03-1701 di wilayah Angkola terdapat beberapa kecil yang diidentifikasi: Loemoet, Hoetalamboeng, Hoetaimbaroe, Simasom dan Batang Onang. Beradasarkan peta-peta 1700 di Mandailing diidentifikasi kerajaan Oedjoeng Gading, Batahan dan Linggabajoe. Masih di pantai barat juga diidentifikasi kerajaan Baros dan Singkil. Kerajaan-kerajaan pantai ini sudah ada pengaruh Melayu (Indrapoera dan Pagaroejoeng). Di pantai timur diidentifikasi beberapa bandar (cikal bakal kerajaan) seperti Kota Pinang dan Bandar Khalifah. Bandar-bandar ini juga sudah ada pengaruh Melayu (Riau dan Malaka).

Lantas bagaimana sejarah kerajaan-kerajaan di seputar danau Toba pasca Imperiu Batak Kerajaan Aru? Seperti disebut di atas paling tidak diidentifikasi tiga kerajaan (Simamora, Silindoeng, Boetar). Lalu bagaimana dengan dinasti Sisingamangaradja? Tidak disinggung lebih lanjut, akan dibuat artikel tersendiri. Apa pentingnya kerajaan-kerajaan Simamora, Silindoeng, Boetar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Imperium Kerajaan Aru Berakhir, Kerajaan-Kerajaan Kecil Tetap Eksis

Nama Kerajaan Aru, Batak Kingdom lambat laut memudar. Pada peta-peta VOC nama Kerajaan Aru masih diidentifikasi, sebagaimana juga nama Kerajaan Dilli (Deli). Dalam perkembangannya, satu kerajaan lagi yang diidentifikasi baru adalah Kerajaan Singkil (Peta 1724). Nama Singkil sendiri pada peta-peta Portugis belum ada (tidak teridentifikasi). Tiga kerajaan ini pada era Pemerintah Hindia Belanda masih diidentifikasi (Peta 1818). Ini mengindikasikan bahwa pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, paling tidak nama Kerajaan Aru masih hidup meski tidak nyata lagi

Menurut Daghregister 01-03-1703, berdasarkan laporan seorang Cina yang selama 10 tahun berada di Angkola tidak mengindikasikan adanya suatu kerajaan besar, tetapi hanya melaporkan adanya kerajaan-kerajaan (kecil). Dalam laporan Charles Miller yang juga pernah ke Angkolla tahun 1772 juga mengindikasikan kerajaan-kerajaan kecil seperti Loemoet, Hoetalamboeng (Hoeraba), Hoetaimbaroe, Simasom dan Batang Onang. Sementara dari informasi yang ada (pada era Pemerintah Hindia Belanda (1863) paling tidak masih eksis kerajaan Sibajak Lingga (wilayah Karo yang sekarang) dan kerajaan Goenoeng Raja (Simalungun).

Dalam risalah (buku) yang diterbitkan tahun 1787 oleh lembaga ilmu pengetahuan di Batavia yang ditulis Radermacher berjudul Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der kunsten en weetenschappen. Dalam risalah ini belum menyinggung (nama) Melayu (di Sumatra Utara yang sekarang), hanya mendeskripsikan tentang Tanah Batak.

Dalam buku tersebut disebutkan bahwa Het Land der Batak berada di selatan Atjeh yakni Papa (Pakpak) dan Deira (Dairi) yang terkenal dengan kamper dan benzoin dalam jumlah besar yang berada di pegunungan yang lebih dikenal sebagai orang Batak. Kerajaan Batak (Eyk der Batak) terletak dari tengah pulau hingga ke pantai timur dimana daerah ini belum ditempati oleh penduduk asli. Kerajaan Batak itu sendiri dibagi ke dalam tiga rykjes: Het Ryk Simamora, Het Rykje Batak Silindong dan Het Rykje Boetar. Dalam keterangan ini tiga kerajaan Batak yang dimaksud dibedakan dengan (kerajaan) Pakpak dan (kerajaan) Dairi.

Dengan menyatukan kerajaan-kerajaan yang di wilayah Tanah Batak dari sebelah utara (perbatasan Atjeh) hingga sebelah selatan (perbatasan Minangkabau) dan dari pantai barat hingga pantai timur, (wilayah) Kerajaan Aru yang dulunya suatu imperium (Kingdom) telah terpisah-pisah menjadi kerajaan-kerajaan kecil atau federasi kerajaan-kerajaan kecil. Menurut catatan Radermacher (khususnya di Tanah Batak sekitar danau Toba) paling tidak tiga kerajaan.

Wilayah Ryk (kerajaan) Simamora adalah dari pegunungan hingga ke arah timur, memiliki sejumlah besar negeri, antara lain Batong, Ria, Alias (Alas), Batadera (Dairi), Kapkap (Pakpak), sebagai negara dimulai tumbuh kamper dan benzuin, Bataholberg, Kotta Tingi, tempat raja, dan dua negeri yakni Suitara dan Jamboe Ayer (dalam laporan Portugis disebut Ambuaroe). Batong dan Sunajang memasok emas 22 karat. Jamboe Ayer adalah pelabuhan di muara sungai (Perlak, Aceh). Kotta Tinggi diduga kini Huta Tinggi, Pangururan, Samosir (masih ada daratan yang menghubungkan dengan pulau Samosir). Het Rykje Batak Silindong terdapat banyak negeri yang besar yang menghasilkan benzuin dan emas sangat tinggi. Raja berada di Silindoeng dan di negeri Bato Hopit, suatu daerah di kaki gunung yang menghasilkan banyak sulfur yang digunakan untuk bubuk mesiu. Ryk Boetar dimana negeri Boetar adalah tempat kerajaan dimana negeri Pulo Seruny dan negeri Batoe Bara sebagai tempat perdagangan. Lintong dan Siregar ke arah pantai timur melalui sungai yang disebut Asahan. Negeri-negeri ini hanya menghasilkan buah tanah (pertanian).

Dalam buku ini tidak teridentifikasi nama suatu kerajaan di pantai timur. Akan tetapi di pantai barat disebutkan ada kerajaan di Baros (mungkin wilayah Angkola?). Kerajaan Batak di pegunungan sewaktu-waktu jika dimnta Raja Baros dapat membantu jika diserang oleh orang Eropa.

Semua kerajaan-kerajaan ini (Simamora, Silindoeng dan Boetar) memiliki buku-buku yang terbuat dari kulit pohon dan bamboo yang berisi dongeng lama untuk semua anak-anak. Kulit kayu hanya pohon tertentu yang disebut pohon Aliem, kulit sangat tipis sebagai kertas, tinta dengan jelaga dari Dammar dicampur dengan air tebu dan penduduk menghasilkan lada yang banyak.

Dalam buku ini juga disebut negeri-negeri di pantai selatan Atjeh seperti Singkel dimana tahun 1672 terdapat perusahaan Belanda, Baros (kepala negeri menjadi Raja) dimana terdapat factory Belanda. Pada tahun 1732 dibangun drainase di Baros. Kerajaan terdiri dari Raja, Bendahara, dan pangoeloe. Radja bermarga Doulae. Di sebelah selatan adalah Sorkam.

Radermacher mencatat bahwa Radja Baroes bermarga Doulae (Daulaay). Kerajaan Baroes ini juga disebutkan jabatan raja, bendahara dan penghulu. Ini mengindikasikan babwa kerajaan Baroes sudah menggunakan jabatan yang lazim di kerajaan-kerajaan pantai. Nama (marga) Daulay diduga telah eksis sejak Kerajaan Aru di dalam catatan Mendes Pinto (1537) yang mana ipar dari raja yang menjadi utusan ke Malaka bernama Aquaree Daholay (Abdul Karim Daulay?). Jika ini benar, maka Baroes sebagai bagian dari negeri (pelabuhan) Aru sudah teridentifikasi sejak era Portugis.

Selain tempat-tempat yang dikuasai Belanda, di selatan yang disebut Tapanoeli dikuasai oleh Inggris yang kaya dengan perdagangan kamper. Siboelang (Sibuluan), Badieri, Pinang Sore, Batang Taroe, Batu Mondoe, Sinkoang, Taboojong dan Koen Koen adalah sesuatu tempat hingga ke belakang pantai (di pedalaman) adalah Koningryk dari Batak. Natal hingga 1693 dibawah kekuasaan Belanda dan 1751 oleh Inggris bersama-sama dengan Tapanoeli dan Bancahoeloe. Batahan yang kaya emas dari 1693 masih dibawah kekuasaan Belanda.

Dengan demikian batas-batas wilayah Tanah Batak cukup jelas dideskripsikan mulai dari Rokan hingga Ambuaru (Jambu Air) dan dari Batahan hingga Singkel. Sebagian daerah Tanah Batak masih independen dan sebagian yang lain di bawah kekuasaan Belanda dan Inggris. Penduduk yang berada di muara Sungai Baroemoen dijelaskan secara rinci yang terdapat dalam buku Anderson (1823).

Dalam laporan Anderson (1823) terindikasi dua jalur ekonomi penting yakni jalur sungai Deli dan jalur sungai Boeloe Tjina. Di jalur Deli (sungai Deli) di hilir terdapat Kesultanan Deli dan di hulu terdapat kerajaan-kerajaan Batak seperti Pulo Barian (Berayan) dan Kota Bangun. Saat kunjungan Anderson ini Kesultanan Deli dan Kerajaan Pulau Barian yang sama-sama menganut agama Islam tengah bertikai (persiapan perang) di Kota Jawa.

Kesultanan Deli terdiri dari kampung-kampung Laboehan, Kampong Alei (tempat Sultan Deli, Mengedar Alam Shah), Kampung Tangah dan Kampung Besar. Sedangkan ke arah hulu masih terdapat kampung-kampung Batak seperti Meidan dan Babura masing-masing berpenduduk 200 jiwa. Terdapat banyak kampung ke arah hulu hingga Deli Toea yang dihuni oleh orang Batak yang jumlahnya mencapai 5.000 jiwa.

Sementara itu di jalur Boeloe Tjina terdapat kesultanan/kerajaan Batak seperti Boeloe Tjina dan Soenggal. Dua kerajaan ini tampak harmonis meski berlainan keyakinan yang mana Boeloe Tjina beragama Islam dan Kerajaaan Soenggal yang masih pagan (berpenduduk 20.00 jiwa). Kesultanan Boeloe Tjina berada di hilir sungai Boeloe Tjina dimana di muara sungai Boeloe Tjina terdapat bandar Sampai sebagai bandar Kesultanan Boeloe Tjina. Bandar Sampai berpenduduk 50 rumah sedangkan Boeloe Tjina di arah hulu bandar ini memiliki penduduk dengan 80 rumah (tempat Orang Kaya). Kampung-kampung lainnya di Boeloe Tjina adalah Pangalan Boeloe, Kelambir (tempat adik Sultan Ahmat, 25 rumah), Dangla (15 rumah), Kullumpang (tempat Sultan Ahmat, perkebunan lada, pamannya adalah Orang Kaya).

Seperti halnya di kerajaan-kerajaan di pantai barat dengan jabatan raja, bendahara dan penghoeloe, di pantau timur juga terdapat jabatan yang lazim di kota-kota pantai seperti orang kaya yang posisinya sama dengan bendahara.

Sementara itu di pantai timur sebelah selatan, Anderson mendeskripsikan tiga bandar Batak utama, sebagai berikut: Bandar Kwalooh berada di sungai Kwalooh. Di sekitar sungai Kwalooh ini dihuni oleh orang Batak sekitar 1.200 jiwa yang dikepalai oleh Radja Muda Ulabalang. Kota Kwalooh berjarak dua hari dari pantai. Ekspor terutama rotan, kemenyan, tikar dan lainnya sedangkan impor adalah kain putih, kain biru, opium dan lainnya. Bandar Beelah berada di sungai Beelah. Di sekitar sungai Beelah ini dihuni oleh orang Batak sekitar 1.300 jiwa yang dikepalai oleh Sultan Bedir Alum yang terdiri dari beberapa kampung. Ekspor terutama rotan, kemenyan, benzoin, tikar, emas dan lainnya. Bandar Panei merupakan kampung pertama di muara sungai besar dan terdapat beberapa kampung. Ada pulau kecil namanya Pulo Rantau di tengah sungai besar. Penduduk terutama Batak dan terdapat sekitar 1.000 jiwa Melayu. Orang Batak berasal dari dua tempat: Tambuse dan Padang Bolak. Ekspor terdiri dari kemenyan, benzoin, tikar, gaharu dan beras.

Berdasarkan catatan Jhon Anderson tersebut, di pantai timur hanya Laboehan (Deli) yang diidentifikasi sebagai suatu kesultanan (awalnya vassal Atjeh kemudian Riau). Jika informasi Anderson dan Radermacher digabung maka di pantai timur hanya satu kerajaan yang sudah eksis (Laboehan Deli), sedangkan Kwaluh, Bilah dan Panai adalah pelabuhan-pelabuhan kerajaan Batak di pedalaman. Batubara adalah pelabuhan dari kerajaan Boetar. Pulau Seruny juga pelabuhan dari kerajaan Boetar. Pulau Serni diduga kuat berada di Kota Tanjung Balai yang sekarang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kerajaan-Kerajaan di Toba: Simamora, Silindoeng dan Boetar

Saat pendeta-pendeta Jerman yang dipimpin Klammer tahun 1861 dari Sipirok ke wilayah Silindoeng, mereka menemui Radja Silindoeng. Hasil ekspedisi inilah kemudian yang menjadi dasar Nommensen membuka stasion (misi) di Huta Dame (yang sekarang). Wilayah Silindoeng ini yang dicatat Raderacher pada era VOC sebagai Kerajaan Silindoeng.  Sementara itu, nama (distrik) Boetar kembali muncul pada era Perang Batak (1873) yang berpusat di Bahal Batu. Distrik ini pula yang pada era VOC disebut Kerajaan Boetar (wilayah Siborongborong yang sekarang).

Sejak jaman lampau, kerajaan Silindoeng dapat diakses dari pantai (teluk Tapanoeli) dan dari pedalaman (Sipirok). Sementara Kerajaan Boetar, selain dari Silindoeng, dapat diakases dari rute jalan zaman kuno dari Sipagimbar melalui Pangaribuan dan Sipahutar. Sedangkan Kerajaan Simamora berada di danau Toba (di sekitar Dolok Sanggul yang sekarang). Kerajaan Simamora ini dapat diakses dari pantai (Baroes) melalui Pakkat atau juga bisa dari Singkil serta pantai timur.

Bagaimana Raderacher di masa lampau mengumpulkan bahan-bahan tentang keberadaan tiga kerajaan di dekat danau Toba. Pertama kerajaan Simamora dan kerajaan Silindoeng dapat diperoleh dari pedagang-pedagang VOC di teluk Tapian Na Oeli dan pelabuhan Baroes. Pedagang-pedagang VOC sejak 1668 telah memiliki pos perdagangan di Baroes (dan kemudian benteng Baroes dibangun). Kedua, kerajaan Silndoeng dan kerajaan Boetar diketahui dari orang-orang Eropa-Belanda yang pernah ke padalaman Tanah Batak di Angkola dari Malaka (VOC) atau pedagang-pedagang VOC di pantai timur (seperti Deli).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: