Jumat, Mei 28, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (24): Terbentuknya Kerajaan-Kerajaan Melayu Pantai Barat dan Timur Sumatra Utara; Riwayat Kerajaan Aru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Seperti halnya penduduk Jawa, penduduk asli Sumatra adalah orang Sumatra. Sebaran penduduk Sumatra ini mulai dari bagian utara pulau, tengah hingga selatan. Penduduk asli Sumatra ini terkonsentrasi di pedalaman. Peradaban awal penduduk asli Sumatra ini di sekitar danau-danau. Pada masa ini penduduk asli tersebut diidentifikasi sebagai etnik Lampung dan Komering dan lainnya (danau Ranau), Kerinci dan lainnya (danau Kerinci), Minangkabau (danau Singkarak dan Maninjau), Batak (danau Laut, Siabu, Siais dan Toba), Alas dan Gajo (danau Takeongon dan Tangse). Penduduk asli pulau Sumatra berikutnya adalah dengan nama tunggal yang tersebar di seluruh bagian luar (sisi pantai) pulau Sumatra.

Seperti halnya penduduk Gajo di utara dan Lapung di selatan, penduduk Melayu dapat diidentifikasi dari bahasanya yakni bahasa Melayu atau bahasa mirip Melayu. Bahasa Melayu ‘standar’ ditemukan di wilayah Riau, Jambi, pantai timur wilayah Sumatra Utara (seperti Deli dan Batubara). Seperti halnya bahasa Betawi, Banjar dan Ambon, bahasa mirip Melayu di pulau Sumatra antara lain adalah Atjeh, Palembang dan Minangkabau. Seperti halnya di wilayah Sumatra Utara, terdapat penduduk asli pedalaman yang telah mengadopsi bahasa Melayu terutama di wilayah pantai (Melayunisasi bahasa). Salah satu contoh yang terbilang bahasa penduduk asli di pedalaman yang terjadi melayunisasi adalah bahasa Minangkabau. Perbedaan linguistik yang lebar antara penduduk asli Sumatra di pedalaman dengan bahasa Melayu salah satu diantara bahasa Batak.Satu dialek bahasa Melayu di wilayah pantai di Sumatra dengan nama tunggal bahasa pesisir (umumnya di pantai barat Sumatra).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul terbentuknya kerajaan-kerajaan Melayu di pantai barat dan pantai timur terutama di wilayah provinsi Sumatra Utara? Seperti disebut di atas penduduk pengguna bahasa (dialek-dialek) Melayu dapat diidentifikasi sebagai kerajaan-kerajaan Melayu. Kerajaan-kerajaan Melayu antara lain, di pantai timur seperti Kota Pinang, Bilah, Kualu, Asahan, Serdang, Deli dan Langkat, di pantai barat seperti Natal, Barus dan Singkil. Lalu bagaimana sejarah perkembangannya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kerajaan Aru: Bahasa Batak dan Lingua Franca Sanskerta

Kerajaan pertama yang terbentuk di (pulau) Sumatra adalah Kerajaan Aru di wilayah Angkola Mandailing yang sekarang. Lalu kemudian terbentuk Kerajaan Sriwijaya yang diduga kuat bermula di pulau Bangka (sebelum memasuki wilayah daratan Sumatra). Pelabuhan kamper (Barus) sejak abad ke-2 diduga kuat menjadi prakondisi terbentuknya kerajaan di pedalaman (Kerajaan Aru). Ketika ibu kota Kerajaan Aru relokasi ke pantai timur di Padang Lawas (Batang Onang dan Binanga), Kerajaan Aru memperkuat Kerajaan Sriwijaya (untuk mengimbangi kerajaan yang mulai berkembang di Jawa (diduga kuat Kerajaan Tarumanagara di sekitar muara sungai Tjitaroem. Kerajaan Sriwijaya di Bangka menjadi penting karena sangat strategis menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan Sumatra, Jawa dan Tiongkok. Dalam posisi Kerajaan Sriwijaya diperkuat Kerajaan Aru, Kerajaan Sriwijaya melakukan ekspansi ke Jawa.

Kerajaan Aru dalam perkembanganya berhasil mengontrol perdagangan (kamper,kemenyan, emas dan lainnya) di pelabuhan ekspor Barus. Kekayaan Kerajaan Aru inilah yang menjadi modal bagi Kerajaan Aru untuk bekerjasama dengan memperkuat Kerajaan Sriwijaya (lihat prasasti Kedukan Bukit 682 M). Perdagangan Kerajaan Aru ke Jawa dan Tiongkok diperankan oleh Kerajaan Sriwijaya. Dua kerajaan pertama di Sumatra ini (satu di pedalaman dan satu di sisi luar) menjadi kekuatan yang sangat berpengaruh hingga ke India dan hingga ke Tiongkok. Posisi strategis Kerajaan Sriwijaya ini menjadi penting bagi Tiongkok dalam perkembangan agama Boedha di Tiongkok yang pusat agama Boedha di India. Pada fase inilah, I Tsing (671-695) pernah tinggal di Sriwijaya. Kerajaan Aru yang awalnya berorientasi ke India, kemudian bergeser, dan bersama-sama dengan Kerajaan Sriwijaya berorientasi ke Tingkok. Satu kerajaan lagi yang awalnya berorientasi ke India di Semananjung (Kerajaan Kedah) bergeser ke Tiongkok. Arus perdagangan ke Arab dan Eropa via India semakin menurun. Faktor inilah diduga kuat yang menjad pangkal perkara bagi kerajaan kuat di India selatan (Chola) melakukan invasi ke Sumatra dan Semenanjung dengan menyerang Kerajaan Aru (di Panai) pada tahun 1025, Kerajaan Kedah (di Kedah) dan Kerajaan Sriwijaya yang telah relokasi ke muara sungai Batanghari. Dengan label invasi perdagangan ke selat Malaka, serang Chola (Hindoe)  terkesan juga sebagai karena perbedaan agama (di India juga telah terjadi persaingan antara Hindoe dan Boedha).

Selama invasi Chola di selat Malaka dengan pusat kedudukan militer Chola di daerah aliran sungai Barumun (Kerajaan Aru), diduga kuat para pemimpin Kerajaan Aru melarikan diri ke hulu sungai Batanghari (terbentuk Kerajaan Mauli), para pemimpin Kedah ke hulu sungai Kampar (di situs candi Muara Takus) dan para pemimpin Sriwijaya ke hulu sungai Musi. Pelabuah-pelabuhan Kedah, Panai dan Jambi menjadi hub perdagangan selama invasi Kerajaan Chola. Selama invasi Kerajaan Chola ini diduga kuat candi Sangkilon di hulu sungai Barumun dibangun (satu-satunya candi Hindu di Padang Lawas). Setelah berakhirnya invasi Chola (karena Kerajaan Chola mulai menurun), Kerajaan Aru kembali bangkit.

Demikian juga Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Kedah, Namun posisi ibu kota Sriwijaya tidak lagi di Jambi tetapi tetap di sungai Musi (Palembang). Eks situs Kedah di hulu sungai Kampar diokupasi oleh Kerajaan Aru sehingga wilayah yurisdiksi Kerajaan Aru berada di sungai Barumun, hulu sungai Kampar (candi Muara Takus) dan hulu sungai Batanhari (Kerajaan Mauli).Untuk menghubungkan kota-kota perdagangan itu Kerajaan Aru membangun pusat perdagangan di hulu sungai Rokan (candi Manggis). Sementara itu Kerajaan Sriwijaya tidak hanya selat Karimata (terutama Bangka dan Beliting) juga semakin meluas ke hulu sungai Musi dan wilayah selatan di Lampung yang sekarang.

Pasca invasi Chola ini penduduk Kerajaan Aru menghianati agama Hindu dan kembali ke agama asal Boedha, tetapi karena adanya pengaruh Boedha dari IndoChina maka agama Boedha di Kerajaan Aru bercampur (Hindoe, Boedha dan pagan kepercayaan tradisi orang Batak) yang melahirkan sekte baru dalam agama Boedha yang disebut agama Boedha Batak (sekte Bhairawa). Pada fase inilah terjadi hubungan yang erat Kerajaan Aru dengan kerajaan di Jawa yang tengah berkembang (Kerajaan Singhasari).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Terbentuknya Kerajaan-Kerajaan Melayu di Pantai Barat dan Pantai Timur Sumatra Utara

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: