Rumah dinas Gubernur Marah Halim, 1971 |
Jauh sebelum ada Tim Inggris dari Langkat, Tim Inggris asal Penang memprovokasi adanya pertandingan sepakbola di Nederlandsche Indie yang dilangsungkan di Medan, tanggal 31 Desember 1893. Inilah pertandingan sepakbola pertama kali diadakan di Kepulauan Nusantara.
Esplanade Medan (kini lapangan Merdeka) disulap stadion |
Medan, 1894: Tim Penang (Inggris) vs Tim Deli (Belanda)
Saat itu, Medan belumlah setua Batavia, Soerabaija, Semarang, Bandoeng, Padang, Siboga dan Padang Sidempoean. Singkat cerita, tidak lama setelah Batavia memiliki Gymnastiek Vereeniging (Perhimpunan Senam), juga menyusul perhimpunan sejenis di kota-kota lainnya. Pada bulan Mei 1888 di Medan dilaporkan bahwa telah didirikan suatu perhimpunan senam (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-05-1888). Perhimpunan senam ini merupakan bagian dari salah satu organisasi social. Pada waktu itu ada dua organisasi social di Medan, yakni: De Witte Sociëteit dan De Deli Wedren-club. Perhimpunan Deli Wedren memiliki perhimpunan senam yang diberi nama Gymnastiek-club (lihat Algemeen Handelsblad, 23-03-1890). De Witte Sociëteit, organisasi kalangan atas memiliki klub catur terkenal di Nederlansch Indie (lihat De Sumatra Post, 18-06-1910). Dalam perkembangannya, klub senam Medan ini tidak hanya menghimpun peminat-peminat senam, tetapi juga tennis, kriket dan sepakbola serta balap sepeda. Pada akhir tahun 1893 (tahun baru 1894) dilaporkan ada pertandingan sepakbola antara klub Deli dengan tim dari Penang (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-01-1894). Namun demikian, hanya senam dan balap sepeda (Deli Wielrijders Club) yang sangat pesat perkembangannya (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-12-1896). Akan tetapi, pelan tapi pasti sepakbola (Deli Voetbal Club) juga berkembang. Menariknya, sepakbola Deli ini tidak hanya berkembang di komunitas Eropa, tetapi juga di kalangan Tionghoa dan kaum pribumi.
Medan, 1906: Dominasi Tim Inggris di Langkat (Langkat Sportclub) Dihancurkan oleh Klub baru Belanda di Medan (Voorwaart Sportclub)
Dengan
meningkatnya animo komunitas Belanda, Tionghoa dan pribumi dalam sepakbola di
Medan, klub sepakbola yang menjadi bagian Gymnastiek Vereeniging
memproklamirkan diri menjadi sebuah klub sepakbola yang mandiri. Yang tak tak
terduga adalah ‘gibol; Belanda ini ternyata semuanya adalah para mantan pemain
sepakbola professional di Belanda yang bermigrasi ke Deli (sebagai pengusaha
perkebunan dan pegawai pemerintah) seperti klub Sparta, HBS, Quick, HFC,
Rapiditas dan Volharding. Klub yang mereka dirikan diberi nama portclub
Sumatra's Oostkust yang disingkat dengan Sportclub pada tanggal 1 Juni 1899. Klub
Medan ini sebagai klub sepakbola terbilang telat diproklamirkan meski
sesungguhnya sepakbola justru di Medan pertamakali dilaporkan adanya di
Nederlansch Indie. De Sumatra Post edisi 03-01-1900 melaporkan telah
berlangsung pertandingan sepakbola antara Sportclub dengan tamunya kesebelasan
Langkat. Uniknya tim Langkat ini merupakan tim yang didominasi oleh orang-orang
Inggris (komunitas Inggris dominan di Bindjei). Dengan kata lain pertandingan
ini bagaikan tim Belanda versus tim Inggris. Inilah untuk kali kedua (setelah
tim Penang) tim Belanda (Medan/Deli) diprovokasi oleh tim Inggris. Tim Langkat
ini tidak hanya datang ke Medan sekali dua kali tetapi tiga kali. Sejauh itu
tim Langkat belum pernah menang. Lama-lama tim Belanda gerah juga didatangi
terus. De Sumatra post, 02-12-1901 tim Belanda yang diwakili Sportclub keluar
kandang dan melawat ke Bindjei. Pemerintah bahkan memfasilitasi dengan menambah
kereta ekstra ke Bindjei untuk mengangkut pemain, ofisial dan suporter. Hasil
pertandingan: imbang 4-4. Setelah pertandingan tersebut, tim Langkat
diformalkan menjadi sebuah klub yang diberi nama Langkat Sportclub (De Sumatra
Post 20-12-1901). Setelah Langkat Sportclub berhasil mengukuhkan organisasi
mereka menjadi sebuah klub formal, klub dari Bindjei ini ingin mengundang
Sportclub Sumatra’s Oostkust yang diagendakan pada tanggal 16 November 1902 di
Esplanade, Bindjei. De Sumatra post, 17-11-1902 melaporkan hasil pertandingan
antara Langkatters en Medanners yang dilangsungkan di Esplanade, Bindjei itu
sangat seru dan keras. Pertandingan berakhir dengan kedudukan 3-1. Inilah
kemenangan pertama Langkat atas Medan. Sans rancune! (balas dendam). Rupanya
kekalahan Sportclub membuat suasana tidak nyaman di Medan. Sportclub tidak
puas. Raja sepakbola dikalahkan oleh tim kampong dari Langkat. Supporter,
pemain dan official sepakbola Medan gerah. Tampaknya emosi yang muncul. Tidak
lama setelah pertandingan yang berakhir kekalahan itu, Sportclub mengajak
bertanding lagi, mengajak tarung di kandang Langkat sendiri. Kubu Langkat
Sportclub tampaknya dingin-dingin saja menerima tantangan yang tidak lazim ini.
De Sumatra post, 26-02-1903 melaporkan, bahwa: ‘hari Minggu tanggal 1 Maret
akan dilakukan pertandingan sepakbola yang dimainkan di Esplanade, Bindjey,
Sportclub Sumatra’s Oostkust akan datang. (tidak seperti biasanya) Sebuah
kereta api khusus dari Bindjey pukul 7:00 malam dipesan khusus untuk membawa
pulang segera pemaian Medan kembali ke ibukota (biasanya tim Medan ke Bindjei
akan menginap). Seorang pembaca menulis di koran De Sumatra post edisi
02-03-1903 ‘…akhir pertandingan Langkat menang dengan skor 2-1. Orang-orang
berpikir, Medan menyiapkan keretanya untuk membawa pulang kemenangan, tetapi
ternyata itu adalah kereta yang membawa tim yang kalah’. Apakah kekuatan
sepakbola di Sumatra Utara telah bergeser dari Medan ke Langkat? Sejak
kekalahan itu tidak pernah ada lagi berita sepakbola di Medan, Sportclub entah
bagaimana. Setelah lama tidak terdengar pertandingan antara Sportclub SOK dari
Medan dengan Langkat Sportclub dari Bindjei, seorang pembaca menulis pada koran
De Sumatra Post edisi 07-09-1903. Hasil pertandingan pada babak pertama Inggris
unggul dua gol lalu diperkecil Belanda hingga tiba waktunya turun minum, Pada
babak kedua dengan skor akhir 3-2 untuk kemenangan tuan rumah (lihat De Sumatra
post, 17-03-1904). Pada awal tahun 1904 terdapat suatu pertandingan oleh tim
yang baru. Sementara, Tim Sportclub SOK dan Langkat Sportclub tengah digabung
dengan membentuk tim Deli yang akan melawat ke Penang. Kunjungan ke Penang ini
sebenarnya merupakan kunjungan balasan Sportclub 'ayam kinantan' Sumatra's
Oostkust. Pada babak pertama berakhir dengan imbang tanpa gol. Pada babak kedua
Penang membuahkan gol lebih banyak. Pertandingan itu seharusnya imbang. Pada
tahun 1906 dua klub baru muncul: Voorwaarts (Belanda) dan Tapanoeli
Voetbalclub. De Sumatra post, 14-11-1906: Langkat Sportclub memiliki tantangan
Medan Voetbal Club Voorwaarts hari Jumat tanggal 16 untuk datang dan memainkan
pertandingan di Medan. De Sumatra post, 17-11-1906: ‘Voorwaarts menyadari bahwa
Langkat Sportclub adalah tim yang kuat, bagaikan kucing vs tikus. Pertandingan
yang dimulai di lapangan Esplanade pada pukul lima sore masing-masing
menurunkan pemain terbaiknya (lihat gambar). Tidak main-main, tim Langkat
Sportclub langsung menyerang, tapi tidak pernah beruntung. Skor 0-0 hingga
turun limun. Menyadari kedudukan imbang, Voorwaarts semakin bersemangat,
peluang menang menjadi terbuka. Para penonton semakin khusuk memperhatikan tim
anak bawang ini. Namun mereka menyadari bahwa Voorwaart tim yang muda dan belum
terlatih serta secara individu lebih buruk masih mampu menghindari kekalahan.
Hal ini jarang ditemukan pada Sportclub jika bertemu Langkat. Ini sungguh
memalukan buat Sportclub. Apakah ini karena semangat muda Voorwaart dan apakah
perlu Sportclub melakukan pension dini sejumlah pemainnya? Akhir pertandingan
Voorwaart malah dapat mengalahkan Langkat Sportclub dengan skor 2-0. Untuk ini
dapat ditambahkan bahwa kekalahan Langkat Sportclub adalah yang pertama sejak
2.5 tahun ini’. Apakah dengan kemenangan Voetbal Club Voorwaart telah mengubah
peta kekuatan klub sepakbola di Medan atau di Deli? Lantas, apakah ini sinyal
bagi Langkat Sportclub yang beberapa tahun terakhir tak tertandingi mulai
was-was?
***
Konsul Inggris di Medan bernama Mathewson
yang merekam jejak anak-anak Inggris yang bermain sepakbola sejak lama di
Langkat, lalu berinisiatif untuk mematenkan pertandingan Inggris vs Belanda
dalam suatu pertandingan bergengsi yang diberi nama sesuai namanya:
Mathewson–Beker (Piala Mathewson). Permintaan Mathewson in kepada Gubernur
Sumatra’s Oostkust dengan berat hati dikabulkan.
Mathewson sangat sadar arti sepakbola bagi
bangsa dan kerajaannya di England. Mathewson tahu betul mengapa harus ‘ngotot’
melakukan suatu pertandingan di Medan. Jika memperhatikan sejarah sepakbola di
Nederlansch Indie khususnya di Deli, anak-anak Inggris tidak bisa dilupakan.
Pertama, sesungguhnya anak-anak Inggrislah yang pertama
kali mengadakan pertandingan sepakbola di Nederlandsche Indie. Ini bermula dari
kisah ini: Sebelum 1893 ketika sepakbola belum dikenal secara luas di
Nederlandsche Indie, sepakbola di Penang sudah sangat jauh berkembang. Ketika
anak-anak Inggris di Penang ini mengetahui kabar bahwa Gymnastiek Vereeniging
di Medan telah membuka cabang olahraga baru, kriket dan sepakbola, anak-anak
Inggris di Penang ini mengirim surat ke Vereeniging bahwa mereka akan melawat
ke Medan untuk bertanding melawan tim Deli. Pertandingan ini dilangsungkan pada
tanggal 31 Desember 1893 di lapangan Esplanade Medan yang mana pagi hari
krikiet dan sore hari sepakbola. Inilah pertandingan sepakbola dilaporkan di
Nederlansche Indie. Tim Penang kembali ke Medan melakukan pertandingan pada 6
Oktober 1901 sebelum Tim Deli melakukan lawatan balasan ke Penang yang
dilangsungkan pada tanggal 18 Februari 1904. Setelah itu, pernah Deli Sport
Vereeniging mengusulkan dalam rapat tahunan untuk melakukan pertandingan kembali
antara tim Deli vs tim Penang, namun karena klub-klub sepakbola sudah banyak di
Medan (Deli) dan sekitarnya, usul itu urung terlaksana.
Kedua, Tim Inggris pernah merajai sepakbola di Deli dan Langkat. Klub yang didominasi anak-anak Inggris, Langkat Sportclub tidak terkalahkan selama 2,5 tahun. Adalah tim pendatang baru, Voorwaarts yang didominasi anak-anak Belanda yang mengalahkan Langkat Sportclub dan setelah itu Langkat Sportclub hilang dari peredaran.
Ketiga, Langkat Sportclub memang sudah mati suri, tetapi anak-anak Inggris di Langkat khususnya di Bindjei masih aktif bermain sepakbola.
Mathewson-Beker I (1915): Komersialisasi Dimulai di Medan
|
***
Pertandingan
Tim Belanda vs Tim Inggris di Medan: Menyita Perhatian Publik di Negeri Belanda.
Tim sepakbola Belanda vs Ingris tentu saja selalu menjadi perhatian public di
Negeri Belanda. Selain ada latar belakang sejarah perseteruan perang antara
kedua Negara, juga politik kedua Negara juga sering mengalami panas-dingin.
Demikian juga di lapangan sepakbola, pertandingan sepakbola selalu diartikan
sebagai perang di lapangan rumput. Pertempuran kedua tim selama ini hanya
dilangsungkan di Eropa dalam label tim nasional. Tidak ditemukan di tempat lain
di dunia ini pertandingan antara tim Belanda vs tim Inggris. Sejauh ini, itu
pamahaman oleh pers di Eropa
Ternyata
pers Eropa keliru besar. Mereka selama ini abai melihat perseteruan tim Inggris
vs tim Belanda di daerah terpencil di Noord Sumatra. Seperti kita ketahui,
kenyataannya tim Belanda vs tim Inggris sudah sejak lama ada di Noord Sumatra,
baik antara tim Deli (Belanda) vs tim Penang (Inggris) maupun antara tim Deli
vs tim Langkat (Inggris). Pertandingan yang dilakukan tanggal 1 Juni yang lalu
telah membuka perhatian pers Eropa bahwa ada pertandingan seru di Medan. Inilah
pangkal perkara, sepakbola Medan mulai dikenal di Eropa. Sebuah koran bertiras
besar di Belanda melaporkannya sebagai berikut:
Nieuwe
Rotterdamsche Courant, 27-07-1915 (Voetbal, In Indie): ‘Ini adalah negara kita,
sayangnya saat pertandingan antara Holland vs Engeland hanya diberitakan oleh
VSN Niuews. Ini suatu pertandingan yang seru, bukan di Amsterdam, tetapi di
stadion olaharga di Medan pada tanggal 1 Juni. Terhadap olahraga yang dimainkan,
mungkin ini banyak sikap para pihak memandang kejadian sepakbola tersebut
sebagai sikap tidak kurang pentingnya jika dibandingkan di Amsterdam. Padahal
yang di Medan ini adalah pertandingan ETI (Eropa). Banyak penonton datang
menggunakan kereta. Memang ini pertandingan untuk tujuan amal dan telah
mengumpulkan angka 13.000 gulden yang diperuntukkan untuk kepentingan umum yang
telah diselenggarakan oleh Deli Sport Vereeniging. Khusus untuk alokasinya
sudah lebih lanjut diatur secara rinci. Tim Hollandsche dalam hal pertandingan
ini telah bermain dengan sempurna untuk mempertaruhkan shirt oranje, oleh para
pemain Belanda terbaik di wilayah tersebut. Lapangan yang digunakan tampak
banjir tidak sebaik pertandingan internasional Belanda di dalam Olimpiade yang
datang ke Stockholm. Berikut adalah nama-nama susunan pemain: NJ. Stok (doel):
JJ. Manta en GF. Pop. (achter), J. Dlederik. RD. Jongeneal DH. v. d. Poel
(midden); M. Brouwer Ponkens, J. Ruysennaare. L. Delboy, C. ten Cate en H.
Alofs ¦ (voor). Yang bertindak sebagai wasit dalam pertandingan adalah
Arnhemmer Leo Suringa dengan kepemimpinan yang adil sehingga pertandingan
berjalan lancer. Oleh Mr. Mathewson yang telah menyediakan piala dari perak
yang menarik yang mana dalam pertandingan tersebut dimemenangkan oleh
Hollanders terhadap Britien dengan kemenangan 3-1. Pertandingan ini yang
dianggap sebagai even kompetisi internasional maka lagu kebangsaan antar dua
Negara juga diperdengarkan di lapangan dan juga disertai dengan lagu-lagu
rakyat. Lalu kemudian seorang wanita membawa bola untuk dilakukan kickoff. Ia
adalah istri dari ketua donor. Dalam tempo setengah pertandingan yang bersih
itu untuk Belanda kedudukan dengan skor 1-0. Segera babak kedua dimulai Inggris
yang mulai serangan, lalu Belanda yang dimotori Cate tidak berhasil, malah
Inggris menghasilkan gol ke gawang Belanda. Namun tidak lama gol terjadi oleh Delboy
dan membawa stand 2-1 dan pada berikutnya Cate membuat menjadi 3-1. Pada
pertandingan pada tingkat tinggi kehormatan yang dicapai ini diragukan lagi
kita dapatkan. Dua tim dengan pemain terbaik direncanakan akan melakukan
pertandingan untuk selanjutnya setiap tahun yang menjadi agenda resmi di bonden
Medan’.
Mathewson-Beker II (1916): Tim Belanda dan Tim Inggris di Medan Semakin Dikenal
Pertandingan antara tim Inggris dengan tim Belanda,
tidak saja sudah berlangsung sejak lama, juga sudah menjadi agenda tahunan
OSVB. Selain itu, pertandingan antar bangsa ini tidak hanya dikenal di Deli dan
Langkat tapi juga sudah diketahui di seluruh Nederlansche Indie. Rupanya berita
itu sudah berhembus kencang di Eropa.
De Sumatra post, 27-06-1916 Hollandsch-Britsche voetbal match.
Pertandingan sepakbola internasional antara Belanda dan Inggris untuk memperebutkan
piala yang ditawarkan oleh Mr G Mathewson, akan berlangsung di lapangan DSV pada
l Agustus serta menggunakan hasil pemasukan untuk dibagi sama antara dana amal
Belanda dan Palang Merah Inggris. Sebelum dilakukan pertandingan puncak,
dilakukan terlebih dahulu pra-seleksi yang mempertemukan antara dua
pertandingan dua Inggris Sabtu 1 Juli dan 16 Juli antara dua tim Belanda. Hasil
dari pertandingan ini digunakan untuk memilih dan menentukan pemain terbaik
untuk masing-masing tim. Dalam laga ujicoba Inggris yang bermain hari Sabtu
melawan satu sama lain: Tim-A. Goal: Milis (Langkat). Backs: Milne (Langk»t),
Lam ont (Tandjong). Half- backs: Hartley (Langkat), Lyons, Murrny (Siantar).
Forwards: Cameron, Sharman, Bumpus, Holloway, Kinnear (Langkat). Tim-B. Goal:
Lindau (Serdang). Bicks: Barnett, Taylor (Siantar). Half-backs : Stewart
(Langkat), Shirras (Medan), R. Munro (Siantar). Forwards: Fenton, Thomson
(Medan), Cinipbeil (Langkat), Nicholson (Serdang), Bnnsmead (Tandjong Poera). Piala
besar yang ingin diperebutkan sudah dipamerkan selama beberapa hari ini di Wiite
Societiet.
Pintu masuk Lapangan DSV Medan (foto 1925) |
Hasil pertandingannya dilaporkan sebagai
berikut:
De Sumatra post, 02-08-1916: ‘Kontes negara Holland-Inggris.
4-0. Seperti pada tahun sebelumnya, di Medan telah terjadi pertandingan
sepakbola yang sangat besar yang menyajikan pertandingan antara tim yang
dipilih dari pemain Hollandsche dan tim terbaik dari voatballars British
tanggal 1 Agustus. Meskipun di dalam situs terjadi hujan, kasus sebelumnya jauh
dari indah, tapi kepentingan dan animo penonton pun tak kalah besar, sedangkan
qualiteit permainan dengan kondisi buruk ini tidak berpengaruh besar Pertandingan
ini ditonton oleh banyak pihak dari berbagai tempat, bahkan jauh dari
Tamiangsche (Aceh) dan Bilasche (Labuhan Batu) di lapangan situs DSV. Yang
mengatur kontes tahunan yang menarik ini OSVB. Dalam pertandingan ini hadir
gubernur, tamu undangan lainnya baik eropa maupun pribumi. Pengelolaan ticktet masuk
sudah lebih praktis dan lebih cepat prosesnya daripada di sebelumnya. Ketika
tim Belanda memasuki lapangan, disambut dengan tepuk tangan meriah untuk
menyambut kostum kaus oranye mereka yang diiringi garnisun, kemudian diikuti
oleh tim orang Inggris dengan drum dan di lapangan sendiri sudah lebih dari
seribu seratus penonton Oriental dan Eropa dengan harap cemas menunggu
pertempuran dimulai. Tepat pukul lima dimulai permainan setelah sebelumnya diperdengarkan
lagu kebangsaan Belanda dan Eigelsche yang mana semua yang mendengar diminta berdiri.
Setelah dilakukan kickoff maka muncul sorakan antusias terdengar di lapangan. Bola
kemudian bergilir di tengah yang dipimpin oleh wasit Buurman Vreede. Kedua tim
telah sepenuhnya dan mulai pertempuran. Kedua tim bermain cepat dan tajam. Terutama
Inggris di dengan jersey biru, dengan pita putih di seluruh kaos biru, segera
melakukan serangan berbahaya ke pertahanan Belanda. Kemudian Belanda yang mana Alofs
melepas umpan silang kepada Welsch membuat gol pertama untuk Belanda. Sorakan besar
meletus ketika penonton melambaikan topi tikar dan sapu tangan dan lain-lain
bertepuk tangan. Dari arah sisi Medan Hotel penonton berteriak Come on, chaps!
yang lalu kemudian dibalas penonton dari British, come on, don't be downhearted
(ayo, jangan putus asa. Sementara permainan tetap cepat dan permainan bergerak
terus-menerus. Akhirnya, bagaimanapun tak terduga serangkan dilnacarkan dan gol
menjadi tweo-nol. Pendukung Belanda: Hore.!
- Hore! – bergema dan melambai topi dari baris padat penonton, - Hore! Hore!.
Setengah bermain selesai. Suatu pertandingan untuk menghibur yang banyak
penonton terutama wanita di antara mereka di tempat terlindung di panggung. Bagaimanapun, beruntung tidak hujan, lalu setelah turun
minum paruh kedua pertandingan tim Belanda terus menyerang dan tampak agak
kuat. Para pemain tengah Inggris juga memiliki perlawanan. Tampak kedua tim bekerja
tak kenal lelah. Menyenangkan namun kemudian mulai sudah hujan, sekarang mereka
tidak lagi merasa santai mata sudah mulai perih yang berlumpur lapngan yang
tampak terendam di mana pemain bersikeras sulit benar-benar memberi permainan
yang baik dan bahkan tangkapan bola juga adakalanya lepas. Sekitar lima belas
menit sebelum pertandingan berakhir Cate mengambil kesempatan akhirnya terjadi untuk
gol keempat. Lalu skor empat-nol, hasilnya adalah sesuatu yang terlalu indah, namun
idealnya pertandingan itu seharus tiga-satu secara akurat. Setelah wedstrjjd
mencapai keadaan masih di bawah gerimis, Gubernur Van der Plas memberikan piala
Mathewson Cup kepada Pop, kapten tim Belanda, setelah itu - sorakan biasa -
Thooft atas memberikan sambutan atas nama Asosiasi Sepakbola Sumatera Timur (OSVB.
Setelah selesai pertandingan pemain pergi untuk bersih pakean dan mandi
diterima untuk mengumpulkan kekuatan baru untuk kumpul malam, yang masih sangat
menjanjikan bersih untuk kedua tim, yang malam itu memiliki dinner di Medan Hotel,
juga dihadiri para pemain dan pejabat Belanda. Kemudian, banyak pidato, banyak makanan
dan minuman lainnya, akhirnya, partai di Medan Hotel ini tampaknya terlalu
sempit dengan ramai Inggris dan tamu mereka dengan drum dan bagpipe di depan
tenda sirkus, menjadi periang suara untuk memutuskan hari olahraga. Belanda
sekarang sudah untuk kedua kalinya memenangkan lawan Inggris (1 Juli 1915, skor
3-l) ketika oranye jersey juga memungkinkan tahun depan kemenangan Mathewson beker
untuk juga diadakan’.
De Sumatra post, 12-08-1916: ‘Kami mengirimkan kepada anda
bahwa pertandingan sepakbola tahunan antara Belanda dan Inggris tahun ini
dimenangkan oleh Belanda dengan 4-0. Editorial Java Bode telah menyembunyikan
berita itu sehingga.. maaf keringat sepakbola, tapi ada fantasi dan membiarkan
Holland di Den Hague pada tanggal 2 Agustus memenangkan pertandingan sepak bola
Engeland. Untuk meyakinkan pembaca kami dapat menambah sensasi berita ini, yang
berarti akan jatuh pada ulang tahun Ratu Emma yang mana pertandingan di Medan
dimainkan antara tim Belanda dan Anglo, yang kami tulis di edisi kami 28 Juli. Hijau
tanpa olahraga prestasi hasil untuk olahraga saudara kita di Medan dan keberhasilan
jurnalistik Java Bode dan Preanger Bode!
Mathewson-Beker III (1917): Penonton Datang dari Asahan,
Simaloengoen dan Atjeh
Iklan pertandingan di Medan (De Sumatra post, 30-06-1917) |
De Sumatra post, 02-07-1917 melaporkan hasil kegiatan
turnamen yang menjadi kalender rutin OSVB. Beritanya sebagai berikut: Holland Engelarid pertandingan. 6-1. Ini adalah pertandingan tahun pertemuan ketiga untuk
Piala Mathawsoa antara tim sepakbola dari Belanda Bnttjn di sini! Suasana pertandingan besar, bahkan lebih besar daripada
tahun sebelumnya besar-besaran, jauh dan luas, jauh dari Assahansche, Simeloengoensche dan Atjehsche, juga penggemar olahraga di Medan datang ke lapangan.
Bahwa saat ini cuaca
begitu mengagumkan di Medan. Tepat sebelum dimulai pertandingan Engelachs dan Belanda dan
di bawah suatu kehormatan tepuk tangan dari ribuan penonton Brittisch dan Belanda di lapangan. The British di celana biru dan kemeja
putih dan Hollanden dengan kostum kebesaran oranje. Yang
memimpin jalannya pertandingan adalah Cornfield. Susunan tim sebagai berikut: (lihat gambar).
Susunan pemain Mathewson Beker, 1917 |
Setelah sekian menit pertandingan berlangsung Ten Cate tiba-tiba melanggar membuat lawan jatuh, atas tindakan itu dihukum oleh wasit dengan penalti. Murray telah
menempatkan dirinya, run up dan dengan satu tembakan bola jauh dari Verduia ditempatkan ke dalam gawang. Satu noluntuk Eagehnd! Penonton
inggris histeris berteriak ‘satu lagi, satu lagi’ bergema
sepanjang baris. Holland setidaknya membiarkan dirinya sedikit bertahan lalu kembali menggebrak, dan
bahkan dari kaus orange hampir membobol. Namun Lamont cukup tangguh dan juga pekerja keras Hartley berdiri di pos mereka
dan sapu bersih ketika daerah terancam. Juga
Milis, kipper Langkat raksasa, harus bertahan saat ini menjaga keadaan, tetapi membuat indah, sampai tiba-tiba setelah
satu menit dan Ten Cate penyerang Holland lagi datang begitu sabar barrier besar besaran terbukti terlalu kuat. Orang Belanda masih menyerbu voorwaartsan gawang
Inggris, tapi pemain
belakang dengan kuat. Trio tengah Holland bersama penyerang begitu berani terutama Boutmy dan
Pop unggul dan berhasil. Untuk memenangkan berhasil Ten Cate yang sodor
bola ke Delboy, mengejutkan sundulan kepala keras ke gawang dan stand membawa 2-1, hingga babak pertama. Setelah istirahat, Inggris membawa beberapa ancaman,
Featon bertukar tempat
dengan Lyoas dan Lewis dengan Brinsmead. Namun, banyak hal tidak dapat
membantu, karena bahkan setelah konversi ini voorhoeae Inggris hanya punya peluang kecil terhadap pertahanan Belanda. Kembali bermain bola sekali, lagi Belanda datang. Sekarang satu hoeksehot
dipertahankan menjadi gol keempat lahir. Tidak lama sudah dua gol lagi. Holland tampaknya tidak
menganggap itu cukup, namun, sebuah serangan
ditandai oleh Ten Cate dengan Vermeer yang kemudian
skor meningkat menjadi 6-1.
Dengan demikian berakhir kontes dengan bersinar kemenangan dari Belanda,
kekalahan oleh Inggris sebagai adil. Di depan situs disediakan dan
oleh Gubernur, Mr. Mathewson, dan Komandan garnisun melakukan pemberian piala. Gubernur membuka pidato beberapa kata untuk menghormati
pemenang dan simpati ke Inggris, tim Belanda pada Mathewson cup menjadi tiga kali memenangkan. Setelah
pidato tulus ini diberikan Souveneur oleh Mrs. Mathewson. Pop, kapten tim menerima piala untuk disebut
diserahkan rekan senegaranya. Suasana sorak-sorai dan hurrahs, terdengar
kembali sampai akhirnya
Mr. Jongencel, yang terkenal baik, dari
Asosiasi Sepak Bola Sumatera Timur, pidato rapi tentang
pertandingan besar-besaran melawan Engeland. di mana terutama kepada Mr Mathewson ucapan
terimakasih untuk suambangan piala dan Gubernur
lalu untuk memberikan piala kepada pemenang. Masing-masing tim terpilih pemain dari Inggris dan Belanda,
kepada Ten Cate terdengar sekali lagi
bergemuruh kuat penonton yang hadir. Pada malam kontes yang Briton
dan Hollander dilakukan persaudaraan. Pertandingan ini dihadiri lebih dari 800 Eropa dan 1.200 oriental. Hasil dari pertandingan
yaitu! 1.700 Gulden setelah ditambhkan sumbangan sebesar 500, hasil bersih total setelah dikurangi biaya dapat diperkirakan 2.000
Gulden. Jumlah ini sebagian dimaksudkan untuk palang merah British dan sebagian
untuk korban para pelaut Belanda yang meninggal’.
Penonton PSMS vs Persib di Stadion Senayan, 1985 (internet) |
Wawancara Imajiner dengan Marah Halim Harahap*
Marah Halim yang menjabat Gubernur Sumatra Utara
untuk periode kedua, pada tahun 1972 menggagas diadakannya turnamen sepakbola
di Medan. Selain belum ada turnamen bergengsi yang dilaksanakan di Indonesia
saat itu, Marah Halim mencoba merekam jejak sepakbola di Medan dan sekitarnya.
Mungkin kesimpulan Marah Halim dalam hati, begini:
Pertama, klub pribumi pertama di Nederlansche Indie adalah
Toengkoe Club di Bindjei. Saat itu di Bandjei hanya ada dua klub, yakni:
Langkat Sport Club, klub yang didirikan anak-anak Inggris; dan Toengkoe Club
yang didirikan kerabat-kerabat kerajaan Melayu di Langkat. Klub Belanda hingga
ini hari tidak pernah dilaporkan adanya di Bindjei. Lalu kemudian muncul
beberapa klub pribumi, satu diantaranya bernama Tapanoeli Voetbal Club yang
didirikan tahun 1906. Pendiri klub Tapanoeli ini adalah Saleh Harahap gelar
(Mangara)Dja Endar Moeda, alumni Kweekschool Padang Sidempoean, mantan guru dan
editor pertama pribumi (diangkat menjadi editor Pertja Barat di Padang 1897). Bersama
klub Belanda yang didirikan tahun 1906 bernama Voorwaarts Voetbal Club bersama
Tapanoeli VC mempelopori dilakukannnya kompetisi sepakbola di Medam (1907).
(klik gambar untuk memperbesar peta) |
Ketiga, seorang anak Padang Sidempoean, alumni sekolah
kedokteran hewan di Buitenzorg ditempatkan pertamakali tahun 1914 di Pematang
Siantar. Di kota ini sudah ada anak-anak Padang Sidempoean selain Dr. Muhamad
Hamzah yang bertugas, yakni: Soetan Martoewa Radja Siregar (alumni Kweekschool
Padang Sidempoean, direktur sekolah guru Normaal School Pematang Siantar. Hasan
Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem (pegawai pertanahan Geemetee Bestuur
Pematang Siantar, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (alumni
Negeri Belanda, pegawai di kantoor van den Assistent Resident van Simeloengoen
en de Karolanden te Pematang Siantar) Saat itu Siantar Voebal Club baru didirikan
(1913) dan akan ikut kompetisi Wlayah Padang en Bedagai (1914). Dr. Alimoesa
Harahap, mantan pemain sepakbola di kampusnya dulu, masuk tim Siantar VC. Sepakbola sebagai
hiburan baru di Pematang Siantar, nama Alimoesa, tidak hanya dikenal di
kalangan pemerintah Belanda tetapi juga ekspatriat Eropa/Belanda, pribumi dan
Tionghoa. Hal ini karena hanya Alimoesa yang berkulit coklat di Pematang
Siantar Voetbal Club. Pada tahun 1920 Dr. Alimoesa, Dr. Muhamad Hamzah, Soetan
Pane Paroehoem dan Soetan Hasoendoetan mendirikan Bataksche Bank di Pematang
Siantar (bank pribumi pertama). Alimoesa dalam perkembanganya menjadi anggota
dewan Kota Pematang Siantar 1922. Alimoesa adalah pribumi pertama yang menjadi
anggota dewan kota (gementee raads) di Pematang Siantar. Pada tahun 1926
Alimoesa dicalonkan sebagai kandidat dari Tapenoeli untuk anggota Volksraad
dari kalangan pribumi. Dr. Alimoesa terpilih dan melenggang ke Pejambon (kini
Senayan). Sedangkan wakil dari Oost Sumatra adalah Abdoel Firman Siregar gelar
Mangaradja Soangkoepon yang sebelumnya menjadi anggota dewan kota Tandjoeng
Balai. Dr. Alimoesa dan Mangaradja Soangkoepon adalah dua orang pribumi pertama
di Volksraads yang berasal dari Noord Sumatra. Dr. Alimoesa dan Dr. Muhamad
Hamzah Pembina sepakbola pribumi di Pematang Siantar.
Keempat, Dja Endar Moeda, Dr. Radjamin Nasoetion. Dr. Alimoesa
dan Dr. Muhamad Hamzah adalah beberapa diantara anak-anak Padang Sidempoean
yang memiliki dedikasi tinggi untuk sepakbola pada masa-masa awal sepakbola
Sumatra Utara. Selama pendudukan Jepang (1941-1945) dan masa agresi militer
Belanda (1945-1949), praktis kegiatan sepakbola mati suri di Sumatra Utara.
Kegiatan sepakbola baru mulai hidup kembali pada periode pasca pengakuan
kedaulatan RI yang mana gubernur pertama Sumatra Utara saat itu SM Nasoetion. PSMS
sendiri berdiri tahun 1950 dan kepengurusan, baru terbentuk tahun 1951. Struktur
pengurus yang pertama, periode 1951-1952 terdiri dari: Ketua adalah Komisaris (polisi)
Amir Hamzah, Wakil Ketua: R.M Lubis. Sekretaris: Kamaroddin Panggabean, dan Tjong
Lie Liong; Bendahara: Muchtar Siregar, De Raadt, Firdaus Siregar, Korver dan AHC
Jans. Komisaris Amir Hamzah adalah mantan pemain klub Politie Sport Vereeniging
(PSV) di Medan (lihat De Sumatra post, 23-12-1938).
Amir Hamzah dan Joesoef Pontas Siregar dua anak Padang
Sidempoean diangkat menjadi Mantripolitie di Medan tahun 1936 (lihat De Sumatra
post, 30-10-1936). Sebelumnya dilaporkan bahwa Joesoef adalah pemain sepakbola di Medan (lihat De Sumatra post, 24-04-1936). Jauh sebelumnya lagi, sudah ada beberapa anak Padang Sidempoean yang
diangkat mantri polisi, yakni: Djamin gelar Baginda Soripada di Medan dan Sati
gelar Mengaradja Enda Moera (Pakan Baroe). Pada tahun 1914 jaksa di Bengkalis, Abdul Gani gelar Soetan
Batang Ari menjadi jaksa di Medan; dan jaksa
di Tandjoengpoera Si Doran dipindahkan Bindjei; dan untuk menempati jaksa di Tandjoengpora
adalah mantripolisi Djamin gelar Baginda Soripada (lihat Bataviaaschnieuwsblad,
12-05-1914). Djamin Harahap lebih dikenal kemudian sebagai ayah dari Mr. Amir
Sjarifoeddin (salah satu dari tiga the founding father RI, mantan Menteri
Pertahanan di masa Agresi Militer). Ayah Djamin atau kakek Amir adalah Soetan
Goenoeng Toea diangkat menjadi jaksa 1875 dan pensiun di Medan (mantan penulis di kantor Asisten
Residen Mandheling en Ankola di Padang Sidempoean, dan murid pertama Nommensen
di Sipirok, 1863). Pada saat Soetan Goenoeng Toea diangkat menjadi jaksa di
Sipirok 1875, Afdeeling Deli (bagian dari Residentie Bengkalis, Province Riouw)
masih setingkat controleur yang berkedudukan di Laboehandeli (kota Medan belum
ada). Singkat cerita: pada tahun 1915 Residentie Sumatra’s Oostkust menjadi
sebuah province. Sedangkan Residentie Tapanoeli sendiri dipisahkan dari province
Sumatra’s Westkust dan berdiri sendiri (1905). Pada tahun 1925 Residentie
Tapanoeli dan Residentie Atjeh dalam pemilihan Volksrads (1926) disatukan
menjadi satu wilayah pemilihan yang disebut ‘dapil’ Noord Sumatra. Wakil
terpilih dari Noord Sumatra adalah Dr. Alimoesa Harahap dan wakil terpilih dari
Sumatra’s Oostkust adalah Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Alimoesa
dan Mangaradja Soengkoepon adalah pribumi pertama yang menjadi anggota Volksrasds
di Batavia dari Noord Sumatra (Tapanoeli, Oost Sumatra en Atjeh). Baru pada
masa agresi militer Belanda province Sumatra’s Oostkust, Residentie Tapanoeli dan
Residentie Atjeh digabung menjadi satu province dengan nama Province Noord
Sumatra.
Pengurus PSMS periode 1952-1953 terdiri dari: ketua, Komisaris
(pol) Mustafa Pane, wakil ketua: Tamas
Siregar, sekretaris: BTS Hasibuan, dan bendahara: TD Pardede dan AHC. Jans. Komisaris
Amir Hamzah, Mochtar Siregar dan Tamas Siregar adalah mantan pemain klub
Politie Sport Vereeniging (PSV) di Medan (lihat De Sumatra post, 23-12-1938).
Amir Hamzah dan Mustafa Pane memiliki karir di kepolisian
yang cukup cemerlang. Amir Hamzah yang diangkat polisi di Medan 1936, kemudian
dipindahkan ke Pakan Baroe pada tahun 1938, sedangkan rekannya ML Siagian
dipinahkan ke Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 30-12-1938. Satu lagi
anak Padang Sidempoean yang menjadi rekan Amir Hamzah yang menjadi mantri polisi
di Medan adalah Partaonan Harahap (lihat Rusliharahap's Blog). Pada tahun 1941
Amir Hamzah dipindahkan dari Medan ke Pangkalanbrandan dan temannya Hisar
Poeloengan ke Pematang Siantar (lihat De Sumatra post, 28-02-1941). Amir Hamzah
dan Mustafa Pane semasa agresi Militer Belanda berjuang di luar Sumatra’s
Oostkust dibawah komando Gubernur Militer Noord Sumatra (minus Sumatra’s
Ooskust) Major General Dr. Gindo Siregar dan wakilnya Abdul Hakim (mantan wakil
Residen Tapaneoli). Setelah pengakuan kedaulatan 1949, Amir Hamzah diangkat
menjadi Kepala Kepolisian Medan dan Belawan (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra,
30-01-1950). Sementara itu, Abdul Hakim Harahap (mantan wakil Residen Tapaneoli)
pada tahun 1951 diangkat menjadi Gubernur Sumatra Utara (gubernur ketiga). Pada
saat itu Kapten Marah Halim Harahap (tokoh dalam seri artikel ini) setelah
pulang perang semasa agresi militer Belandan dari Indragiri Hilir yang menjadi
perwira menengah di Komando Tentara Teritorium-I (KO TT-I) Bukit Barisan. Lalu
kemudian Amir Hamzah pangkatnya dinaikkan, commissaris lste klas Amir Hamzah
bevorderd tot onder hoofd commissaris van de politie 2de klas (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 04-02-1953).
Stadion Teladan Medan, 1953 |
Komisaris Amir Hamzah dipindahkan ke Malang (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 12-06-1953). Sedangkan Komisaris Mustafa Pane yang
tengah menjabat Ketua Umum PSMS dipindahkan ke Bandoeng (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 16-06-1953). Amir Hamzah kemudian dipromosikan dan menjadi Kepala
Kepolisian di Sumatra Selatan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 15-03-1957). Bersamaan dengan promosi
Amir Hamzah ini, Mayor Marah Halim ditugaskan ke Bandoeng mengikuti pendidikan
di SSKAP (kini Seskoad). Pulang dari pendidikan dari Bandoeng, Marah Halim
dinaikkan pangkatnya menjadi Kolonel dan menjabat sebagai Kepala Staf Kodam
(Kasdam) II Bukit Barisan.
Keenam, periode pengurus PSMS pada periode 1959-1960 adalah Ketua
Umum: Muslim Harahap, Ketua I: Komisaris Kadiran, Ketua II: Kapten Tamas
Siregar, Sekretaris: Buyung Bahrum dan M Noer Situmorang, Bendahara: Tan Ho
Land dan AM Nasution.
De
Sumatra post, 22-04-1938
|
Tim Veteran Medan (Het
nieu.voor Sumatra, 16-12-1954) |
***
Berdasarkan fakta-fakta sejarah sepakbola
Sumatra Utara tersebut Marah Halim Harahap tertegun, terkesan dengan anak-anak
Padang Sidempoean yang telah turut merintis dan membangkitkan sepakbola di Sumatra
Utara tanpa henti khususnya di Medan dan sekitarnya. Tanpa pikir panjang Marah
Halim lalu berkekuatan hati : Sepakbola Sumatra Utara harus nomor
satu di Indonesia. Untuk itu, diperlukan wadah untuk tetap menjaga performa
PSMS sebagai piramida tertinggi, puncak para pemain-pemain terbaik di Sumatra
Utara untuk berkokok lebih nyaring. Wadah itu adalah sebuah turnamen sepakbola internasional di Medan. Kebetulan baru-baru ini (September 1971), Pangeran Bernhard dari Belanda berkunjung ke rumah dinas gubernur, entah ada kaitannya dengan sepakbola, kita tidak tahu.Yang jelas, tiga bulan sebelumnya, klub PSV melawat ke Medan melawan PSMS. Inilah klub profesional Belanda untuk kali pertama datang ke Indonesia di Medan (lihat Het vrije volk : democratisch-socialistisch
dagblad, 15-06-1971). Hasilnya PSV mengalahkan PSMS dengan skor 4-0 (lihat De Telegraaf, 16-06-1971).
Pangeran Bernhard di Medan (September, 1971) |
Empat gibol yang sudah kenal sejak lama ini
sepakat untuk menyelenggarakan turnamen sepakbola. Kamaruddin Panggabean yang
fasih berbahasa Belanda dan Inggris diminta menjadi pengelola turnamen
sekaligus urusan luar negeri; TD Pardede diminta untuk mendukung untuk
suksesnya turnamen dan mengajak pengusaha lainnya untuk berpartisipasi; dan
Muslim Harahap diminta untuk memfasilitasi dan mengkoordinasikan dengan stakeholder
lainnya terutama dari pihak pemerintah sekaligus urusan dalam negeri. Tugas ini tampaknya tidak sulit baginya, sebab Muslim Harahap Harahap adalah sekreatis pertama Komite Olahraga Indonesia di Sumatra Utara (KOI-SU) yang dibentuk tahun 1955 (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 11-03-1955). Kamaroeddin Panggabean adalah mantan pemain andalan klub Sahata Medan (lihat De Sumatra post, 02-08-1939).
Lantas tiba-tiba Muslim Harahap bertanya:
‘Apa nama turnamennya, Jenderal?’ Marah Halim menjawab: ‘Saya tidak tahu, cari
sendirilah. Tapi perlu dipikirkan baik-baik. Tapi saya tahu bahwa dulu pernah
ada turnamen hebat di Medan ini’. TD Pardede bertanya: ‘Turnamen apa namanya,
friend?’. Marah Halim menjawab: ‘Turnamen Mathewson Beker, yang
penyelenggaraannya pada era Nederlandsche Indie, dimulai tahun 1915. Penggagasnya
adalah Mr. Mathewson, konsul Inggris yang ditempatkan di Medan…’. Kamaruddin
Panggabean memotong kisah dari Marah Halim itu, lalu spontan: ‘Kalau begitu,
nama turnamennya Marah Halim Cup saja’. Muslim Harahap menyahut: ‘Itu sudah
pas, lae. Ada historisnya dan itu menjadi mudah membuat dasar legalitasnya’.
Pertemuan ditutup.
Partisipasi tim Belanda dalam Marah Halim Cup, sebagai berikut: Belanda berpartisipasi dalam Marah Halim Cup sebanyak tiga kali: 1980 (juara satu); 1981 (juara tiga); dan 1989 (juara satu). Pada tahun 1980 tim Belanda yang dikirim adalah Tim Nasional Olimpiade (Amatir). Setelah mengalahkan lawannya Korea Selatan di semifinal lalu bertemu Birma di final. Pertandingan yang disaksikan penonton lebih dari 40.000 ini tim Belanda mengalahkan Birma dengan skor 4-2. Pada tahun 1981, Belanda kembali mengirimkan tim amatir. Di semifinal Belanda dikalahkan oleh Jepang. Dalam perebutan tempat ketiga, tim Belanda berhasil mengalahkan tim dari Thailand. Pada tahun 1989, Belanda mengirim tim dari klub Wageningen. Di semifinal berhasil mengalahkan Persib Bandung dengan skor 0-3 dengan adu finalti setelah sebelumnya hanya bermain dengan hasil 0-0. Di final berhasil bertemu Jepang yang telah mengalhkan Cina. Akhirnya Wageningen berhasil mengalahkan Jepang dengan skor 1-0. Dengan demikian, sejauh ini hanya tiga kali tim Belanda berpartisipasi tetapi hasilnya cukup memuaskan: dua kali juara dan satu kali runner up.
*Sebagai kenangan: Saya pernah bertemu Mayjen Marah Halim di rumahnya di Jakarta tahun 1985 (sebelumnya saya belum pernah ke Medan)
(Bersambung)
Sejarah Marah Halim Cup (1): Sepakbola Indonesia Bermula di Medan
Sejarah Marah Halim Cup (2): Langkat Sportclub, Klub Sepakbola Kedua di Sumatera UtaraSejarah Marah Halim Cup (3): Suporter Sepakbola Medan Dukung Klub ke Bindjei dan “Menteri Olahraga” Belanda Berkunjung ke Deli
Sejarah Marah Halim Cup (4): Majalah Pertama Olahraga Indonesia, Edisi Perdana Melaporkan Sepakbola di Medan
Sejarah Marah Halim Cup (5): Kompetisi Sepakbola Medan Kali Pertama Bergulir, Klub Tapanoeli Didirikan
Sejarah Marah Halim Cup (6): Klub Baru, Kompetisi Baru dan Deli Voetbal Bond Dibentuk
Sejarah Marah Halim Cup (7): Kompetisi Deli Voetbal Bond 1908 Menjadi Tiga Divisi
Sejarah Marah Halim Cup (8): Dr. Alimoesa, Pemain Sepakbola di Pematang Siantar, Anggota Volksraads Pertama dari Sumatra Utara
Sejarah Marah Halim Cup (9): Klub Sepakbola Bermunculan di Luar Deli, Kompetisi Bergulir Lagi
Sejarah Marah Halim Cup (10): Sepakbola di Perkebunan Berkembang Pesat, ‘Bond’ Baru Bertambah, Kejuaraan Antarbond
Sejarah Marah Halim Cup (11): Oost Sumatra Voetbal Bond (OSVB) Didirikan, Tapanoeli Voetbal Club Berkompetisi Kembali
Sejarah Marah Halim Cup (12): Mathewson-Beker, Cikal Bakal Marah Halim Cup? Suatu Wawancara Imajiner dengan Marah Halim Harahap
Sejarah Marah Halim Cup (13): Kajamoedin gelar Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Gementeeraad Medan; Sepakbola Tumbuh, Pendidikan Berkembang
Sejarah Marah Halim Cup (14): GB Josua, Tokoh Pendidikan Medan dan Presiden Sahata Voetbal Club Sebagai Ketua Perayaan 17 Agustus 1945 dan Ketua Panitia PON III
Sejarah Marah Halim Cup (15): Parada Harahap, Pers dan Sepakbola, Pertja Barat vs Pertja Timor, Pewarta Deli vs Sinar Deli, Benih Mardeka vs Sinar Merdeka
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar