Jumat, Mei 01, 2015

Sejarah Marah Halim Cup (5): Kompetisi Sepakbola Medan Kali Pertama Bergulir, Klub Tapanoeli Didirikan

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Marah Halim Cup dalam blog ini Klik Disini


Sejarah sepakbola di Nederlansche Indie dimulai di Medan. Sepakbola Medan tumbuh bersama tumbuhnya investasi Eropa di Medan. Investor terbanyak adalah Belanda dan Inggris*. Pertumbuhan investasi ini berimplikasi terhadap perkembangan kota Medan dan pertumbuhan sepakbola. Komunitas sepakbola beragam: Inggris, Belanda, Melayu dan Tionghoa. Semakin beragam dengan didirikannya klub Tapanoeli. Keragaman ini menjadi ciri khas Medan dibanding dengan Batavia dan Soerabaija.

Kompetisi Sepakbola Kali Pertama di Medan

Sejauh ini sudah ada sejumlah klub di Medan dan sekitarnya: Medan Sportclub (Belanda), Langkat Sportclub (Inggris), Letterzetter Club (Belanda), Voetbal Club Toengkoe (pribumi), Taman Sefakat Club (pribumi) dan Voetbal Club Tionghoa (Tionghoa). Semua klub ini sudah pernah bertanding satu dengan yang lain, namun semuanya dilakukan dalam pertandingan tunggal. Tiga klub utama (Medan Sportclub, Langkat Sportclub dan Toengkoe Club) kemudian mempelopori untuk menyatukan diri dalam suatu kompetisi.

Klassemen sementara Kompetisi Pertama Sepakbola, Medan, 1905
De Sumatra post, 02-12-1905: ‘Pertandingan sepakbola. Dibawah cuaca yang kurang menguntungkan, kemarin di situs Esplanade, disaksikan oleh sejumlah penonton Eropa dengan atau tanpa jas hujan serta sejumlah kecil penduduk asli. Pertandingan ini dalam rangka memperebutkan Piala. Ini adalah pertandingan pertama antara Toengkoe Club melawan Medan Sportclub. Pertandingan ini dimenangkan oleh Toengkoe dengan skor 3-1.  Untuk membuat penilaian yang baik tentang pemain sulit, sebab lapangan yang bagaikan sawah basah terasa licin dan bola tertahan. Kedudukan der Competitie untuk sementara sebagai berikut (lihat gambar)’.

De Sumatra post, 26-01-1906 (Handel versus Planters 6-2): ‘ketika matahari menghilang di belakang pohon di Esplanade pertandingan sepakbola dimulai. Matahari yang langsung menerpa wajah adalah sangat tidak menguntungkan. Pertandingan ini dilakukan dalam rangka perayaan Tahun Baru China. Dua tim yang bertanding adalah tim perdagangan (Handel) melawan tim perkebunan (Planters). Tim perdagangan dimotori oleh tiga pemain utama Buck, Gorris dan Anthoni. Tim perkebunan H.H. Suaontziguer, Raesema, Schijf, Vaa Kesteren, Limburg, Sievers, Koolemaua B yaen en Willemsz, sementara tim perdagangan Van Dorp, Van Hell, Luit. Van Staden ten Brink, Cornfield, Vervloet, Jongencel, Bakkes, Gerritsen, Munters Jr., Brearley en Avis. Pertandingan ini berakhir dengan 6-2 untuk kemenangan tim perdagangan yang mana pada babak pertama kedudukan sudah 4-2’.

Klub Sepakbola Tapanoeli Didirikam

Setelah Afdeeling Deli dan Afdeeling Asahan dipisahkan dari Riaouw dan menyatukannya menjadi satu pemerintahan yang dikenal sebagai Residentie Sumatra's Oostkust, Medan sebagai ibukota dan sekitarnya berkembang sangat pesat. Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli  dipisahkan dari Sumatra's Westkust dan menjadi Residentie yang otonom (langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal di Batavia). Implikasinya Sumatra's Westkust yang beribukota Padang mulai redup. Anak-anak Tapanoeli yang sejak awal mengikuti rute migrasi Siboga, Padang dan Batavia, kini sebagian mulai melirik ke Sumatra's Oostkust khususnya Kota Medan. Akibatnya: populasi Medan dan sekitarnya tidak hanya terdiri dari Melayu (asli) plus Batak Karo, Belanda, Inggris, China, India, Djawa tetapi juga Tapanoeli. Migran Tapanoeli ini awalnya datang sebagai pegawai pemerintah, pedagang dan juga bekerja sebagai kerani-kerani di perkebunan swasta asing*.

Peta Tapanoeli, 1906
Sumatra post, 19-03-1906: ‘Dalam multifaset dunia sepakbola, semua kalangan - tidak sedikit di antara Oriental – yang berpartisipasi pertandingan sepakbola saat ini sibuk. Sudah banyak klub yang didirikan. Selain yang sudah dikenal, kini ada dua klub baru yang didirikan, voetbal-club ‘Voorwaarts’ yang merupakan kumpulan dari anak-anak muda der Europeesche dan Residentie Tapanaolie voetbal club didirikan oleh anak-anak ‘saudagars’ dari wilayah pantai barat (Westkustsche landschap). Kedua klub kemarin sore di lapangan Esplanade untuk pertama kalinya kedua tim saling berhadapan dan mereka bersukacita untuk kepentingan penonton, yang mana sebelumnya telah dimeriahkan ‘v66r 't concert’. Pertandingan itu sendiri kedua tim bermain imbang, yaitu tidak berhasil mencetak gol hingga turun minum. Setelah istirahat, pasukan Tapaneoli kekuatannya menurun lalu ‘Voorwaarts’ berhasil cetak tiga kali bola, yang salah satunya akibat bunuh diri’.

De Sumatra post, 23-03-1906: ‘Langkat Sportclub akan menantang Sportclub Medan, Minggu 1 April kontes untuk memperebutkan Muller-Beker (Piala Muller) di Bindjey Het elftal der Langkat-Sportclub zal bestaan uit: Stok (goal), Sehöevers en Young (back). Pincknfy, van Kesteren ca Buck (halfback), Schmoatziguer, Hotckkis, Rattray, Thomson en Schoutendorp (forwards)’. De Sumatra post, 30-03-1906: ‘Oleh karena dua pemain terbaik tim Langkat tidak bisa bermain karena sakit, diumumkan pertandingan antara Langkat dan Medan, yang akan dilaksanakan 1 April di Bindjey tidak bisa dilangsungkan'.

Tim Sepakbola Sekolah Pribumi

Sepakbola di Medan dan sekitarnya terus berkembang mengikuti dinamikanya. Awalnya yang bermain sepakbola anak-anak dari Belanda dan Inggris, kemudian Melayu, Tionghoa dan anak-anak Tapanoeli. Kini, satu komunitas lagi muncul: anak-anak sekolah. Sejauh ini di Nederlansche Indie belum ada ditemukan laporan yang mana anak-anak sekolah pribumi membentuk tim kesebelasan dan melakukan pertandingan sepakbola secara resmi*.

De Sumatra post, 16-06-1906: ‘Diberitahu kita pagi di lapangan sepakbola di Bindjey akan digelar pertandingan kesebelasan anak sekolah Inlandsxhe Medan kontra kesebelasan  anak-anak dari sekolah asli Bindjey. Antusiasme untuk memulai langkah awal bagi sepakbola pemuda’. De Sumatra post, 18-06-1906: ‘,,pertandingan tersebut dilangsungkan pada pukul empat sore yang dipimpin wasit Avis. Ketika skor 2-0 untuk Bindjei, tiba-tiba hujan turun. Kemudian pertandingan dilanjutkan, dan tidak ada gol tercipta hingga turun minum. Anak-anak disuguhin limun. Pada babk kedua Bindjei menambah gol, tetapi Medan juga mampu menyarangkan gol dan mendapat sorakan gemuruh dari penonton. Pertandingan ini berakhir dengan skor 4-1 untuk Bindjei. Pertandingan revans akan dilakukan berikutnya di Medan’.

Sekolas dasar untuk pribumi di Medan, 1900
De Sumatra post, 07-07-1906: ‘Besok di Esplanade pertandingan akan dimainkan antara sekolah Inlandsche Bindjey dan Medan’. De Sumatra post, 09-07-1906: ‘Kemarin sore berkerumun  di Esplanade pribumi dan oriental lainnya - wanita an pria mereka tampak - untuk menyaksikan pertandingan sepak bola antara tim anak Medan melawan tim anak Bindjey. Pertandingan dimulai pukul lima sore. Sebelum turun minum Bindjei menyarangkan gol dan disambut dengan tepuk tangan gemuruh dan lalu kemudian Bindjei melakukan kesalahan dan terjadi gol bunuh diri sebelum turun minum. Pada babk kedua terjadi gol buat Medan, sehingga kedudukan 2-1 untuk kemenangan anak-anak Medan (revans). Orangtua bersorak gembira mengakhiri pertandingan dan Kapten Medan, terkecil tetapi paling berani dari tim’…‘Pertandingan antara Voorwaarts dan Tapanoeli yang akan berlangsung, ditunda atas permintaan khusus dari serikat anak-anak sampai pemberitahuan lebih lanjut’.

Soerabaijasch handelsblad, 08-08-1906: ‘Klub sepakbola Voorwaarts Medan baru-baru ini, pada hari Sabtu sore di properti Istana Sultan melakukan pertandingan menghadapi lawannya tim pribumi sebagaimana dilaporkan Deli Courant’.

Klub Langkat Sportclub Dikalahkan Klub Pendatang Baru

Medan Voetbal Club Voorwaart klub baru yang semakin berani menunjukkan tajinya. Klub ini sudah berani menantang Langkat Sportclub dari Bidjei yang selama ini merajai sepakbola di Deli.

De Sumatra post, 14-11-1906: Langkat Sportclub memiliki tantangan Medan Voetbal Club Voorwaarts hari Jumat tanggal 16 untuk datang dan memainkan pertandingan di Medan. Het Langkat-team zal bestaan uit: Stok (goal); Young en Schoevers (back), N.N. Back, Cornfield (h. back); Prins, Thomson, Schmoutziguer, Hotchkis, Schoutendorp (forwards). Het Medan-team zal bestaan uit: J. Cofie, W. van D-uten, G. Munters, M. van Duinen, Avis (forward); Wetten, Antonie, Sievers (h. back); A. Munters eu A. Coffie (back); en M. de Veer (goal). Kereta khusus akan dipesan pukul 12.30 dari Medan ke Bindjey’.

Formasi 2-3-5: Langkat Sportclub vs Voetbal Club Voorwaarts
De Sumatra post, 17-11-1906: ‘Voorwaarts menyadari bahwa Langkat Sportclub adalah tim yang kuat, bagaikan kucing vs tikus. Pertandingan yang dimulai di lapangan Esplanade pada pukul lima sore masing-masing menurunkan pemain terbaiknya (lihat gambar). Tidak main-main, tim Langkat Sportclub langsung menyerang, tapi tidak pernah beruntung. Skor 0-0 hingga turun limun. Menyadari kedudukan imbang, Voorwaarts semakin bersemangat, peluang menang menjadi terbuka. Para penonton semakin khusuk memperhatikan tim anak bawang ini. Namun mereka menyadari bahwa Voorwaart tim yang muda dan belum terlatih serta secara individu lebih buruk masih mampu menghindari kekalahan. Hal ini jarang ditemukan pada Sportclub jika bertemu Langkat. Ini sungguh memalukan buat Sportclub. Apakah ini karena semangat muda Voorwaart dan apakah perlu Sportclub melakukan pension dini sejumlah pemainnya? Akhir pertandingan Voorwaart malah dapat mengalahkan Langkat Sportclub dengan skor 2-0. Untuk ini dapat ditambahkan bahwa kekalahan Langkat Sportclub adalah yang pertama sejak 2.5 tahun ini’.
.
Apakah dengan kemenangan Voetbal Club Voorwaart telah mengubah peta kekuatan klub sepakbola di Medan atau di Deli? Lantas, apakah ini sinyal bagi Langkat Sportclub yang beberapa tahun terakhir tak tertandingi mulai was-was? Apa langkah selanjutnya Langkat Sportclub?

Tahun 1905/1906 adalah tahun yang penuh dengan peristiwa-peristiwa penting dalam sepakbola di Medan, Deli, Noord Sumatra. Tahun 1905 untuk kali pertama kompetisi dilakukan sejak 1893/1894 dilaporkan ada pertandingan sepakbola di Medan (antara Deli dan Penang). Tahun 1906 adalah kelahiran klub sepakbola pertama orang Batak yang bernama Voetbal Club Tapanoeli menyusul klub-klub berikut: Tiong Hoa, Toengkoe (Melayu), Langkat Sportclub (Inggris) dan Medan Sportclub (Belanda). Kehadiran klub sepakbola Batak di Medan/Deli/Sumatra's Oostkust, boleh jadi di Tanah Batak sendiri belum dikenal apa itu sepakbola. Satu lagi kejadian penting, klub Belanda (Voorwaarts) mampu mengatasi klub Inggris (Langkat Sportclub) setelah tak terkalahkan selama dua setengah tahun.

(bersambung)


***
*Di Medan menjadi pusat perdagangan, yakni perdagangan utama: tembakau. Daerah sekitar Medan berkembang pesat perusahaan-perusahaan perkebunan tembakau. Perkebunan yang didanai oleh investasi swasta.

Sebelumnya pusat perkebunan tebu/gula di Djawa dan perkebunan kopi rakyat di Sumatra’s Westkust. Di dua daerah pusat komoditi ekspor ini sangat memilukan dengan sistem tanam paksa (cultuurstelsel). Peran pemerintah sangat dominan.

Nama-nama perusahaan tembakau di Sumatra's Oostkust, 1904
Di daerah Deli peran pemerintah sangat minim dalam usaha-usaha perkebunan. Yang memainkan peran utama adalah perusahaan swasta. Setali tiga uang di tempat lain (Djawa dan Sumatra’s Westkust), di Deli juga sangat memilukan dengan sistem kuli kontraknya. Usaha perusahaan perkebunan berkembang dengan kuli kontraknya.

Orang-orang Belanda dan Inggris yang bekerja di dunia tembakau inilah yang mempelopori sepakbola di Deli. Mereka ini dapat dikelompokkan menjadi dua: focus perkebunan dan focus perdagangan. Mereka ini pulalah yang mengembangkan sepakbola hingga permainan sepakbola Medan dan sekitarnya mampu melakukan kompetisi sepakbola.


*Di Tapanoeli sekolah dasar beraksara Latin pertama kali diadakan di Panjaboengan tahun 1851 (Afdeeling Mandheling en Ankola). Pada tahun 1854 dua siswanya diterima di sekolah pelatihan kesehatan (Dokter Djawa School) di Batavia (siswa pertama berasal dari luar Djawa). Satu lagi siswanya, Si Sati yang kemudian dikenal Willem Iskander tahun 1857 berangkat (orang pertama pribumi) ke negeri Belanda untuk sekolah guru (kweekschool). Pada tahun 1861, guru alumni Belanda tersebut membuka sekolah guru (kweekschool) di Tanobatoe (Mandheling en Ankola). Pada tahun 1862 G. van Asselt membuka sekolah dasar di Sipirok dengan gurunya Nommensen (murid pertamanya Soetan Goenoeng Toea, kakek Amir Sjarifoeddin). Pada tahun 1879 dibuka sekolah guru yang lebih besar (kweekschhol akreditasi-A) di Padang Sidempoean dengan gurunya yang terkenal Charles Adrian van Ophuijsen (belajar Bahasa Batak dan Bahasa Melayu di Mandheling en Ankola, sebelum menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempoean).

Gedung Kweekschool Padang Sidempoean, dibangun 1875
Pada tahun 1873 pemerintah Belanda baru secara resmi dan benar-benar mendirikan sekolah dasar negeri di 10 tempat di Residentie Tapanoeli. Menurut De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad (22-03-1873) kesepuluh sekolah tersebut berada di Muara Sama, Kota Nopan, Muara Sipongi, Panjaboengan, Padang Sidempoean, Batoe nan doea, Sipirok, Boenga Bandar, Si Mapil apil dan Siboga. Memperhatikan tempat-tempat tersebut mengindikasikan sembilan sekolah berada di Afdeeling Mandheling en Ankola dengan komposisi sebagai berikut: empat di Mandheling, tiga di Ankola dan dua di Sipirok. Sekolah dasar negeri yang satu lagi di Siboga, tempat dimana Residen Tapanoeli berkedudukan. 

Setelah 35 tahun kemudian jumlah sekolah ini tidak banyak berubah. Pada tahun 1908 jumlah sekolah dasar negeri di Residentie Tapanuli hanya 19 buah yang mana 16 buah berada di Tanah Batak dan sisanya di wilayah Nias eilands. Sekolah-sekolah tersebut didirikan di Padang Sidempuan, Simapilapil, Batu Nadua, Pargarutan, Sipirok (dua buah), Panyabungan, Tanobato, Muarasoma, Gunung Baringin, Kotanopan, Huta Godang, Manambin, Batang Toru dan Sibuhuan. Satu sekolah lagi berada di Sibolga. Dengan demikian pada waktu itu terdapat sebanyak 15 sekolah negeri di Afdeeling Mandheling en Ankola (kini Tapanuli Selatan). Jumlah keseluruhan murid di 19 sekolah tersebut berjumlah sebanyak 2.400 siswa.

Pada tahun 1879 dibuka ELS (sekolah dasar Eropa) di Padang Sidempoean yang mana pada tahun 1893 anak-anak pribumi dapat diterima sebagai siswa. Semua anak-anak pribumi lulusan ELS Padang Sidempoean diterima di Docter Djawa School. Di Padang Sidempoean tahun 1914 dibuka HIS dan tahun 1930 dibuka MULO. Selanjutnya AMS hanya ada di Medan. Sebagian alumni MULO Padang Sidempoean melanjutkan studi ke AMS di Medan dan sebagian yang lain ke Batavia sebelum masuk sekolah hokum dan sekolah kedokteran. Sebagian yang lain ke Buitenzorg (sekolah pertanian).

*Migrasi dari Mandheling en Ankola sudah berlangsung sejak lama. Migrasi awalnya brlangsung secara tradisional dengan melakukan jalan kaki melalui daerah Padang Lawas menuju Laboean Batoe ke utara menuju Asahan dan ke timur menuju daerah semenanjung Malaya. Migrasi awal ini berlangsung tiga tahap. Pertama, semasa invasi kaum padri ke Tapanoeli. Kedua, ketika era Belanda dengan sistem perkebunan kopi dengan cara paksa (cultuurstelsel). Ketiga, di era moda transportasi laut yang mana semakin terbukanya jalur pelayaran Siboga, Singkil, Sabang, Pidie dan langsung ke Penang lalu ke Kelang/Malaka. Migrasi ke Malaka ini memperbesar populasi Mandheling en Ankola yang berkonsentrasi di Selangor. Kala itu, populasi Selangor (sekitar Koealaloempoer) lebih dari separuh populasinya berasal dari Mandheling en Ankola. Sekadar diketahui: setelah Malaya mendapat kemerdekaannya dari Inggris, beberapa menteri dan banyak pejabat-pejabat negara Malaysia yang berasal dari Mandheling en Ankola (diantaranya Menteri luar negeri dan Dubes Malaysia pertama di Indonesia, Kepala Kepolisian Diraja Malaysia).

Dalam perkembangan selanjutnya, setelah ada ratifikasi batas-batas negara Sumatra (Belanda) dan semenanjung (Inggris) maka migrasi yang berjalan terus via jalur Singgkil, Sabang dan Pidie berputar arah ke selatan di Langkat (Tanddjoengpoera) dan Deli (Laboean Deli dan Medan).Kota Medan menjadi simpul dari jalur utara (laut) yang langsung dari Tapanoeli dan penduduk Mandheling en Ankola yang sebelumnya sudah ada di Laboean Batoe dan Asahan melakukan migrasi lanjutan ke Deli. 

Setelah Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra's Westkust 1905, jalur laut mulai ditinggalkan sehubungan dengan semakin terbukanya jalur darat Siboga, Taroetoeng, Balige ke Pematang Siantar (1920an) melalui public transportation oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1930an pengusaha-pengusaha Padang Sidempoean merintis bis jarak jauh (long distance) antara Padang Sidempoean ke Pematang Siantar/Medan dengan bis yang terkenal Siboealboeali (pionir bis jarak jauh). Dengan adanya bis kebanggaan anak-anak Padang Sidempoean ini, migrasi para pemuda makin masif. Untuk jalur Padang Sidempoean, Sipirok ke Taroetoeng dibuka tahun 1937 namun secara reguler baru bisa dilalui setelah pasca pengakuan kedaulatan RI. Satu lagi jalur yang terakhir dibuka 1970an adalah Padang Sidempoean via Goenoengtoe, Kota Pinang menuju Rantau Prapat/Tandjoengbaleh (lalu diteruskan dengan kereta api). Last but not lease: jalur udara Bandara Aek Godang menuju Medan (1980an).. . .. 


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: