Sejarah sepakbola di Nederlansche Indie dimulai di Medan. Sepakbola Medan tumbuh bersama tumbuhnya investasi Eropa di Medan. Investor terbanyak adalah Belanda dan Inggris*. Pertumbuhan investasi ini berimplikasi terhadap perkembangan kota Medan dan pertumbuhan sepakbola. Komunitas sepakbola beragam: Inggris, Belanda, Melayu dan Tionghoa. Semakin beragam dengan didirikannya klub Tapanoeli. Keragaman ini menjadi ciri khas Medan dibanding dengan Batavia dan Soerabaija.
Kompetisi
Sepakbola Kali Pertama di Medan
Sejauh
ini sudah ada sejumlah klub di Medan dan sekitarnya: Medan Sportclub (Belanda),
Langkat Sportclub (Inggris), Letterzetter Club (Belanda), Voetbal Club Toengkoe
(pribumi), Taman Sefakat Club (pribumi) dan Voetbal Club Tionghoa (Tionghoa). Semua
klub ini sudah pernah bertanding satu dengan yang lain, namun semuanya dilakukan
dalam pertandingan tunggal. Tiga klub utama (Medan Sportclub, Langkat Sportclub
dan Toengkoe Club) kemudian mempelopori untuk menyatukan diri dalam suatu kompetisi.
Klassemen sementara Kompetisi Pertama Sepakbola, Medan, 1905 |
De Sumatra post,
26-01-1906 (Handel versus Planters 6-2): ‘ketika matahari menghilang di
belakang pohon di Esplanade pertandingan sepakbola dimulai. Matahari yang
langsung menerpa wajah adalah sangat tidak menguntungkan. Pertandingan ini
dilakukan dalam rangka perayaan Tahun Baru China. Dua tim yang bertanding
adalah tim perdagangan (Handel) melawan tim perkebunan (Planters). Tim perdagangan
dimotori oleh tiga pemain utama Buck, Gorris dan Anthoni. Tim perkebunan H.H.
Suaontziguer, Raesema, Schijf, Vaa Kesteren, Limburg, Sievers, Koolemaua B yaen
en Willemsz, sementara tim perdagangan Van Dorp, Van Hell, Luit. Van Staden ten
Brink, Cornfield, Vervloet, Jongencel, Bakkes, Gerritsen, Munters Jr., Brearley
en Avis. Pertandingan ini berakhir dengan 6-2 untuk kemenangan tim perdagangan
yang mana pada babak pertama kedudukan sudah 4-2’.
Klub Sepakbola Tapanoeli
Didirikam
Setelah Afdeeling Deli dan Afdeeling Asahan dipisahkan dari Riaouw dan menyatukannya menjadi satu pemerintahan yang dikenal sebagai Residentie Sumatra's Oostkust, Medan sebagai ibukota dan sekitarnya berkembang sangat pesat. Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra's Westkust dan menjadi Residentie yang otonom (langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal di Batavia). Implikasinya Sumatra's Westkust yang beribukota Padang mulai redup. Anak-anak Tapanoeli yang sejak awal mengikuti rute migrasi Siboga, Padang dan Batavia, kini sebagian mulai melirik ke Sumatra's Oostkust khususnya Kota Medan. Akibatnya: populasi Medan dan sekitarnya tidak hanya terdiri dari Melayu (asli) plus Batak Karo, Belanda, Inggris, China, India, Djawa tetapi juga Tapanoeli. Migran Tapanoeli ini awalnya datang sebagai pegawai pemerintah, pedagang dan juga bekerja sebagai kerani-kerani di perkebunan swasta asing*.
Setelah Afdeeling Deli dan Afdeeling Asahan dipisahkan dari Riaouw dan menyatukannya menjadi satu pemerintahan yang dikenal sebagai Residentie Sumatra's Oostkust, Medan sebagai ibukota dan sekitarnya berkembang sangat pesat. Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra's Westkust dan menjadi Residentie yang otonom (langsung bertanggung jawab kepada Gubernur Jenderal di Batavia). Implikasinya Sumatra's Westkust yang beribukota Padang mulai redup. Anak-anak Tapanoeli yang sejak awal mengikuti rute migrasi Siboga, Padang dan Batavia, kini sebagian mulai melirik ke Sumatra's Oostkust khususnya Kota Medan. Akibatnya: populasi Medan dan sekitarnya tidak hanya terdiri dari Melayu (asli) plus Batak Karo, Belanda, Inggris, China, India, Djawa tetapi juga Tapanoeli. Migran Tapanoeli ini awalnya datang sebagai pegawai pemerintah, pedagang dan juga bekerja sebagai kerani-kerani di perkebunan swasta asing*.
Peta Tapanoeli, 1906 |
De Sumatra post,
23-03-1906: ‘Langkat Sportclub akan menantang Sportclub Medan, Minggu 1 April
kontes untuk memperebutkan Muller-Beker (Piala Muller) di Bindjey Het elftal der Langkat-Sportclub zal bestaan uit:
Stok (goal), Sehöevers en Young (back). Pincknfy, van Kesteren ca Buck
(halfback), Schmoatziguer, Hotckkis, Rattray, Thomson en Schoutendorp
(forwards)’. De Sumatra post, 30-03-1906: ‘Oleh karena dua pemain terbaik tim Langkat
tidak bisa bermain karena sakit, diumumkan pertandingan antara Langkat dan
Medan, yang akan dilaksanakan 1 April di Bindjey tidak bisa dilangsungkan'.
Tim Sepakbola Sekolah Pribumi
Sepakbola di Medan dan sekitarnya terus berkembang mengikuti dinamikanya. Awalnya yang bermain sepakbola anak-anak dari Belanda dan Inggris, kemudian Melayu, Tionghoa dan anak-anak Tapanoeli. Kini, satu komunitas lagi muncul: anak-anak sekolah. Sejauh ini di Nederlansche Indie belum ada ditemukan laporan yang mana anak-anak sekolah pribumi membentuk tim kesebelasan dan melakukan pertandingan sepakbola secara resmi*.
Tim Sepakbola Sekolah Pribumi
Sepakbola di Medan dan sekitarnya terus berkembang mengikuti dinamikanya. Awalnya yang bermain sepakbola anak-anak dari Belanda dan Inggris, kemudian Melayu, Tionghoa dan anak-anak Tapanoeli. Kini, satu komunitas lagi muncul: anak-anak sekolah. Sejauh ini di Nederlansche Indie belum ada ditemukan laporan yang mana anak-anak sekolah pribumi membentuk tim kesebelasan dan melakukan pertandingan sepakbola secara resmi*.
De Sumatra post, 16-06-1906: ‘Diberitahu kita pagi di lapangan sepakbola di Bindjey akan digelar pertandingan kesebelasan anak sekolah Inlandsxhe Medan kontra kesebelasan anak-anak dari sekolah asli Bindjey. Antusiasme untuk memulai langkah awal bagi sepakbola pemuda’. De Sumatra post, 18-06-1906: ‘,,pertandingan tersebut dilangsungkan pada pukul empat sore yang dipimpin wasit Avis. Ketika skor 2-0 untuk Bindjei, tiba-tiba hujan turun. Kemudian pertandingan dilanjutkan, dan tidak ada gol tercipta hingga turun minum. Anak-anak disuguhin limun. Pada babk kedua Bindjei menambah gol, tetapi Medan juga mampu menyarangkan gol dan mendapat sorakan gemuruh dari penonton. Pertandingan ini berakhir dengan skor 4-1 untuk Bindjei. Pertandingan revans akan dilakukan berikutnya di Medan’.
Sekolas dasar untuk pribumi di Medan, 1900 |
Soerabaijasch handelsblad, 08-08-1906: ‘Klub sepakbola Voorwaarts Medan baru-baru ini, pada hari Sabtu sore di properti Istana Sultan melakukan pertandingan menghadapi lawannya tim pribumi sebagaimana dilaporkan Deli Courant’.
Klub Langkat Sportclub Dikalahkan Klub Pendatang Baru
Medan Voetbal Club Voorwaart klub baru yang semakin berani menunjukkan tajinya. Klub ini sudah berani menantang Langkat Sportclub dari Bidjei yang selama ini merajai sepakbola di Deli.
De Sumatra post, 14-11-1906: Langkat Sportclub memiliki tantangan Medan Voetbal Club Voorwaarts hari Jumat tanggal 16 untuk datang dan memainkan pertandingan di Medan. Het Langkat-team zal bestaan uit: Stok (goal); Young en Schoevers (back), N.N. Back, Cornfield (h. back); Prins, Thomson, Schmoutziguer, Hotchkis, Schoutendorp (forwards). Het Medan-team zal bestaan uit: J. Cofie, W. van D-uten, G. Munters, M. van Duinen, Avis (forward); Wetten, Antonie, Sievers (h. back); A. Munters eu A. Coffie (back); en M. de Veer (goal). Kereta khusus akan dipesan pukul 12.30 dari Medan ke Bindjey’.
Formasi 2-3-5: Langkat Sportclub vs Voetbal Club Voorwaarts |
Apakah
dengan kemenangan Voetbal Club Voorwaart telah mengubah peta kekuatan klub
sepakbola di Medan atau di Deli? Lantas, apakah ini sinyal bagi Langkat Sportclub yang beberapa tahun
terakhir tak tertandingi mulai was-was? Apa langkah selanjutnya Langkat Sportclub?
Tahun 1905/1906 adalah tahun yang penuh dengan peristiwa-peristiwa penting dalam sepakbola di Medan, Deli, Noord Sumatra. Tahun 1905 untuk kali pertama kompetisi dilakukan sejak 1893/1894 dilaporkan ada pertandingan sepakbola di Medan (antara Deli dan Penang). Tahun 1906 adalah kelahiran klub sepakbola pertama orang Batak yang bernama Voetbal Club Tapanoeli menyusul klub-klub berikut: Tiong Hoa, Toengkoe (Melayu), Langkat Sportclub (Inggris) dan Medan Sportclub (Belanda). Kehadiran klub sepakbola Batak di Medan/Deli/Sumatra's Oostkust, boleh jadi di Tanah Batak sendiri belum dikenal apa itu sepakbola. Satu lagi kejadian penting, klub Belanda (Voorwaarts) mampu mengatasi klub Inggris (Langkat Sportclub) setelah tak terkalahkan selama dua setengah tahun.
(bersambung)
***
*Di Medan menjadi
pusat perdagangan, yakni perdagangan utama: tembakau. Daerah sekitar Medan
berkembang pesat perusahaan-perusahaan perkebunan tembakau. Perkebunan yang
didanai oleh investasi swasta.
Sebelumnya pusat
perkebunan tebu/gula di Djawa dan perkebunan kopi rakyat di Sumatra’s Westkust.
Di dua daerah pusat komoditi ekspor ini sangat memilukan dengan sistem tanam
paksa (cultuurstelsel). Peran pemerintah sangat dominan.
Nama-nama perusahaan tembakau di Sumatra's Oostkust, 1904 |
Orang-orang
Belanda dan Inggris yang bekerja di dunia tembakau inilah yang mempelopori
sepakbola di Deli. Mereka ini dapat dikelompokkan menjadi dua: focus perkebunan
dan focus perdagangan. Mereka ini pulalah yang mengembangkan sepakbola hingga
permainan sepakbola Medan dan sekitarnya mampu melakukan kompetisi sepakbola.
Pada
tahun 1873 pemerintah Belanda baru secara resmi dan benar-benar mendirikan sekolah
dasar negeri di 10 tempat di Residentie Tapanoeli. Menurut
De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad (22-03-1873) kesepuluh
sekolah tersebut berada di Muara Sama, Kota Nopan, Muara Sipongi, Panjaboengan, Padang
Sidempoean, Batoe nan doea, Sipirok, Boenga Bandar, Si Mapil apil dan Siboga.
Memperhatikan tempat-tempat tersebut mengindikasikan sembilan sekolah berada di
Afdeeling Mandheling en Ankola dengan komposisi sebagai berikut: empat di
Mandheling, tiga di Ankola dan dua di Sipirok. Sekolah dasar negeri yang satu
lagi di Siboga, tempat dimana Residen Tapanoeli berkedudukan.
Setelah 35 tahun kemudian jumlah sekolah ini tidak banyak berubah. Pada tahun 1908 jumlah sekolah dasar negeri di Residentie Tapanuli hanya 19 buah yang mana 16 buah berada di Tanah Batak dan sisanya di wilayah Nias eilands. Sekolah-sekolah tersebut didirikan di Padang Sidempuan, Simapilapil, Batu Nadua, Pargarutan, Sipirok (dua buah), Panyabungan, Tanobato, Muarasoma, Gunung Baringin, Kotanopan, Huta Godang, Manambin, Batang Toru dan Sibuhuan. Satu sekolah lagi berada di Sibolga. Dengan demikian pada waktu itu terdapat sebanyak 15 sekolah negeri di Afdeeling Mandheling en Ankola (kini Tapanuli Selatan). Jumlah keseluruhan murid di 19 sekolah tersebut berjumlah sebanyak 2.400 siswa.
Pada tahun 1879 dibuka ELS (sekolah dasar Eropa) di Padang Sidempoean yang mana pada tahun 1893 anak-anak pribumi dapat diterima sebagai siswa. Semua anak-anak pribumi lulusan ELS Padang Sidempoean diterima di Docter Djawa School. Di Padang Sidempoean tahun 1914 dibuka HIS dan tahun 1930 dibuka MULO. Selanjutnya AMS hanya ada di Medan. Sebagian alumni MULO Padang Sidempoean melanjutkan studi ke AMS di Medan dan sebagian yang lain ke Batavia sebelum masuk sekolah hokum dan sekolah kedokteran. Sebagian yang lain ke Buitenzorg (sekolah pertanian).
*Migrasi dari Mandheling en Ankola sudah berlangsung sejak lama. Migrasi awalnya brlangsung secara tradisional dengan melakukan jalan kaki melalui daerah Padang Lawas menuju Laboean Batoe ke utara menuju Asahan dan ke timur menuju daerah semenanjung Malaya. Migrasi awal ini berlangsung tiga tahap. Pertama, semasa invasi kaum padri ke Tapanoeli. Kedua, ketika era Belanda dengan sistem perkebunan kopi dengan cara paksa (cultuurstelsel). Ketiga, di era moda transportasi laut yang mana semakin terbukanya jalur pelayaran Siboga, Singkil, Sabang, Pidie dan langsung ke Penang lalu ke Kelang/Malaka. Migrasi ke Malaka ini memperbesar populasi Mandheling en Ankola yang berkonsentrasi di Selangor. Kala itu, populasi Selangor (sekitar Koealaloempoer) lebih dari separuh populasinya berasal dari Mandheling en Ankola. Sekadar diketahui: setelah Malaya mendapat kemerdekaannya dari Inggris, beberapa menteri dan banyak pejabat-pejabat negara Malaysia yang berasal dari Mandheling en Ankola (diantaranya Menteri luar negeri dan Dubes Malaysia pertama di Indonesia, Kepala Kepolisian Diraja Malaysia).
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah ada ratifikasi batas-batas negara Sumatra (Belanda) dan semenanjung (Inggris) maka migrasi yang berjalan terus via jalur Singgkil, Sabang dan Pidie berputar arah ke selatan di Langkat (Tanddjoengpoera) dan Deli (Laboean Deli dan Medan).Kota Medan menjadi simpul dari jalur utara (laut) yang langsung dari Tapanoeli dan penduduk Mandheling en Ankola yang sebelumnya sudah ada di Laboean Batoe dan Asahan melakukan migrasi lanjutan ke Deli.
Setelah Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra's Westkust 1905, jalur laut mulai ditinggalkan sehubungan dengan semakin terbukanya jalur darat Siboga, Taroetoeng, Balige ke Pematang Siantar (1920an) melalui public transportation oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1930an pengusaha-pengusaha Padang Sidempoean merintis bis jarak jauh (long distance) antara Padang Sidempoean ke Pematang Siantar/Medan dengan bis yang terkenal Siboealboeali (pionir bis jarak jauh). Dengan adanya bis kebanggaan anak-anak Padang Sidempoean ini, migrasi para pemuda makin masif. Untuk jalur Padang Sidempoean, Sipirok ke Taroetoeng dibuka tahun 1937 namun secara reguler baru bisa dilalui setelah pasca pengakuan kedaulatan RI. Satu lagi jalur yang terakhir dibuka 1970an adalah Padang Sidempoean via Goenoengtoe, Kota Pinang menuju Rantau Prapat/Tandjoengbaleh (lalu diteruskan dengan kereta api). Last but not lease: jalur udara Bandara Aek Godang menuju Medan (1980an).. . ..
*Di Tapanoeli
sekolah dasar beraksara Latin pertama kali diadakan di Panjaboengan tahun 1851 (Afdeeling Mandheling en
Ankola). Pada tahun 1854 dua siswanya diterima di sekolah pelatihan kesehatan
(Dokter Djawa School) di Batavia (siswa pertama berasal dari luar Djawa). Satu lagi siswanya, Si Sati yang kemudian
dikenal Willem Iskander tahun 1857 berangkat (orang pertama pribumi) ke negeri Belanda untuk sekolah
guru (kweekschool). Pada tahun 1861, guru alumni Belanda tersebut membuka sekolah guru (kweekschool) di
Tanobatoe (Mandheling en Ankola). Pada tahun 1862 G. van Asselt membuka sekolah
dasar di Sipirok dengan gurunya Nommensen (murid pertamanya Soetan Goenoeng
Toea, kakek Amir Sjarifoeddin). Pada tahun 1879 dibuka sekolah guru yang lebih
besar (kweekschhol akreditasi-A) di Padang Sidempoean dengan gurunya yang terkenal Charles Adrian van
Ophuijsen (belajar Bahasa Batak dan Bahasa Melayu di Mandheling en Ankola, sebelum menjadi guru di Kweekschool Padang Sidempoean).
Gedung Kweekschool Padang Sidempoean, dibangun 1875 |
Setelah 35 tahun kemudian jumlah sekolah ini tidak banyak berubah. Pada tahun 1908 jumlah sekolah dasar negeri di Residentie Tapanuli hanya 19 buah yang mana 16 buah berada di Tanah Batak dan sisanya di wilayah Nias eilands. Sekolah-sekolah tersebut didirikan di Padang Sidempuan, Simapilapil, Batu Nadua, Pargarutan, Sipirok (dua buah), Panyabungan, Tanobato, Muarasoma, Gunung Baringin, Kotanopan, Huta Godang, Manambin, Batang Toru dan Sibuhuan. Satu sekolah lagi berada di Sibolga. Dengan demikian pada waktu itu terdapat sebanyak 15 sekolah negeri di Afdeeling Mandheling en Ankola (kini Tapanuli Selatan). Jumlah keseluruhan murid di 19 sekolah tersebut berjumlah sebanyak 2.400 siswa.
Pada tahun 1879 dibuka ELS (sekolah dasar Eropa) di Padang Sidempoean yang mana pada tahun 1893 anak-anak pribumi dapat diterima sebagai siswa. Semua anak-anak pribumi lulusan ELS Padang Sidempoean diterima di Docter Djawa School. Di Padang Sidempoean tahun 1914 dibuka HIS dan tahun 1930 dibuka MULO. Selanjutnya AMS hanya ada di Medan. Sebagian alumni MULO Padang Sidempoean melanjutkan studi ke AMS di Medan dan sebagian yang lain ke Batavia sebelum masuk sekolah hokum dan sekolah kedokteran. Sebagian yang lain ke Buitenzorg (sekolah pertanian).
*Migrasi dari Mandheling en Ankola sudah berlangsung sejak lama. Migrasi awalnya brlangsung secara tradisional dengan melakukan jalan kaki melalui daerah Padang Lawas menuju Laboean Batoe ke utara menuju Asahan dan ke timur menuju daerah semenanjung Malaya. Migrasi awal ini berlangsung tiga tahap. Pertama, semasa invasi kaum padri ke Tapanoeli. Kedua, ketika era Belanda dengan sistem perkebunan kopi dengan cara paksa (cultuurstelsel). Ketiga, di era moda transportasi laut yang mana semakin terbukanya jalur pelayaran Siboga, Singkil, Sabang, Pidie dan langsung ke Penang lalu ke Kelang/Malaka. Migrasi ke Malaka ini memperbesar populasi Mandheling en Ankola yang berkonsentrasi di Selangor. Kala itu, populasi Selangor (sekitar Koealaloempoer) lebih dari separuh populasinya berasal dari Mandheling en Ankola. Sekadar diketahui: setelah Malaya mendapat kemerdekaannya dari Inggris, beberapa menteri dan banyak pejabat-pejabat negara Malaysia yang berasal dari Mandheling en Ankola (diantaranya Menteri luar negeri dan Dubes Malaysia pertama di Indonesia, Kepala Kepolisian Diraja Malaysia).
Dalam perkembangan selanjutnya, setelah ada ratifikasi batas-batas negara Sumatra (Belanda) dan semenanjung (Inggris) maka migrasi yang berjalan terus via jalur Singgkil, Sabang dan Pidie berputar arah ke selatan di Langkat (Tanddjoengpoera) dan Deli (Laboean Deli dan Medan).Kota Medan menjadi simpul dari jalur utara (laut) yang langsung dari Tapanoeli dan penduduk Mandheling en Ankola yang sebelumnya sudah ada di Laboean Batoe dan Asahan melakukan migrasi lanjutan ke Deli.
Setelah Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Sumatra's Westkust 1905, jalur laut mulai ditinggalkan sehubungan dengan semakin terbukanya jalur darat Siboga, Taroetoeng, Balige ke Pematang Siantar (1920an) melalui public transportation oleh pemerintah Belanda. Pada tahun 1930an pengusaha-pengusaha Padang Sidempoean merintis bis jarak jauh (long distance) antara Padang Sidempoean ke Pematang Siantar/Medan dengan bis yang terkenal Siboealboeali (pionir bis jarak jauh). Dengan adanya bis kebanggaan anak-anak Padang Sidempoean ini, migrasi para pemuda makin masif. Untuk jalur Padang Sidempoean, Sipirok ke Taroetoeng dibuka tahun 1937 namun secara reguler baru bisa dilalui setelah pasca pengakuan kedaulatan RI. Satu lagi jalur yang terakhir dibuka 1970an adalah Padang Sidempoean via Goenoengtoe, Kota Pinang menuju Rantau Prapat/Tandjoengbaleh (lalu diteruskan dengan kereta api). Last but not lease: jalur udara Bandara Aek Godang menuju Medan (1980an).. . ..
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar