Selasa, Juli 27, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (85): Orang Sipirok dan Wilayah Administratif Sipirok; District Sipirok, Onderafdeeling Angkola en Sipirok

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Orang Sipirok adalah orang yang mengidentifikasi diri sebagai Halak Sipirok. Orang (halak) Sipirok umumnya berasal dan tinggal di wilayah kecamatan Sipirok. Tentu saja ada orang Sipirok di wilayah kecamatan lain di kabupaten Tapanuli Selatan (termasuk Padang Sidempuan), kabupaten Mandailing Natal dan kabupaten Padang Lawas (Utara). Badan Pusat Statistik dalam hal ini juga telah membuat koding (kategori) etnik untuk pilihan mengidentifikasi diri ketika dilakukan pencacahan (sensus) sebagai Angkola, Mandailing, Toba, Simalungun, Pakpak dan Karo dan sebagainya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), orang didefinisikan sebagai kata benda. Dalam hal ini merujuk pada kategori 7 yakni manusia yang berasal dari atau tinggal di suatu daerah (desa, kota, negara, dan sebagainya): dia -- Bogor; suaminya -- Eropa; dan kategori 8, yakni suku bangsa. Dengan demikian yang dimaksud orang dalam hal ini adalah kombinasi keduanya yang saling overlap antara batas wilayah administratif dan batas wilayah budaya yang bahasa lokal disebut halak. Misalnya orang (halak) Padang Sidempuan adalah penduduk yang berasal atau tinggal di kota Padang Sidempuan yang kebetulan juga yang bersangkutan orang (halak) Angkola. Sementara orang Angkola adalah penduduk yang berasal atau tinggal di wilayah Angkola yang kebetulan juga yang bersangkutan tinggal di Padang Sidempuan, Dalam hal ini tergantung pada yang bersangkutan mengidentifikasi diri (berafiliasi) sebagai ‘halak dia’.

Lantas bagaimana sejarah orang Sipirok dan wilayah kecamatan Sipirok? Seperti disebut di atas orang Sipirok adalah satu hal dan wilayah administrratif adalah hal lain namun keduanya cenderung saling terkait. Dalam hal ini halak Sipirok dibedakan dengan halak kecamatan lainnya. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Sipirok: Orang Sipirok, Orang Angkola Dolok

Nama Sipirok, paling tidak sudah diketahui tahun 1838 (lihat Algemeen Handelsblad, 07-09-1838). Nama ini mengindikasikan suatu wilayah (district). Tentu saja batas-batas wilayah administratif yang juga menjadi batas-batas budaya (adat) belum dipetakan. Nama Sipirok ini laporkan sehubungan dengan pembebasan pengaruh Padri oleh para pasukan pribumi (hulubalang) yang didukung militer Pemerintah Hindia Belanda.

Batas-batas administasi biasanya dibuat ketika ada suatu tim ekspedisi yang melakukan pemetaan. Ekspedisi ini dikawal oleh moliter dengan menyertakan para petugas (ahli) di bidangnya seperti geografi, lingusitik dan sebagainya. Rencana batas-batas ini kemudian oleh pejabat dan para pemimpin lokal dikonfirmasi dan disepakati yang kemudian dipublikasikan. Kesepakatan dengan para pemimpin lokal ini dilakukan pada tahun 1840 saat cabang pemerintahan dimulai di wilayah Afdeeling Angkola en Mandailing. Diduga kuat ekspedisi di Angkola yang meliputi Angkola Djae, Angkola Djoeloe dan Angkola Dolok (Sipirok) bersamaan dengan pembebasan wilayah (distrik-distrik Angkola dan Sipirok).

Batas-batas pembuatan wilayah administratif ini terus diperbaiki, seiring dengan perkembangan lebih lebih lanjut, seperti pengiriman ahli-ahli yang lain seperti ahli geologi, ahli linguistik dan ahli botani. Survei para ahli ini juga meliputi pemahaman batas-batas bahasa dan budaya yang menjadi bahan bagi para pejabat yang pada gilirannya dikutip oleh para ahli kartogrrafi di Batavia. Umumnya penarikan batas-batas wilayah administratif ini didasarkan pada batas-batas adat (budaya) yang didalamnya termasuk tanah-tanah ulayat.

Pembuatan batas-batas wilayah administratif ini hanya sebatas tingkat distrik (kira-kira setingkat kecamatan). Hal ini diperlukan untuk menyusun struktur pemerintahan lokal dan perencanaan anggaran dari pusat (Batavia). Dalam satu distrik terdapat beberapa hak ulayat (kuria). Distrik-distrik yang berdekatan disatukan ke dalam satu onderafdeeling yang kemudian dua atau lebih ondeerafdeeling disatukan menjadi afdeeling yang kemudian diintegrasikan dengan pembentukan wilayah residentie (setingkat provinsi). Residentie Tapanoeli sendiri dibentuk secara formal pada tahun 1845 dengan ibu kota di Sibolga yang terdiri dari tiga afdeeling (Natal, Angkola en Mandailing dan Sibolga sekitar). Ibu kota afdeeling Angkola Mandailing di Panjaboengan dan dua onderafdeeling yakni onderafdeeling Mandailing dan onderafdeeling Angkola dengan ibu kota di Padang Sidempoean. Dalam hal ini onderafdeeling terdiri dari tiga distrik (Angkola Djae, Angkola Djoeloe dan Angkola Dolok). Nama Angkola Dolok kemudian lebih dikenal sebagai Sipirok. Pemilihan ibu kota biasanya berdasarkan keputusan pemerintah sendiri.

Penarikan batas-batas administratif ini kemudian dapat mengalami perubahan yang tidak lagi atas dasar batas-batas budaya (adat) tetapi atas dasar pertimbangan wilayah administratif dalam kaitannya dengan situasi dan kondisi geografi, rencana pembangunan (infrastuktur) dan pengembangan budaya (pertanian, sosial dan ekonomi). Oleh karenanya struktur pemerintahan lokal mengikuti struktur pemerintahan pusat. Hal itulah mengapa ada wilayah budaya (adat) Angkola Djoeloe dan Angkola Dolok (Sipirok) secara administratif dimasukkan ke afdeeling Sibolga seperti Batangtoru dan Lumut.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Perkembangan Wilayah Administratif Sipirok

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: