Rabu, Juli 30, 2014

Bag-1: SEJARAH SIPIROK: ‘Pembentukan Pemerintahan Sipil pada Era Hindia Belanda’



Kota Sipirok, 1906
Sipirok punya sejarah, sejarah tersendiri dan unik. Namun. sejarah Sipirok sejauh ini belum sepenuhnya terungkap ke permukaan. Sipirok yang mayoritas sudah beragama Islam, tidak hanya basis permulaan penyebaran injil di Bataklanden, tidak hanya basis terakhir pertempuran oleh agresi militer Belanda di Indonesia (sebelum penyerahan kedaulatan), dan tidak hanya sentra kopi terbaik dunia, tetapi Sipirok juga tempat lahir orang-orang hebat di tingkat nasional. Juga, banyak hal-hal lain--mulai dari yang ‘remeh temeh’ sampai hal-hal besar (termasuk yang kontroversi) --yang selama ini terabaikan. Semua itu, akan disajikan secara kronologis dalam serial artikel ini. Bahan-bahan yang digunakan seluruhnya (otentik) bersumber dari koran-koran berbahasa Belanda tempo doeloe.

Militair Departement

Dalam Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862 yang dimuat dalam lembaran pemerintah Hindia Belanda (Staatsblad) No. 141, nama Sipirok belum disebut—karenanya belum terregister. Suatu wilayah baru dapat diregister oleh civiel departement jika secara defacto dianggap dapat dikendalikan oleh militair departement. Dalam struktur Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia, kala itu hanya terdapat dua fungsi utama: (1) fungsi pembebasan/penguasaan wilayah oleh militair departement dan (2) fungsi pengadministrasian pemerintahan oleh civiel departement.

Registrasi wilayah pada permulaan pendudukan di Hindia Belanda khususnya di Governement Sumatra’s Westkust bukanlah didasarkan pada batas-batas geografis (seperti masa kini), melainkan atas dasar kebutuhan jalan poros (fungsi hankam dan fungsi ekonomi). Berdasarkan Staatsblad no. 59, tanggal 21 Oktober 1852 salah satu keresidenan (afdeeling) dari Gouvernement Sumatra's Westkust adalah Mandheling en Ankola. Kemudian registrasi wilayah ini diperbarui berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22/Staatsblad No. 141 tersebut. Dalam keputusan ini, diantaranya dinyatakan, jalan poros (utama) di wilayah hukum Gouvernement Sumatra’s Westkust adalah sebagai berikut:
o   dari Kotta Nopan ke Laroe (½ etappe)
o   dari Laroe ke Fort Elout (Penjaboengan) (1 etappe)
o   dari Fort Elout (Penjaboengan) ke Siaboe (1 etappe)
o   dari Siaboe ke Soeroematingi (1 etappe)
o   dari Soeroematingi ke Sigalangan (1 etappe)
o   dari Sigalangan ke Padang Sidempoean (1 etappe)
o   dari Padang Sidempoean ke Panabassan (1 etappe)
o   dari Panabassan ke Batang Taro (1 etappe)
o   dari Butang Taro ke Loemoet (1 etappe)
o   dari Loemoet ke Parbirahan (1 etappe)
o   dari Parbirahan ke Toeka (½ etappe)
o   dari Toeka ke Sibogha (½ etappe)

Rute jalan poros dalam hal ini sesunguhnya adalah ratifikasi yang dilakukan terhadap jalan yang sudah ada sejak era perdagangan awal (era pertukaran: garam dengan komoditi lainnya). Sedangkan ukuran jarak hanya didasarkan pada titik persinggahan jika perjalanan dilakukan dengan menggunakan kuda (etappe). Dalam daftar (register) ini poros Sipirok belum dinyatakan secara dejure. Hal ini diduga karena wilayah Sipirok masih dianggap rawan dan militer boleh jadi masih bekerja.

De avondbode: algemeen nieuwsblad voor staatkunde, handel, nijverheid, landbouw, kunsten, wetenschappen, enz./doo…edisi 06-09-1838: ‘baru-baru ini telah melakukan pengepungan setengah lingkaran (dari Portibi, Kota Pinang dan Kota Nopan) terhadap Tuanku Tambusai dan pasukannya. Namun untuk (wilayah) Ankola dan (wilayah) Sipirok sudah dianggap terbebaskan, dimana selama ini penduduknya berkeluh kesah terhadap ‘teror’ yang dilakukan oleh pasukan Tuanku Tambusai’.

Berita dalam De avondbode (1938) inilah berita pertama di koran (berbahasa Belanda) yang menyinggung tentang keberadaan Sipirok.

Pasukan Belanda sendiri memulai misi militernya pada tahun 1833 dari Natal kemudian membangun benteng Eliot di Panjaboengan. Dari benteng inilah, pasukan Belanda merangsek untuk menguasai Ankola, Sipirok dan Padang Lawas.

Urusan Militair Departement sudah selesai dan jauh di depan. Sedangkan urusan Civiel Departement masih jauh berada di belakang.

Civiel Departement

Pemerintahan sipil sendiri dimulai dengan menetapkan Natal-Mandailing sebagai salah satu onderafdeeling dari Afdeeling Aijerbangies, Padang Bovenlanden, Gouvernement Sumatra’s Westkust) dimana seorang Controleur ditempatkan di Natal. Pada tahun 1837 Afdeeling Aijer Bangies ditingkatkan menjadi keresidenan, dimana Afdeeling Mandheling en Ankola dibentuk dan menempatkan seorang Asisten Residen di Panjaboengan. Pada tahun 1841, Afdeeling Mandheling en Ankola dipisahkan dari Keresidenan Aijerbangies sehubungan dengan dibentuknya Keresidenan Tapanoeli tahun 1842.

Controleur di Onderafdeeling Natal-Mandailing adalah Doewes Dekker (1842-1843) yang dikemudian hari dikenal sebagai Multatuli. Controleur di Onderafdeeling Mandheling en Natal adalah Willer (1843-1847); , J.A.W. van Ophuysen (1853-??). Residen Tapanuli pertama adalah L.A. Galle (menjabat 1843). Kemudian berturut-turut: Mayor (Luit.-Kol.) A. van der Hart (1844-1847); P.H.A.B. Stallion (1848-1849); W. Kocken (1850-1851); P. F. Couperes (1852); F.H.J. Netscher (1853-1855); J. Blok (1856-1857). Residen berkedudukan di Siboga.

Asisten Residen Mandheling en Ankola berkedudukan di Panjaboengan. Asisten Residen pertama dijabat oleh Alexander Philippus Godon (1848-1857). Selanjutnya kedudukan Asisten Residen Mandheling en Ankola dipindahkan ke Padang Sidempoen. Residen Tapanuli berikutnya adalah: J. van der Linden (1858-1860); C. H. Palm (1861); H. A. Steyn Parve (1862-1863); Mr J. K. Wit (1864-1865); C.L.L. Coeverden (1865-1869) dan H. D. Canne (1869-1874). Sejak 1876 Asisten Residen di Afdeeling Mandheling en Ankola dihapuskan selanjutnya Asisten Residen ditempatkan di Afdeeling Siboga.

Di Afdeeling Mandheling en Ankola dibentuk onderafdeeling Ankola en Siprok. Controleur Onderafdeeling Ankola en Sipirok adalah W. A. Henny (sekitar 1866) dan C.A. Niesen (1870-1873). Pada tahun-tahun selanjutnya Onderafdeeling Ankola en Sipirok dimekarkan dengan membentuk Onderafdeeling Sipirok, 1875. Controleur Onderafdeeling Sipirok E.F.L.I.H. van Eelders (1884-1886) dan H.W. Muller (1886-??); R.H.V. De Lannoy (1893-??); C. A. Nieuwenhuijsen (1907-1999). Kemudian tahun 1999 terjadi perubahan dimana di Afdeeling Mandheling en Ankola ditempatkan seorang Asisten Residen: Ch. Kernper (sekitar 1909), sementara onderafdeeling Sipirok dihapus dan kembali ke semula menjadi onderafdeeling Ankola en Sipirok. Controleur onderafdeeling Ankola en Sipirok H.P. Schouten (1909-??).

***
Dalam laporan Pemerintah Hindia Belanda ‘Tijdschrift voor Neerland's Indië jrg 8, 1846 (2e deel) [volgno 2]’ hanya dinyatakan Afdeeling Mandheling. Onder afdeeling belum terbentuk. Di dalam Afdeeling Mandheling wilayah baru disebutkan sebagai lanskap dan distrik saja. Afdeeling ini terdapat lima lanskap, yakni: (1) Groot Mandheling, (2) Klein Mandheling, (3) Oeloe, (4) Pakantan dan (5) Ankola. Lanskap Ankola sendiri adalah lanskap yang besar yang terdiri dari tiga distrik, yaitu: (1) Ankola Moedik, 15 kampung, 719 rumah; (2) Ankola Djai, 21 kampung, 638 rumah; Sipirok, 26 kampung, 916 rumah. Secara kesesluruhan lanskap Ankola terdiri dari 65 kampung yang mencakup 2.273 rumah.
 ***
Berita-berita selanjutnya akan disajikan menurut waktu (kronologis) untuk mengenal sejarah awal Sipirok.

Eksplorasi Sosial Ekonomi

Setelah lama, berita kedua tentang keberadaan Sipirok baru muncul di koran Java-bode yang terbit di Batavia (1859).

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-01-1859: ‘mengutip surat Controleur Ankola en Sipirok, A.W. Henny yang ditulis 1 Maret 1858 yang antara lain menyatakan bahwa beberapa kebun di Si Pirok yang terletak di perbatasan Padang-Lawas dimana ada beberapa kebun yang semua tanaman telah menghasilkan, sementara yang beberapa kebun yang lain baru menghasilkan sebagian saja, dan yang lainnya bahkan belum ada tanaman sama sekali yang menghasilkan.

Dalam berita kedua tahun 1859 tentang keberadaan Sipirok ini sudah diklaim bahwa wilayah Sipirok sebagai wilayah hukum (penguasaan) yang masuk dalam onderafdeeling Ankola en Sipirok dimana seorang controleur sudah ditempatkan dan berkedudukan di Padang Sidempoean.

Sumber lain: G. van Asselt sendiri mulai berdiam dan menjalankan misinya di Sipirok tahun 1858. Ini menunjukkan bahwa, kegiatan misi yang dilakukan di Sipirok sudah berada di wilayah hukum pemerintahan kolonial. Dengan demikian, kegiatan misi di Sipirok harus diberlakukan sesuai hukum yang berlaku di Hindia Belanda, sementara di Silindoeng, wilayahnya belum terregister dan kegiatan yang dilakukan oleh para misionaris Jerman masih mengikuti hukum adat setempat.

Bencana alam: De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws-en advertentieblad, 17-10-1859:  ‘pada malam tanggal 9 Juli 1859 telah terjadi badai dari arah barat laut di distrik Si Pirok yang menyebabkan banyak kerusakan pada atap rumah dan pohon-pohon tumbang dan tanaman rebah’.
***
Kehadiran pemerintahan sipil dan misionaris di Sipirok setelah tugas Militair Departement selesai bukanlah yang pertama. Sebelumnya sudah ada dua orang yang mendahului yakni: Franz Wilhelm Junghuhn dan Herman Neubronner van der Tuuk. Dr. Junghuhn seorang dokter, ahli geologi dan lainnya pernah melakukan ekspedisi di selatan Tapanuli dari arah Siboga menuju Batang Toru hingga Sipirok (1840-1845). Mr. van der Toek ahli bahasa dan bisa berbahasa Batak pernah berada di Tanah Batak cukup lama (1849-1857).

Misionaris Masuk Sipirok

Sebelum kegiatan misi datang (van Asselt/Belanda dan para misionaris Jerman), penduduk Sipirok sebagian besar sudah menganut agama Islam.

Bataviaasch handelsblad, 09-03-1861: ‘pada tanggal 14 Februari terjadi gempa besar di Sipirok yang menyebabkan rumah dan bangunan yang seluruhnya runtuh dan tidak satupun yang layak huni...’.

Sumber koran ini adalah seseorang yang menulis surat dari Sipirok ke redaksi. Lebih lanjut isi surat itu adalah sebagai berikut (diringkas).

‘…setelah pagi saya dan orang Eropa lainnya meninjau desa-desa lainnya, sama saja dengan yang kami alami—sangat mengerikan dan penduduk tampak shock. Penduduk sudah mengungsi ke sawah ladang mereka, saya menulis surat ini di halaman di atas sebuah meja…semoga surat ini dapat segera dimuat dan harapan ada yang dapat membantu selimut’.

Siapa yang menulis surat itu? Yang jelas bukan Heijne atau Klammer atau Mr yang berjanggut itu (Echtgenoote). Besar dugaan adalah G. van Asselt yang disebutkan oleh sumber lain sudah berada di Sipirok.

Padangsch nieuws-en advertentie-blad, 19-10-1861: ‘bahwa 18 September para misionaris, Heijne, Klammer dan Echtgenoote meninggalkan Silindoeng dan tiba di Sipirok’.

Lantas siapa orang Eropa yang disebut van Asselt? Apakah tiga orang yang baru datang ini, sebelum ke Silindoeng dan kembali ke Sipirok atau nama yang lain? Untuk apa Heijne, Klammer dan Echtgenoote datang? Menurut sumber lain (di kemudian hari: De Sumatra post, 08-10-1936: ‘pada 7 Oktober 1861 di Si Pirok telah diadakan pertemuan pertama para misionaris di tanah Batak, yakni: Betz, van Asselt, Klammer, dan Heine. Lantas mengapa orang Eropa yang disebut van Asselt (1861) tidak ada dalam berita ini (1936)?

Registrasi Awal Wilayah Sipirok

Kapan nama Sipirok diregister?

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 12-02-1862: ‘bahwa jalur transportasi kopi dari sentra produksi adalah Ankola en Sipirok ke Djaga-Djaga (Sikara-kara?) dan dari Djaga-Djaga diteruskan ke Padang’.

Meski dalam berita ini menyebutkan Ankola en Sipirok sebagai satu wilayah, tetapi secara resmi nama itu belum terregister dalam lembaran pemerintah (staatsbald).

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 19-12-1863: ‘..bahwa Angkola Djoeloe dan Sipirok dianggap sudah siap dibawah control administrasi pemerintahan sipil (bestuur gebragt) sebagaimana di Mandheling..’.

Berita tersebut dibuat dalam suatu esai (review) terhadap wilayah baru dari Mandheling ke Ankola. Baru kemudian, berdasarkan dalam perubahan Staatsblad, No. 141, pada tahun 1864, nama Sipirok diregister.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 13-05-1865: ‘Dalam Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862 (Staatsblad, No. 141) dilakukan perubahan yang dirilis 24 September 1864. Perubahan jalan poros (utama) yang sebelumnya dalam keputusan ini diantaranya menjadi:

1.      Jalan poros di provinsi Governement Sumatra’s Westkust
a.       van Padang-Kotanopan, Panyabungan, Padang Sidempoean, Batangtoru, Lumut, Tukka dan ke Sibolga.
w. van Laroe over Tanahbatoe langs den Batang Natal tot Natal.
x.  van Panjaboengan tot Tanahbatoe
ij.  van Moera Sipongie tot Pakanten
z.  van Kotta Nopan tot Tolang
aa.van Padang Sidempoean tot Sipirok

2.      Sub jalan afdeeling Mandheling en Ankola
a.       Limomanis, Pinyogei, Moera Sipmgie, Batong, Oesar Tolang, Moera Poenkoet, Kotta Nopan, Moera Mais, Laroe, enkoedoe, Aijer Gedang, Penjaboengan, Mampang, Malintang, Siaboe, Kota Poelik, Si Epping, Soeroematingie, Tolang, Sigalangan, Petjarkoling, Padang Sidempoean, Tobing (Sigumuru?), Batang Angkola (Sitinjak?), Panabassan…
aa.   Padang Sidempoean, Sitamiang, Aek Simirik, Pargaroetan, Si Toemba, Aek Mandoerana, Sipirok

Namun register Sipirok dalam hal ini baru sebatas sub-jalan (weg) dari Padang Sidempoean ke Sipirok melalui Aek Simirik, Pargaroetan, Si Toemba, dan Aek Mandoerana. Ini juga berarti bahwa nama-nama Si Toemba, dan Aek Mandoerana juga merupakan nama-nama yang sudah sejak awal diregister di wilayah Sipirok.

Registrasi, Kegiatan Misi, Eksplorasi dan Masalah Sosial

Registrasi wilayah mengindikasikan suatu wilayah telah aman (terbebaskan dan dikuasai) secara militer. Syarat ini diperlukan dalam pembentukan pemerintahan sipil. Berbagai aspek sebelum dibentuknya pemerintahan sipil, di Sipirok sudah terlebih dahulu ada kegiatan misi. Namun di sana sini masalah sosial muncul ke permukaan.

Bataviaasch handelsblad, 30-09-1867 (mempublikasikan surat dari pembaca): ‘bahwa di Sipirok tengah terjadi peningkatan pengaruh terhadap masing-masing umatnya baik di kalangan umat Islam maupun kalangan pengikut Kristiani. Kerja para misi semakin berat. Namun sejauh ini antar kedua belah pihak tidak sampai menimbulkan ketegangan justru kedamaian tetap terjaga’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 22-04-1868 (memuat laporan perjalanan ke Sigoempoelon, Silindoeng oleh Mr W. A. Henny yang ditulisnya sendiri pada Juli 1866): ‘ketika pulang dari Silindoeng saat mana hujan di Simangambat dekat Sipirok. Kami menyeberang sungai di atas tali rotan dan menjelang Sipirok kami sudah menemukan jalan-jalan yang sudah bisa dilalui gerobak dalam pengangkutan kopi yang menunjukkan bahwa kami sudah berada di wilayah dimana pemerintah (Belanda) sudah beroperasi. Kami singgah di Lantjat untuk bisa memulihkan kuda-kuda kami. Hari berikutnya 4 April 1866, kami sudah berada di Padang Sidempoean’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 22-07-1868 (mempublikasikan laporan perjalanan seorang pembaca ke Sigompoelon, Silindoeng--dari arah perjalanan yang sebaliknya, yakni dari arah Sipirok yang dilakukan baru-baru ini, Juni 1868): ‘Kami mulai dari Sipirok dimana pertama kali G. van Asselt memulai misinya pada tahun 1858. Dalam perjalanan menuju Silindoeng ini kami ditemani oleh selusin penduduk asli Sipirok melalui Aek Latong, Buloe Pajung hingga ke Singkam. Kemudian dilanjutkan ke Simangoembang dan seterusnya. Empat misionaris sudah ada di daerah Bataklanden: Heijne di Si Goempoelon; Nommensen dan Johansen (Nadatdeze) di Silindoeng. Sangat menarik bahwa pertama kalinya di Silindong angka yang lebih besar yang menjadi pengikut Kristen dibandingkan dengan di Sipirok—di Bataklanden saat ini sudah berjumlah 450 orang. Jarak dari Sipirok ke Silindong dalam perkiraan saya sekitar 19 jam berjalan kaki atau kurang lebih 57 tiang. Pulangnya kami dari Hoeta Barat (Silindoeng) dan perjalanan diteruskan ke Siboga’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 01-05-1869 (memuat surat seorang pembaca yang ‘memiliki’ istri seorang budak yang anak-anaknya secara adat juga digolongkan sebagai budak, di Boengabondar): ‘saya mensyukuri kebebasan budak, Guberneur Sumatra’s Westkust telah meratifikasi ‘pembebasan budak’. Namun hal ini tampaknya masih tertunda, mungkin setelah di Sipirok seorang Controller ditempatkan. Keputusan yang diambil oleh Gubernur Mr Arrens merupakan pengambilan keputusan yang sangat beruntung.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 03-03-1870: ‘Sutan Ditakuti’ dan pengikutnya dari kampong ‘Tapian’ melakukan tindakan kriminal terhadap dusun Pagaran Padang, antara Lantjat, Si Mangambat dan Si Pirok, suatu distrik yang belum berada di bawah pemerintahan regular (terregister) yang berada di perbatasan antara Sipirok dengan Bataklanden telah diamankan. Mereka ini menggerebek dusun itu dan melakukan aksi penjarahan. Sebanyak 12 orang ditangkap. Tindakan yang mereka lakukan itu oleh dewan (adat) pada tanggal 16 Februari 1870 akan dibawa (ditahan) ke Padang’.

Wilayah Sipirok merupakan wilayah hukum pemerintahan (Belanda) yang masuk dalam Onderafdeeling Angkola en Sipirok, tetapi hukum dan fungsi pemerintahan belum bekerja. Namun demikian, penduduk telah memahami apa arti penting pusat pemerintahan di level Contreleur (di Padang Sidempoean), di level Residen (Siboga) dan di level Gubernur di Padang) dari sudut permasalahan mereka.

***
Fase tugas Militair Departement sudah lama berlalu, persoalan-persoalan kemasyarakatan (bencana alam, ekonomi, keagamaan, perbudakan, kriminal) yang tidak mampu diatasi oleh pemerintahan tradisional (adat), tampaknya di Sipirok memerlukan sistem administrasi (pemerintahan) sipil.

Civiel Departement

Peran pemerintahan sipil (civiel department) di Onderafdeeling Angkola en Sipirok, sejak masa Controleur A.W. Henny terindikasi belum menyentuh (belum efektif) hingga ke Sipirok. Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang dihadapi di Sipirok, perlu peran pemerintahan sipil di Sipirok lebih intens di masa berikutnya.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 19-03-1870: ‘Dari Solok (Residentie Padang Bovenlanden) C.A. Niesen (Controleur kelas-3) dipindahkan ke Padang Sidempoean (Residentie Tapanoelie). C.A. Niesen ditugaskan untuk mengepalai otoritas sipil di onderafdeeling Angkola en Sipirok’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 23-07-1870: ‘Pada tanggal 17 Juli 1870, Residen Tapanoeli, H.D. Canne dari Padang Sidempoen diharapkan pada sore hari tiba di Sipirok. Mr. Canne di Sipirok selama beberapa hari, karena masalah pelayanan pemerintah. (Dalam koran ini juga diberitakan) van Daalen menulis tentang pertemuannya dengan Soetan Mangaradja Mangamer’.

***
Nama Sipirok sudah sejak lama disebut di lingkungan Militair Departement, sudah sejak lama pula namanya dipakai sebagai nama wilayah administratif, yakni: Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Civiel Departement). Namun secara resmi dalam bentuk surat keputusan (peraturan pemerintah) administrasi pemerintahan (Staatsblad) baru belasan tahun kemudian disahkan dan dipublikasikan ke umum. Dalam Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7, tanggal 7 Juni 1871 (Staatsblad No. 83) nama Sipirok deregister secara definitif. Dalam keputusan ini dinyatakan bahwa Residentie Tapanoelie terdiri dari tiga afdeeling. Salah satu afdeelingnya adalah Mandheling en Ankola yang mana terdiri dari empat onderafdeeling yakni salah satu onderafdeelingnya adalah Angkola en Sipirok. Di dalam Onderafdeeling Ankola en Sipirok ini tiga diantaranya dinyatakan sebagai kepala hakuriaan (koerihoofd) yang berada di wilayah Sipirok, yakni:
1.      Hakuriaan Si Pirok
2.      Hakuariaan Bringin
3.      Hakuriaan Praoe Sorat

Hakuriaan adalah label baru dalam terminologi hukum administrasi pemerintahan Hindia Belanda yang sesuai dengan sifat pemerintahan tradisional di wilayah Tanah Batak (berbeda dengan di Jawa). Hakuriaan dan kepala kuria (koeriahoofd) ditetapkan dan ‘dipilih’ pemerintah Hindia Belanda. Para kepala hakuriaan ini bekerja untuk pemerintah dan mendapat gaji.

Bataviaasch handelsblad, 10-06-1871: ‘adanya Keputusan Gubernur Jenderal di Batavia tanggal 22 April 1871 (Staatsblad No. 25) yang didalamnya antara lain menerangkan gaji para kepala hakuriaan di Onderafdeeling Angkola en Sipirok dimana masing-masing kepala kuria Sipirok, Baringin dan Parau Sorat mendapat konpensasi sebesar f 960 per tahun’.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 22-08-1871 (mengutip sebuah laporan yang ditulis oleh de Batakkers schrijft de Zendeling-leeraar, van Daalen di wilayah Sipirok): ‘menurut van Daalen dalam bulan Januari hingga beberapa bulan ke depan penduduk Sipirok mengalami kesulitan pangan dan harga beras cukup tinggi. Hal ini disebabkan orang-orang dipekerjakan untuk membangun jalan dan jembatan sehingga tidak cukup waktu untuk menanam. Bahkan van Daalen dan Dammerboer hampir kehabisan persediaan. (Di dalam laporan ini), Van Daalen di awal bulan ini telah mengunjungi koleganya, Schutz, Schreiber, Leipoldt dan Weber. Dirks bersama istri dan anak kini dalam perjalanan menuju Pakantan di Mandheling untuk menetap di sana. Jadi kami di sini (afdeeling Mandheling en Ankola) tidak terlalu sepi’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 20-09-1871: ‘di Sipirok ditemukan adanya perluasan budaya kopi (koffiecultuure)’.

Bataviaasch handelsblad, 18-11-1871: ‘pada bulan Oktober penduduk yang berada antara Si Paholon dan Hoetabarat (daerah Silidong) terjadi permusuhan baru yang memerlukan langkah-langkah penghentian yang diambil oleh warga Tapanoelie. Menurut Sipirok menerima pesan dua desa di Pangariboeaan (Toba) dengan satu sama lain dalam perang, dimana Oppoe Goemora vau Pangariboean meminta bantuan pemerintah untuk meredakannya. Asisten Residen dari Mandheling en Angkola ditugaskan untuk menyelidiki kasus ini dan jika perlu harus membawanya’.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-11-1871: ‘Penelitian dilakukan di Onderafdeeling Ankola en Sipirok. Dataran tinggi Sipirok termasuk salah satu yang diteliti (eksplorasi) yang telah dimulai dan selesai pada bulan Agustus. Untuk eksplorasi awal wilayah Ankola dilaksanakan pada bulan September’.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-03-1872: ‘eksplorasi  topografi dan geognostic wilayah Ankola selesai pada Desember, sehingga penyusunan laporan, kegiatan menggambar dan pemasaran rekaman dapat dimulai’.

Kemana van Asselt (yang pertama kali datang di Sipirok 1858 dan melakukan pertemuan dengan Klammer dkk di Sipirok, 1861)? Lantas bagaimana dengan kehadiran van Daalen (yang sudah menulis laporan tentang Sipirok, 1871)? Sipirok menjadi pusat pemerintahan Belanda terdekat dari Bataklanden--daerah yang terbilang masih ‘belum bertuan’ meski misionaris sudah ada di Silondoeng dan sekitarnya dan sering terjadi perang antar hoeta (kampong).

Para Misionaris Gelisah

Kegiatan pemerintahan dan kegiatan misi adalah dua kegiatan yang berbeda, tugas pokok masing-masing berjalan sendiri-sendiri (pemisahan negara dan agama). Di wilayah Sipirok, permulaan kegiatan misi (van Asselt datang 1858) dan permulaan kegiatan pemerintahan (perjalanan Controleur A.W Henny, 1866; dan kunjungan kerja Residen Mr. Canne, 1870).

Bataviaasch handelsblad, 06-06-1872 (mengutip laporan kegiatan misi): ‘van Daalen dan Demmenboer berharap dikirim pendeta ketiga ke sini. Sementara ini Weber di Panabasan (Ankola). Nommensen yang sakit (yang sudah sakit begitu lama) pada tanggal 29 Juli akan dibawa ke Si Pirok, sementara Schreiber tidak jauh lebih baik, dan saya pikir itu juga akan perlu mengembalikan mereka ke Eropa. Klammer bersama istri dan lima anak pada 2 Oktober dari Si Pirok bepergian ke Belanda dan terus berangkat ke Jerman. Jadi akan segera kembali misionaris baru yang akan dikirim kesini’.

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 04-09-1872 (mengutip laporan misi): ‘tampaknya wilayah pertama kita di Sipirok dengan 230 pengikut, Boengabondar dengan 270 pengikut, dan Praoe Sorat sebanyak 170 pengikut Kristen. Sementara untuk wilayah kedua di Pangaloan sebanyak 100!?, Sigompoelon 54 pengikut, Pantjoer Napitoe 55 pengikut, Hoeta Dame dengan 316 pengikut dan Sipoholon masih 20 orang pengikut Kristen. Stasiun-stasiun di Sipirok, Boengabondar dan Praoe Sorat yang berada di plateau of Sipirok terpisah dengan di Koeria Bringin dan Sialagoendi. Jarak antar stasiun ini adalah sekitar empat tiang, namun yang lain lebih jauh dan untuk melakukan perjalanan sering sulit di dalam beberapa ruas jalan untuk menjangkau mereka. Selama ketidakhadiran Mr Klammer yang sementara tinggal di Eropa karena alasan kesehatan, misi dipercayakan kepada (Schreiber?) yang dibantu oleh dua belas pribumi (Christian School Teachers).

Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 09-11-1872 (mempublikasikan surat dari T.A.W Schreiber di Praoe Sorat): ‘tak jarang mendengar klaim saat ini menuduh misi penginjilan telah berbohong. Untuk mencapai tujuan misi, saya memastikan bahwa doktrin untuk memfasilitasi pengikut Mohamedansche (Islam) jauh dari tuduhan itu. Malahan sejak kegiatan penginjilan di sini pertama kalinya dalam beberapa tahun lalu, kami mengklaim justru pengikut Islam (oleh pemerintah) untuk membiarkan dan diberi kesempatan untuk menang (berkembang). Ekspansi penyiaran Islam justru didukung oleh semua koeriahoofd. Penyebaran Injil malah dianggap sebagai panggilan bagi pengikut Mohamedansche sebagai awal sumber kebencian terhadap Eropa. Sepanjang jalan ini sudah benar-benar Mandheling pengikut Mohamedansche, hanya kecuali Pakantan, untuk sementara pekerjaan yang sama di Sipirok dan lainnya di Ankola sebenarnya mekar, tapi terhalang oleh sikap acuh tak acuh pemerintah—yang menganggap sama Islam, pagan dan Kristen’.

Pendidikan Modern

Tugas pokok dan fungsi Militair Departement dan Civiel Departement pada tahap permulaan adalah fokus pada kegiatan eksplorasi (sosial ekonomi) wilayah. Introduksi kopi di Sipirok bahkan sudah dimulai pada fase militer bekerja (Militair Departement) dan pada berikutnya kegiatan ekonomi dan perdagangan pada fase administrator (Civiel Departement). Kegiatan-kegiatan berikutnya dari pemerintahan sipil adalah menyeimbangkan antara pengeluaran dan pendapatan. Dengan kata lain, setiap pengeluaran harus ada sumber asli pembayarannya (istilah sekarang: pendapatan asli daerah).

De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie-blad, 22-03-1873: ‘bahwa sepuluh sekolah pribumi didirikan di Keresiden Tapanoeli, yang mengacu pada Surat Keputusan [department seni dan budaya (?)] tanggal 7 Oktober 1857, No. 39, akan dibangun sekolah dasar di Tapanoeli, yaitu: Muara Sama, Kota Nopan, Muara Sipongi, Panjaboengan, Padang Sidempoean, Batoe nan doea, Sipirok, Boenga Bandar, Si Mapil apil dan Siboga’.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 30-04-1873 (penempatan pengawas pendidikan): ‘untuk Sipirok ditugaskan A. Laarhuis, pengawas kelas-2 ke Sipirok dan Dja Moeda, koeriahoofd dari Briugin’. (Dalam koran ini juga diberitakan) C.A Niesen, Controller  kelas-3 di layanan sipil onderafdeeling Angkola en Sipirok di Padang Sidempoean (Residentie Tapanoelie) dipindahkan ke Singkel.

***
Seperti diketahui bahwa kweekschool di Tanobato (Mandheling) yang dipelopori Willem Iskander telah menghasilkan guru-guru. Kweekschool ini didirikan pada tahun 1862. Lulusan dari kweekschool inilah yang menjadi guru(-guru) di sejumlah sekolah dasar negeri di Tapanoeli termasuk di wilayah Sipirok (Sipirok dan Boengabondar). Alumni kweekschool Tanahbato ini ada juga yang berasal dari Sipirok. Kweekschool Tanobato ditutup 1875, dan di Padang Sidempoean kweekschool dibuka tahun 1879 dan ditutup 1903.

Kesehatan: Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 16-04-1874: ‘di Ankola, Djoeloe dan Sipirok masih berjangkit cacar (pokken)’. Sumatra-courant: nieuws-en advertentieblad, 26-09-1874: ‘di Si Pirok berjangkit cacar’.

Bencana Alam: Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-11-1874 (dari Sipirok pembaca menulis): ‘hari pertama Oktober, malam tepat 00:00, dikejutkan oleh guncangan gempa vertikal yang berat. Gerakan ini sangat mirip dengan yang terjadi tahun 1861, juga melakukan yang sama seperti ketika banyak rumah runtuh. Malam berikutnya pukul 07:00 mengulangi gerakan, tapi tidak begitu lama dan kurang mengejutkan’.

***
Sejauh ini di wilayah Sipirok, onderafdeeling Ankola en Sipirok sudah terbentuk pemerintahan sipil yang efektif (tiga kepala hakuriaan). Paling tidak, kegiatan pembangunan infrastruktur (jalan dan jembatan), pengembangan ekonomi dan perdagangan (pangan dan kopi), serta fasilitas pendidikan untuk penduduk pribumi sudah berlangsung.

Catatan:
  1. Sumber utama (dalam tanda kutip) merupakan sari berita yang relevan dengan artikel ini. Sumber lain (ditulis anonim) hanya sebagai informasi pendukung agar konteks ‘berita’ sesuai.
  2. Isi artikel ini dibuat seorisinil mungkin, hanya berdasarkan informasi (surat kabar) yang tersedia (yang bisa saya akses). Kemungkinan adanya ‘bolong-bolong’ di sana sini tidak terhindarkan, silahkan para pengguna (pembaca) melengkapi dan menginterpretasi sendiri.

(bersambung)
Bag-2: 'SEJARAH SIPIROK: Pemekaran Angkola en Sipirok, Controleur Berkedudukan di Sipirok
'

1 komentar:

albiner Sitompul mengatakan...

Assalamualaikum. selamat Pagi. Saya Albiner Sitompul, ketua Umum Jam'iyah Batak Muslim, bermaksud dapat beraudiensi, semoga ada waktu. terimakasih. No HP saya 081397591388. terimakasih banyak