(bagian ketiga)
Walikota Surabaya, Fuchter |
Dari
hasil pemilihan umum putaran pertama yang dilakukan, koran Soerabaijasch
Handelsblad dan koran De Indische Courant yang terbit 11-08-1938 melaporkan
bahwa Radjamin termasuk lima kandidat dari Parindra yang berhasil maju ke
putaran kedua dengan jumlah perolehan 878 suara (minimum jumlah suara 777).
Menurut koran Bataviaasch Nieuwsblad, 22-08-1938, Radjamin termasuk salah satu
yang berhasil dari delapan orang mewakili Oost Java untuk Volksraad dari
Parindra. Selanjutnya menurut koran De Indische Courant, 24-09-1938, Radjamin
adalah salah satu dari empat De Gemeneteraad van Soerabaia ke Volksraad. Empat
wakil lainnya dari Oost Java, dua dari Malang, dan masing-masing satu orang
dari Mojokerto dan Bangil.
Koran
De Indische Courant 30-09-1938 memberitakan nama-nama kandidat anggota
Volksraad wakil pribumi dari Parindra dari seluruh Indonesia (West Java, Midden
Java, Oost Java, Vorstenlanden (Solo danYogya), Borneo, Celebes, dan Soematra.
Nama-nama selain Radjamin dari Parindra, termasuk M.H. Thamrin (daerah
pemilihan West Java/Batavia-C) dan R.P. Iskaq Tjokrohadisoerjo (daerah
pemilihan Oost Java/Soerabaia).
***
Radjamin
Nasoetion yang sudah menyandang nama ‘arek soerabaia’ masih sering bolak-balik
dari Batavia ke Soerabaia. Tanggal 10-2-1939, Radjamin juga turut menghadiri
pemakaman rekannya Dokter Walandouw. Di Batavia, Radjamin menjadi pengurus
pusat Parindra. Jika ada kesempatan ‘pulang’ ke Surabaya, Radjamin tetap
mengawasi pemerintahan dan pembangunan di Kota Surabaya. Pengaruhnya masih
sangat kuat diantara anggota pribumi Dewan Kota. Radjamin dijuluki sebagai Wethouder di Surabaya. Sebutan
Wethouder merupakan sebuatan bagi anggota tertua dewan kota di Inggris.
Sahabat Radjamin, dr. Soetomo dan keluarga, 1937 (KITLV) |
Bulan April 1940, Radjamin turba kembali ke Surabaya. Dia berkeliling kota, blusukan ke tempat-tempat tertentu: pasar, pinggir jalan (proyek pembangunan jalan), stasion, terminal dan perkampungan. Radjamin tidak segan-segan mengkritik pegawai kota yang berbangsa Belanda yang tidak becus melaksanakan tupoksinya. Rupanya gaya Radjamin ini di masa kini menular kepada Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Hebatnya, Radjamin blusukan minta langsung didampingi oleh Walikota Fuchter. Walikota bangsa Belanda ini ‘nurut’ sama Anggota Volksraad pribumi, Radjamin. Kepada bangsa Belanda, Radjamin sangat galak, tetapi sangat mencintai rakyatnya dan sangat hormat kepada teman-teman. Radjamin sebagaimana diberitakan di koran Surabaya yang terbit tanggal 23-2-1941, menghadiri pemakaman rekannya Dr. Soetomo. Radjiman berpidato dengan lembut dan hangat dalam upacara pemberangkatan ke pemakaman.
***
Di
Surabaya, Radjamin tiba-tiba mendapat surat dari anak perempuannya, seorang
dokter yang bersuamikan dokter yang sama-sama berdinas di Tarempa, Tandjong
Pinang, Kepulauan Riau. Surat ini ditujukan kepada khalayak dan cepat beredar,
karena termasuk berita penting masa itu. Surat kabar Soeara Oemoem yang terbit
di Surabaya mempublikasikan isi surat keluarga (anak kepada ayahnya) tersebut
menjadi milik public sebagaimana dikutip oleh koran De Indische Courant tanggal
08-01-1942. Berikut isi surat tersebut.
Tandjong Pinang,
22-12-194l.
Dear all. Sama
seperti Anda telah mendengar di radio Tarempa dibom. Kami masih hidup dan untuk
ini kita harus berterima kasih kepada Tuhan. Anda tidak menyadari apa yang
telah kami alami. Ini mengerikan, enam hari kami tinggal di dalam lubang. Kami
tidak lagi tinggal di Tarempa tapi di gunung. Dan apa yang harus kami makan
kadang-kadang hanya ubi. Tewas dan terluka tidak terhitung. Rumah kami dibom
dua kali dan rusak parah. Apa yang bisa kami amankan, telah kami bawa ke
gunung. Ini hanya beberapa pakaian. Apa yang telah kami menabung berjuang dalam
waktu empat tahun, dalam waktu setengah jam hilang. Tapi aku tidak berduka,
ketika kami menyadari masih hidup.
Hari Kamis,
tempat kami dievakuasi….cepat-cepat aku mengepak koper dengan beberapa pakaian.
Kami tidak diperbolehkan untuk mengambil banyak. Perjalanan menyusuri harus
dilakukan dengan cepat. Kami hanya diberi waktu lima menit, takut Jepang datang
kembali. Mereka datang setiap hari. Pukul 4 sore kami berlari ke pit
controller, karena pesawat Jepang bisa kembali setiap saat. Aku tidak melihat,
tapi terus berlari. Saya hanya bisa melihat bahwa tidak ada yang tersisa di
Tarempa.
Kami mendengar
dentuman. Jika pesawat datang, kami merangkak. Semuanya harus dilakukan dengan
cepat. Kami meninggalkan tempat kejadian dengan menggunakan sampan. Butuh waktu
satu jam. Aku sama sekali tidak mabuk laut….. Di Tanjong Pinang akibatnya saya
menjadi sangat gugup, apalagi saya punya anak kecil. Dia tidak cukup susu dari
saya...Saya mendapat telegram Kamis 14 Desember supaya menuju Tapanoeli...Saya
memiliki Kakek dan bibi di sana…Sejauh ini, saya berharap kita bisa
bertemu….Selamat bertemu. Ini mengerikan di sini. Semoga saya bisa melihat Anda
lagi segera.
Penyerangan
oleh Jepang dimulai dengan pengeboman di Filipina dan Malaya/Singapura.
Pemboman oleh Jepang di Tarempa merupakan bagian dari pengeboman yang dilakukan
di wilayah Singapura. Tarempa sangat dekat dari Singapura.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar