Baca juga:
Sudah
sejak lama permainan catur ada di Indonesia. Di Tanah Batak, permainan catur
ini sudah sejak lama pula dikenal. Namun permainan catur ini baru populer sejak
orang-orang Belanda datang ke Indonesia. Bentuk dan cara bermain catur ala
Batak dengan Eropa/Belanda ada perbedaan (berita-berita koran Belanda tidak
menyebut perbedaannya apa). Diduga bentuk dan permainan catur di Tanah Batak
diadopsi dari salah satu dua sisi persentuhan komunitas Batak dengan asing: Di satu sisi menyebar dari pantai barat, pantai Sibolga, dimana pada masa doeloe pelabuhan-pelabuhan
yang ada di sekitar Tanah Batak (yang kemudian disebut Tapanoeli) merupakan
pertemuan para pedagang dari berbagai negeri di dunia (termasuk India Selatan--situs Lobu Tua) dan pedagang-pedagang
Tanah Batak melakukan transaksi dagang terutama kamper, damar dan kemenyan.Di sisi yang lain menyebar dari pantai timur, daerah aliran sungai Barumun di area (situs) percandian Portibi, Padang Lawas, tempat koloni India Selatan (era King Cola I) dalam eksplorasi emas pada abad kesebelas.
Buku sejarah catur di Batak, 1905 |
Sejarah catur
Indonesia, berita pertama datang dari koran Sumatra Post di Medan, 1904
Meski permainan catur sudah populer di kalangan orang-orang Belanda, baik di Batavia, Deli, Semarang dan lainnya, tetapi tidak satupun koran-koran Belanda yang memberitakan ‘permainan otak’ ini. Berita keberadaan catur di Indonesia kala itu terpasung oleh berita-berita sepakbola (kala itu masih dengan otot) yang sudah mulai mendapat porsi di koran-koran Belanda. Sontak, koran-koran berbahasa Belanda tiba-tiba bergetar dengan berita pertama yang dimuat koran Sumatra Post yang terbit di Medan tanggal 17 Juni 1910. Berita dari Medan ini dikutip dan dipublikasi ulang oleh koran-koran di Batavia, Semarang dan Surabaya. Berita apa itu?
Meski permainan catur sudah populer di kalangan orang-orang Belanda, baik di Batavia, Deli, Semarang dan lainnya, tetapi tidak satupun koran-koran Belanda yang memberitakan ‘permainan otak’ ini. Berita keberadaan catur di Indonesia kala itu terpasung oleh berita-berita sepakbola (kala itu masih dengan otot) yang sudah mulai mendapat porsi di koran-koran Belanda. Sontak, koran-koran berbahasa Belanda tiba-tiba bergetar dengan berita pertama yang dimuat koran Sumatra Post yang terbit di Medan tanggal 17 Juni 1910. Berita dari Medan ini dikutip dan dipublikasi ulang oleh koran-koran di Batavia, Semarang dan Surabaya. Berita apa itu?
Namun
sebelum berita itu diungkapkan ke permukaan, mari kita simak edisi terdahulu
koran Sumatra Post ini yang pernah menyajikan secuil kisah (feature) catur di
Tanah Deli (edisi 11-06-1904). Koran ini mengisahkan adanya pertemuan dua
laki-laki di sebuah kebun (plantation). Laki-laki pertama adalah seorang
Abtenar, pejabat Belanda datang ke kantor pengusaha kebun (Planter) asal Jerman
(nama Muller). Dialog mereka dalam kisah itu, seperti ini:
Abtenar:
“Anda tidak berpikir mungkin untuk
melakukan permainan catur?”
Planter: "Saya
penggemar berat ..."
Petugas:
"Apakah
bijaksana jika saya sarankan Anda untuk bermain game?”
Planter:
"Sebaliknya,
saya senang sekali untuk memiliki kesempatan untuk bermain catur lagi ..."
Lantas,
papan catur dibawa turun, dan segera
terjadi hiruk pikuk para pegawai kebun karena segera akan ada eksebisi dua pria
dalam permainan catur. Pertandingan dimulai, banyak pegawai kebun menonton.
Setelah lama, permainan berakhir. Tiba-tiba Muller mengangkat bahu dan bergerak
ke sudut area tertentu, sambil teriak: “Saya raja catur!’. Abtenar itu ternyata
bertindak sportif, lalu menghampiri Muller. Petugas: “Anda bermain baik, Mr
Muller! Saya memujimu”. Abtenar memuji kembali: “Anda bermain sangat baik,
bahkan lebih baik daripada yang Anda pikirkan!". ‘Hidup Grobmann, hidup
Grobmann, hidup Grobmann”, sorak sorai para pegawai merayakan kemenangan Muller
alias Grobmann.
Kisah
di atas yang dimuat koran Sumatra Post merupakan informasi pertama adanya
tentang eksistensi catur di Indonesia pada masa itu. Ini menggambarkan bahwa
permainan catur di kalangan elite di Tanah Deli adalah suatu permainan
prestisius. Juga dari kisah ini telah mampu menggambarkan, betapa rakyat juga
telah mengapresiasi permainan catur ini dan rakyat bahkan pegawai kebun bisa
memainkannya juga dengan baik. Kisah lainnya datang dari seorang pelancong
Prancis (Will Le Mair), yang menulis kisah perjalanannya kelililing dunia
termasuk di sekitar Sumatra, Penang dan Singapore dan dikirimkan ke koran
Sumatra Post. Dalam kisah yang ditulis 16 Februari 1906 dan dimuat Sumatra Post
pada edisi Sumatra Post 19-02-1906:’…saya cukup kaget di kapal-kapal Belanda
di setiap ruang makan dan ruang relaksasi selalu terdapat perangkat permainan
catur’. Kisah ini juga menggambarkan betapa permainan catur sangat disenangi
oleh orang-orang Belanda, bahkan di tengah lautan sekalipun.
Pecatur dari Tanah
Batak menantang pecatur Belanda (Schakers uit de Bataklanden), 1910
Dua
tulisan (feature) yang dimuat koran Sumatra Post itu mendahului berita pertama
tentang catur yang dimuat Sumatra Post yang telah menggetarkan dunia
persuratkabaran pada waktu itu. Koran Sumatra Post terbitan 17 dan 18 Juni 1910
memberitakan kedatangan dua anak Batak dari Tanah Karo datang ke Medan untuk
menantang pemain catur terkuat dari orang-orang Eropa yang tergabung dalam klub
catur di Medan. Klub catur Medan bernama ‘Die Witte Societeit’ juaranya adalah
Mr. Platte. Pecatur kuat orang Eropa/Belanda di Medan itu dapat dikalahkan dua
anak muda ini. Koran Het nieuws van den dag: kleine courant, 16-07-1910 yang
mengutip dan meringkas berita koran Sumatera-Post pada tanggal 17 dan 18 Juni
1910 menyajikannya sebagai berikut:
…dua anak Batak,
telah datang ke Medan dan bermain catur di klub "Die Witte Societeit"
dan ingin menantang pemain catur terkuat orang Eropa/Belanda yang ada di Medan…koran
ini memberi latar terhadap orang pedalaman ini..mereka (kedua anak muda itu)
datang dari kampong di pedalaman, dimana biasanya mereka bermain catur di rumah
atau bale-bale yang hanya menggunakan perangkat catur yang sangat primitif,
bijih catur yang dibuat sendiri, papan catur hanya ada di lantai bale-bale yang
digoret dengan pisau, dimana penonton hanya melihat dengan jongkok dan setengah
penonton lainnya hanya bisa bergayut di tiang-tiang bale-bale namun semuanya
serius memperhatikan permainan.
Koran tersebut lebih lanjut menggambarkan pertandingan tersebut sebagai berikut: 'Sekarang
mereka (kedua anak muda itu) yang kelihatannya sopan dan lugu telah duduk di
kursi kayu bagus dan meja terbuat dari marmer, dan kelihatan mereka sangat
khidmat untuk memainkan permainan ini. Mereka tidak tampak sakit (maksudnya
kali grogi), tetapi mereka tampak tenang di bawah tatapan semua mata penonton
(yang umumnya bule). Anehnya lagi, mereka enggan melihat muka lawan, dan selalu
melihat ke bawah tetapi sesekali diam-diam mengintip wajah lawannya dari balik
tangannya yang menyangga dagu/pipinya'….[suatu penggambaran yang humanis].
Pecatur dari Tanah Batak studi ke Eropa (Bataksche
schakers naar Europa), 1911
Kisah
dua anak Batak yang mengalahkan pecatur terkuat di Medan berlanjut. De Sumatra Post,
30-08-1910 dengan judul berita: ‘Bataksche schakers naar Europa’. Lagi-lagi,
dua anak Batak yang diberitakan terdahulu
yang bernama Si Narsar dan Si Garang yang keduanya merupakan murid di
sekolah guru di Kabandjahe koran itu
menyebut anak-anak Batak yang sangat cerdas dan beradab. Koran ini memberitakan
kedua anak itu telah menerima undangan dari
de Koning uit Djember (yang baru-baru ini tinggal di sini, Medan), untuk
datang ke Belanda/Eropa atas biayanya pengusaha itu sendiri, selama sepuluh
bulan mulai bulan Januari 1911. Pengusaha ini bermaksud memperkenalkan anak-anak itu
dengan dunia catur di Eropa dan semoga mereka bisa mendapat gelar ETI master catur.
Sebelum
ke Eropa, dua anak jago catur ini akan tinggal di Medan bersama Die Witte
Societeit untuk melakukan persiapan rutin. Rencananya dari Medan ke Singapura
lalu menuju ‘bapak asuh’ Mr. de Koning uit Djember. Kedua anak Batak ini
menurut pejabat Belanda di Kabanjahe (Controller) yakin anak-anak berbakat ini
akan belajar banyak dalam studi mereka, dan kembali ke kampong untuk
mengajarkannya bagi banyak penduduk. Berita dari Medan ini dilansir koran
Nieuwe Rotterdamsche Courant yang terbit di Rotterdam edisi 25-09-1910.
Koran De
Sumatra Post, 28-10-1910 menyajikan suatu feature yang berjudul ‘Bataksche
schakers’. Artikel ini berisi sebagai berikut:
…bakat-bakat
alam ini harus didorong..Jika pria Batak ini nanti benar-benar tiba di Eropa,
tidak perlu untuk menjaga sebagian besar gengsi ras kulit putih… salah satu
master kami di Medan yang bermain reguler dapat dikalahkan dan dapat
menghormatinya… sepertinya salah satu saudara pecatur yang berkulit berwarna
mungkin dianggap salah tujuan ke Eropa…tetapi kita harus menyadari bahwa ini
soal kapasitas..jadi sepertinya tidak ada yang kurang benar dalam hal ini….
sesuatu yang sangat istimewa, mungkin sekali unik dalam penyebaran peradaban,
tapi ini sebuah fakta yang tidak jauh kurang penting dibandingkan penyelidikan
dalam bidang kemampuan linguistik saja. Dibandingkan dengan di sini adalah
kenyataan bahwa mereka adalah pria Batak sederhana dan alami, dan hanya
beberapa kebutuhan yang mereka perlukan, tetapi mereka telah mengabadikan permainan catur ini di
desa-desa mereka selama berabad-abad dan bahkan diantara suku-suku lain yang tidak tahu permainan ini, mereka yang pertama…
jadi mungkin kita bisa menemukan Socrates di
sini…fakta ini mungkin tidak begitu luar biasa…tapi mengirim mereka ke Eropa
adalah sebuah acara hak istimewa, untuk memberikan mereka kesempatan mereka
untuk mengetahui cara bermain pada dunia yang memiliki peadaban yang cukup
tinggi….Kekuatan master catur kami dari sini adalah mengenal sekali hal detail
terkecil, dan mungkin mereka masih berpikir murni, semua mungkin dan selama
berabad-abad oleh generasi berbeda, diuji dan bukan dipelajari, yaitu menunjuk
untuk menangkap permainan..sehingga satu dan dua ratus jumlahnya di
sini….melihat ini kapasitas besar memori untuk saat ini menjadi tidak berguna.
Juara master catur kita bahkan kemudian harus menuju pribumi sendiri merasa
seperti pemula versus lebih maju…Dan sekarang kita ingin sungguh-sungguh
berharap bahwa mereka tidak akan perlu untuk bermain? Kita harus fair untuk
untuk sesama warga kami berkulit coklat…Sebaliknya, mari kita berharap bahwa
kita akan mendapatkan dan membuat
permainan praktis membuat pria ini tahu kesempatan..dan sekarang dalam
karya-karya standar, catur permainan modern, juga, sebagai landmark khusus,
tempat permainan Batak akan diizinkan untuk diarusutamakan.
Berita
terakhir dari Medan sebelum dua anak Batak ini ke Eropa dimuat koran De Sumatra
Post edisi 14-12-1910. Koran ini
memberitakan dari Asosiasi Catur Medan dilaksanakan dua pertandingan. Di
kelas pertama pertandingan catur, dimenangkan oleh Mr Schneider, yang semalam
mencetak kemenangan atas juara Batak Si Narsar. Kelas kedua belum dimainkan
kembali.
***
Setelah
cukup lama tidak ada kabar berita tentang dua anak Batak ini (yang diundang studi catur di Eropa), koran De Sumatra Post edisi 10-06-1912
memberitakan bahwa Si Narsar, brilian Batakschaker, masih belum terkalahkan di
Deli. Dia main catur dari hari ke hari, di mana pun ia menemukan kesempatan,
dan bahwa ia juga mendapat teori bukaan untuk mengatasi dengan pikiran cepat.
Besok Si Narsar diundang untuk bermain di Die Witte Societeit.
Koran
Nieuwe Rotterdamsche Courant yang terbit di Belanda terus memantau sepak
terjang si Narsar. Pada edisi 25-02-1914 menulis bahwa beberapa pekan terakhir,
koran-koran di Hindia Belanda (Indonesia) sangat intens memberitakan tentang
seorang Bataktchea yang permainan caturnya semakin mempesona. Diuraikan koran
ini, Narsar bahkan telah melakukan pertandingan simultan (permainan dimainkan
secara bersamaan) dengan hasil yang baik, termasuk klub dari
komunitas-komunitas catur di Batavia dan Magelang. Tanggal 7 Januari di Batavia
memenangkan semua pertandingan dan satu partai membuat satu remis, Pada tanggal
9 Januari, ia memenangkan tujuh file pertandingan dan hanya satu partai yang
kehilangan (maksudnya kalah). Juga disebutkan koran ini Narsar juga telah
memainkan pertandingan melawan 28 pecatur dalam 90 partai, semuanya dimenangkan
kecuali satu partai remis. Narsar juga melakukan pertandingan di Magelang dan
Semarang yang semuanya dimendangkannya. Koran ini juga mengutip pernyataan Mr.
Van der Buhle dan Onnen yang diartukalasi bahwa "apa yang sudah dalam
dunia catur Hindia Belanda dari seoarang anak Batak terbilang dengan
menggunakan gerakan dan aksi yang tidak lazim. Bahkan hal ini terlihat ketika
berhasil melawan sejumlah pecatur-pecatur tangguh orang Belanda.
Koran ini lebih lanjut menulis, bahwa melihat sepak terjang Si Narsar ini, boleh
jadi dimungkinkan bahwa pecatur Eropa/Belanda akan datang kepada dirinya yang
rata-rata mereka bergelar master. Anak jenius dari Batak ini sangat luar biasa.
Dalam sejarah, prestasi fantastis ini hanya pernah di dengar sekitar abad
ketujuh masehi dari seorang pecatur Persia. Pecatur Batak ini yang berasal dari
suku di negara kami Hindia Timur adalah harta kami. Kami juga pernah mendengar
potensi alam ini dari penduduk pulau Baton (mungkin Buton). Penduduk Baton telah belajar yang mirip dengan permainan ini pada tahun 1660, ketika Sultan Baton belajar dari seorang
Admiral Cornell. Sangat disayangkan bentuk permainan mereka yang dulu telah
hilang, seperti di negara Batak. Namun Batakscthe kini telah memahami aturan
Nederlandtche juga sepenuhnya. Partai yang dimainkan oleh si Narsar pada
pertandingan 6 Januari 1914 di Batavia, ia memegang putih dan lawannya hitam dan
Narsar dapat membuktikan jauh lebih berseni. Berikut hasil analisis
permainanya (lihat gambar, file database permainan tidak dicantumkan semua disini). Yang jelas menurut koran Rotterdam ini ada pengakuan di sana-sini,
di mana Si Narsar tampak jauh jauh lebih kuat, dia melakukan yang terbaik.
Vooalsnog heeit, waspadalah pecatur Batak (mungkin maksudnya jangan meremehkan
pecatur-pecatur dari Batak).
File database Si Narsar yang disajikan koran Rotterdam, 1914 |
Pandangan para
ahli Belanda tentang pecatur dari Tanah Batak, 1919-1923
Sejak
kedatangan dua anak Batak ke komunitas catur di Medan, orang-orang Eropa/Belanda baru menyadari anak-anak
di pedalaman (Tanah Batak) sangat-sangat menyukai permainan catur dan sangat
potensial. Lambat-laun, pecatur-pecatur muda mulai dikenal luas oleh
orang-orang Eropa/Belanda di Medan. Bahkan (kemudian) para peneliti atau
peninjau orang Belanda yang pulang dari Tanah Batak memberikan penilaian yang khusus
dan cermat terhadap anak-anak Batak.
Padangan
orang Belanda tentang bangsa Batak dimuat di koran De Sumatra Post, 19-04-1919 yang
mengindikasikan bahwa kecerdasan anak laki-laki Batak (menggunakan otaknya)
sekitar nilai 8, Dasar pengembangan intelektual Batak sudah lama ada dan hadir.
Mereka adalah sebuah bangsa yang telah mengadopsi catur dan diketahui bahwa
game ini populer di Batak pada tingkat yang begitu tinggi, bahwa di antara
mereka, jiwa-jiwa yang memiliki nilai 8 saat itu melebihi seratus ribu (orang),
[Nilai delapan apakah sama dengan IQ di masa ini, kita tidak tahu maksudnya].
Potret Si Narsar, 14-07-1920 (Tropenm.) |
Para pecatur Batak migrasi ke Batavia, 1926
Kisah pecatur dua anak Batak (dan juga tentang studi catur di Eropa) yang menghebohkan orang-orang Belanda di Medan menjadi tonggak pemberitaan catur di Indonesia khususnya di Tanah Batak dan Medan telah lama berlalu. Selanjutnya berita para pecatur Batak telah bergeser dan migrasi ke Batavia. Koran Bataviaasch nieuwsblad, 21-08-1926 mengabarkan bahwa klub catur orang Batak yang bernama ‘Jong Batak’ telah didirikan di Batavia beberapa bulan lalu yang anggotanya orang-orang muda dari Tanah Batak. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21-08-1926 juga memberitakan kabar ini dan menambahkan dalam beritanya klub catur "Jong Batak", kemarin malam bertamu ke klub catur Zustervereeniging ‘Schaakmat’ yang bertempat di aula Waterlooplein. Pada pukul 09:30, pertandingan catur beregu dimulai dengan hasil imbang. Hasil selanjutnya lihat gambar di samping ini. Meski hasilnya imbang, para pemain ‘Schaakmat’ yang tergolong tim terkuat di Batavia, memberikan pujian untuk melihat bahwa "Jong Batak" adalah lawan yang mana harus diperhitungkan. Dalam pertandingan ini ‘Schaakmat’ berada di papan catur dengan warna putih.
Juara catur
Belanda, Dr Euwe berkunjung ke Medan, Agustus 1930
Kabar
catur dari Tanah Batak dan semakin intensnya pertandingan catur di Indonesia
akhirnya menggoda juara catur Belanda, Dr. Euwe untuk datang ke Indonesia.
Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
04-02-1930 memberitakan bahwa pecatur Belanda Dr Euwe akan ke Deli. Ini adalah
program sementara ‘De Nederland-Indie Schaakbond’ (federasi catur Hindia
Belanda) yang mengajukan proposal juara Belanda itu untuk datang ke Medan.
Usulan ini diterima oleh Medansche Schaakvereeniging (Asosiasi Catur Medan)
melalui pesan telegraf yang dikirim dari Java. Ini artinya Dr Euwe jadi sebelum
mengambil tur Java selama seminggu akan berada di persinggahan pertama di
Pantai Timur, di mana terdapat Asosiasi Catur Medan. Dr Euwe akan melakukan
pertandingan simultan terhadap anggotanya, memperkenalkan program, yang juga berupaya untuk dilakukan untuk kalangan akademik. Dr Euwe juga diharapkan untuk
membangun, mengunjungi beberapa
komunitas catur di Hindia Belanda untuk memberi kesempatan masing-masing juara
catur dari komunitas catur yang ada. Dalam kunjungan Dr Euwe ini bahkan diselipkan
satu program khusus untuk mengunjungi Brastagi di mana sejumlah pemain Batak
akan bertemu dengan Dr Euwe menjadi kenyataan. Koran Het nieuws van den dag
voor Nederlandsch-Indië ini menambahkan
dan menutup beritanya: Sama seperti Anda mungkin tahu, orang Batak adalah
bangsa pecatur. Banyak dari mereka adalah anggota dari Asosiasi Catur Medan di
mana mereka dihargai sebagai kekuatan ajaib.
Koran
Algemeen Handelsblad menyajikan berita Dr, Euwe pada edisi 21-08-1930 yang isi beritanya adalah Dr Max Euwe di Hindia Belanda. Dalam
kunjungan pertama, Euwe di Medan, juara catur Belanda ini mendapat lima
kemenangan dan sekali imbang. Dalam pertandingan yang dilangsungkan di Medan,
20 Agustus. Dr Max Euwe, juara catur Belanda, yang di sini tiba untuk membuat
tur catur dari Hindia Belanda untuk suatu konsultasi dan juga melakukan
pertandingan eksebisi melawan trio pemain terkuat Medansche Schaakvereeniging,
Mr. Lantzius, Meurs dan Basoeki. Selain tiga itu, Dr. Euwe juga melakukan
pertandingan eksebisi terhadap tiga pecatur terkuat Batak. Dr. Euwe memenangkan
lima partai dan bermain sekali imbang dalam melawan maestro pecatur asal Tanah
Batak bernama Si Tomboek (5 1/2 - 1/2 untuk Euwe). Pada hari berikutnya, Dr. Euwe melakukan pertandingan simultan sebagaimana dilaporkan koran Het Vaderland : staat- en
letterkundig nieuwsblad, 22-08-1930 sebanyak 36 partai sekalugus, 34 partai dengan kemenangan, dan lagi-lagi, dua anak Batak dengan hasil remis (tidak disebutkan apakah Si Prang, Si Hoekoem, atau Si Toemboek)..
Juara catur Belanda, Dr. Euwe di Medan, 20-08-1930 (lihat tiga anak Batak) |
Dr. Euwe penasaran kepada pecatur Tanah Batak, kembali lagi ke Medan, Oktober 1930
Sesuai janji Dr. Euwe, ia benar-benar menepatinya. Setelah berkeliling Jawa seperti Batavia, Semarang, Surabaya, Jember dan Jokya, juara Catur Belanda ini dengan sengaja turun dari kapal yang membawanya pulang bersama istri ke Belanda di Belawan. Rupanya Dr. Euwe penasaran dengan kejeniusan anak-anak Batak ini. Sebagaimana dilaporkan koran Het
volk : dagblad voor de arbeiderspartij, 09-10-1930, Dr Euwe melakukan pertandingan lagi dengan dua dari tiga anak Batak itu, yakni dengan Si Hoekoem dan Si Prang pada tanggal 7 Oktober 1930 di Medan. Anehnya, Dr. Euwe ingin memberi pelajaran malah mendapat hasil yang sebaliknya. Si Prang dapat dimenangkannya, tetapi malah Dr. Euwe kalah sama Si Hoekoem. Kemana Si Toemboek, tidak dilaporkan.Yang jelas, kekalahan dari Si Hoekoem inilah yang menyakitkan bagi Dr.Euwe selama turnya di Hindia Belanda. Klasemen terakhir (kumulatif) anak-anak Batak vs Dr Euwe sebagai berikut:.menang 3 kali, remis 1 kali dan kalah 1 kali.
Ternyata Dr. Euwe tidak kecewa. Keilmuannya mengalahkan gengsinya dikalahkan oleh anak Batak dari kampung di pedalaman Tanah Batak. Mr. Euwe yang seorang sarjana, malah ingin mengetahui lebih dalam mengapa ia kalah sama Si Hoekoem. Dr. Euwe ingin menganalisnya langsung bersama Si Hoekoem. Yang tadinya ingin segera hengkang dari Medan, malah Dr. Euwe menunda keberangkatannya. Dr. Euwe ingin mewawancarai langsung Si Hoekoem. Dengan bantuan penerjemah di gedung De Wit Societie Medan Dr. Euwe awalnya ingin wawancara tapi malah justru berdiskusi (dialog). Dr. Euwe tidak menyangka bahwa Si Hoekoem bisa menganalisis permainan, mulai dari pembukaan, gerakan dan endgame. Hasil wawancara, eh hasil diskusi yang ditulis sendiri oleh Dr. Euwe itu (termasuk notasi caturnya) dimuat di koran Het volk: dagblad voor de arbeiderspartij, 25-10-1930 dengan judul beritanya: 'Dr. Euwe interviewt Si Hoekoem. De Batakker
toont een zeldzaam juist oordeel. Besloten werd met een partij volgens de
Bataksche spelregels'. Intinya: anak-anak Batak ini, terutama Si Hoekoem telah memberi saya banyak pemahaman. Awalnya saya yakin menang, sebagaimana juga menurut penonton, tetapi di akhir permainan Si Hoekoem melakukan gerakan diluar dugaan saya. Dan Si Hoekoem menang. Saya bisa menyimpulkan bahwa permainan game anak-anak Batak murni intuitif--tidak text book. Saya salut, dan saya banyak belajar dari mereka anak-anak yang cerdas ini.
Klub 'Satoer Batak' menjadi yang terkuat di Batavia, 1931
Koran Bataviaasch nieuwsblad, 28-12-1931 memberitakan telah didirikan organisasi catur (Batak verecniging van Batakschc schaker). Pendirian ini digagas oleh J.H. Hoetabarat yang diberi nama "Satoer Batak". Nama orgnisasi ini sesuai dengan lapal di Tanah Batak tentang catur yang desebut satur. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 15-02-1932 melaporkan pertandingan antara klub Return-wedstrijd Kramat melawan klub De Pion. Dalam clubhouse Kebon Sirih telah kontes pembalasan terjadi antara Kramat dan De Pion. Tim Kramat datang lengkap, termasuk Liethof, Paulides dan Perancis. Klub De Pion menang dengan skor 81/2 – 71/2. Dalam tim Kramat ini termasuk pemain asal Batak bermarga Harahap. Adanya anak Batak di tim bangsa Belanda karena ada motto dalam dunia catur: ‘gens una sumus’ yang artinya kita semua bersaudara. Belum pernah didengar dalam permainan catur terjadi tawuran—mungkin ini bedanya otak dengan otot.
Koran
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 26-03-1932,
melaporkan bahwa Ned.-Ind. Schaakbond (NISB) yang dipimpin ketua J.H. Ritman
melangsungkan rapat umum. Pimpinan klub yang hadir antara lain, klub dari
Ungaran, Jember dan Lawang; klub Djien Gie Lee Tic Sien dari Surabaya, klub
‘Satoer Batak dan klub De Pion dari Batavia; klub Bubble Tower dari
Sungei-Gerong; klub Lua Chiao Tsin Nien Hui dari Surabaya; klub dari Plaju,
klub dari Padang, klub Mr. Cornelis dari Batavia; klub dari Semarang dan klub
dari Bandung serta klub dari Majalengka. Klub dari Deli tampaknya tidak
terlihat terwakili dalam hal ini. Apakah mereka enggan bersaing dengan klub
Tanah Batak ‘Jong Batak’ dan suksesinya ‘Sator Batak’ yang telah didirikan dan
memilih homebase Batavia?. Koran ini juga menyajikan struktur organisasi dan
bidang-bidangnya yang merupakan hasil kongres pada tanggal 2 April 1931.
Koran
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 04-04-1932,
melaporkan bahwa pada hari Kamis pukul 20:00 di klub Mr. Cornelis di Batavia
telah dilangsungkan pertandingan persahabatan antara klub catur "Satoer
Batak." dengan tim dari "Mr Cornelis", Tim dari klub Mr.
Cornelis juga diperkuat beberapa pemain dari Schackmat, Kramat. Dalam pertandingan beregu ini terdapat sebanyak 20 partai (20 vs 20 pecatur). Berikutnya, koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
05-04-1932, melaporkan pertandingan persahabatan beregu antara klub De Pion
dengan klub ‘Satoer Batak’ yang terbagi dua kelompok. Kelompok pertama berakhir
imbang, dan kelompok kedua dimenangkan oleh ‘Satoer Batak’. Selanjutnya, koran Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 12-04-1932
juga kembali melaporkan pertandingan yang dilakoni tim 'Satoer Batak'. Pertandingan pertama antara Schaakmat melawan ‘Satoer Batak’.
Tim Satoer Batak memiliki tiga kali dalam kemenangan gemilang. Pertandingan kedua 'Satoer Batak' melawan tim De
Pion, yang mana tim 'Satoer Batak' menang dengan skor 15-7.
Koran Soerabaijasch handelsblad, 29-04-1932 yang terbit di Surabaya, melaporkan pertandingan yang dillangsungkan pada 19 April antara dua klub terkuat di Batavia, yakni Schaakmat vs 'Satoer Batak'. Pertandingan yang diselenggarakan di KSB itu dipadati oleh penonton yang datang berbondong-bondong, yang ingin mengikuti permainan dua klub itu. Pada partai-pertai awal banyak pemain Schaakmat 'dibantai' yang mana tim 'Satoer Batak' leading dengan memimpin 6-0. Urutan pertandingan dimulai dari jagoan sampai yang lemah (seperti beregu dalam bulutangkis). Namun demikian, hasil keseluruhan berakhir dengan skor 13 1/2 -12 1/2 (lihat gambar di samping). Pada partai pertama berhadapan juara dari Java Champion Mr. WF. Werthelm dari klub Schaakmat berhadapan dengan pimpinan klub 'Satoer Batak', Mr. J.H. Hoetabarat. Dalam pertandingan ini pemain Schaakmat yang bertanding diantaranya Ehee, Ritman, Llchtendahl, Frahm, Verstoep, Rumate, Rosmüller, dan Wensveen.
Sementara itu, koran Bataviaasch
nieuwsblad, 02-05-1932 melaporkan hasil kompetisi internal klub 'Satoer Batak'
yang anggotanya sebanyak 52 pemain. Secara keseluruhan, tidak kurang dari 1.326
partai akan diperlukan dalam kompetisi internal ini. Untuk sementara W. Hoetabarat berada di peringkat teratas, disusul J.S.M. Hoetabarat dan F. Panggabean. W. Hoetabarat sudah memainkan 16 partai, sementara J.S,M Hoerabarat dan F. Panggabean, masing-masing baru memainkan 14 pertai. Klasemen sementara hingga pada tanggal 27 April 1932 adalah sebagai berikut:
Klub ‘Satoer
Batak’ di masa perang, 1941-1949
Klub
‘Satoer Batak’ hingga menjelang pendudukan Jepang, masih eksis dan tetap
menjadi klub terkuat sejak 1931. Partai terakhir yang dimainkan oleh tim
‘Satoer Batak’ adalah melawan klub Hsing Chung Hui. Klub ’Satoer Batak’
diundang oleh klub yang baru didirikan ini dalam rangka untuk memperkenalkan
klub ke public catur di Batavia. Partandingan beregu yang dilaksanakan Jumat 28
Maret 1941 ini berakhir dengan kemenangan 6-4 untuk tim Satoer Batak
sebagaimana diberitakan koran Bataviaasch nieuwsblad edisi 31-03-1941.
Klub
‘Satoer Batak’ juga diberitakan (Bataviaasch nieuwsblad, 19-04-1941) akan ikut
ambil bagian dalam pertandingan massal yang akan diselenggarakan pada tanggal
30 April 1941. Pertandingan ini akan melibatkan 100 tim catur dengan sistem
kompetisi. Dikatakan massal karena kompetisi ini disponsori dan pertamakali
oleh Departement van Economische Zaken (Departemen Urusan Ekonomi). Tujuannya
adalah untuk menyemarakkan ulang tahun Ratu Juliana. Kompetisi dibagi ke dalam
tiga kategori, yakni: tim-tim perkantoran pemerintah; tim-tim perusahaan; dan
tim-tim professional mewakili klub. Tim ‘Satoer Batak’ masuk dalam kategori
tim-tim professional alias klub. Bagaimana hasil kompetisi ini tidak diketahui,
karena inilah pemberitaan klub ‘Satoer Batak’ yang terakhir sebelum terjadinya
pendudukan Jepang.
Setelah
perang, klub-klub berbasis bangsa Belanda sudah beberapa waktu yang lalu
memulai aktivitasnya. Klub ‘Schaakmat’ yang menjadi seteru klub ‘Satoer Batak’
sebelum perang merajai panggung percaturan di Batavia. Ketidakhadiran, entah
kemana para pemaian catur asal Tanah Batak itu (pulang kampong atau ikut
perang?), memosisikan klub ‘Schaakmat’ dipuncak kejayaannya di Batavia. Namun
tak dinyana, klub ‘Satoer Batak’ muncul kembali di Batavia.
Koran
Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 02-08-1948
melaporkan pertandingan yang sangat mendebarkan (mungkin perseteruan juga
terjadi di medan perang) menurut koran ini telah terjadi pada tanggal 1-8-1948.
Klub ‘Schaakmat’ dapat mempertahankan rekor tidak terkalahkan setelah perang
dengan mampu mengalahkan klub ‘Satoer Batak’ dengan skor 8-7. Menariknya, di
tim ‘Schaakmat’ pertamakali terdapat seorang militer, berpangkat kapten. Dj.
Siahaan mampu mengalahkan Kapt. C.M.B. Dixon. Mungkin bagi Siahaan ini suatu
prestasi tersendiri, ketika suasana baru habis perang.
Koran
Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 11-10-1948
memberitakan kembali perseteruan antar dua klub papan atas ini. Menariknya
lagi, komandan militer itu juga masih ada dalam tim ‘Schaakmat’. Kali ini,
Kapt. C.M.B. Dixon dapat mengalahkan lawan tandingnya J. Simamora. Tidak hanya
Dixon, di tim ‘Schaakmat’ juga ada Dr. W. Euwe (saudara Dr, M. Euwe yang kini
telah menjadi juara dunia). Namun, nama besar itu, dapat dikalahkan oleh F.
Panggabean. Akhirnya pertandingan beregu itu, membuat lega para pemain tim
‘Satoer Batak’ karena bisa pulang dengan tegak dengan kemenangan 7 ½-4 ½. Ini
berarti klub ‘Satoer Batak’ revans terhadap klub ‘Schaakmat’ yang
mengalahkannya sebelumnya. Klub ‘Satoer Batak’ kembali mampu mengatasi klub
‘Schaakmat’.
Koran
Het dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 14-05-1949
kembali memberitakan pertarungan dua klub jagoan pasca perang itu. Pertandingan
ini telah berlangsung pada tanggal 22 April yang lalu. Kembali, klub ‘Satoer
Batak’ mengalahkan klub ‘Schaakmat’ dan pulang dengan keunggulan skor 11-6.
Dalam partai yang dimainkan oleh Dr. W. Euwe berakhir remis dengan menahan
imbang H. Sormin. Untuk Kapt. Dixon dapat diatasi oleh F. Hoetabarat. Koran Het
dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 17-09-1949
kembali memberitakan agenda pertandingan antara empat klub di Batavia yakni
klub Chung Hua, klub Schaakmat, klub ‘Satoer Batak’, dan klub ‘Het Vliegende
Paard’. Pertandingan silang ini akan dilaksanakan pada tanggal 22 sampai dengan
25 September di area Kemayoran. Hasil pertandingan empat klub papan atas
Batavia ini tidak diketahui, karena inilah berita terakhir tentang klub ‘Satoer
Batak’.
Era pecatur Batak berlalu, Era Percasi muncul, 1950
Sejak
pemberitaan di koran-koran berbahasa Belanda di Indonesia dan di Rotterdam tahun 1910, diketahui
telah banyak bermunculan komunitas-komunitas catur di beberapa kota besar dan
juga didirikannya sejumlah klub catur. Klub-klub yang ada waktu itu sebagian besar adalah klub
yang dihuni oleh pecatur-pecatur berbangsa Belanda. Satu-satunya klub pribumi yang didirikan dan bermarkas di Batavia bernama ‘Jong Batak’ dan suksesinya klub "Satoer Batak' ini semuanya beranggotakan pecatur asal Tanah Batak. Sedangkan klub-klub lain, ada yang murni Eropa/Belanda dan ada juga klub yang mayoritas anggotanya Belanda plus pemain pribumi, seperti dari pecatur asal Minahasa dan asal Tanah Batak. Semua klub-klub catur yang ada masa itu akhirnya bergabung sehubungan dengan didirikannya organisasi yang disebut Nederland-Indie Schaakbond
(NISB)--Federasi Catur Hindia Belanda. Organisasi ini didirikan belum lama, yakni sebelum kedatangan juara Belanda, Dr. Euwe ke Indonesia.
Kedatangan Dr. Euwe ke Indonesia, 1930 merupakan salah satu program pertama NISB.
Setelah
kemerdekaan, NISB hilang sendirinya dari pembicaraan, yang kemudian muncul organisasi catur anak negeri (pribumi) dengan berdirinya Persatoean Tjatoer Seloeroeh
Indonesia (PTSI) tahun 1950. Ketua pertama organisasi catur Indonesia ini
adalah Dr. Suwito Mangkusuwondo. Kemudian PTSI yang kini dikenal sebagai
Percasi (Persatuan Catur Seluruh Indonesia) yang pernah menjadi Ketua Umum,
diantaranya: F.K.N. Harahap (1956-1964); Letkol Junus Samosir (1964-1967); dan
Ir. Akbar Tandjung (1994-1998).
Era
keemasan pecatur putra-putra Batak, seperti Baris Hutagalung di era 1950an tampaknya telah menyurut sehubungan dengan perubahan
jaman. Anak-anak Batak yang sangat serius pada era Belanda, namun setelah era
kemerdekaan anak-anak Tanah Batak ini tampaknya lebih menekankan perhatiannya pada bidang pendidikan?. Atau paling tidak, anak-anak Batak telah menurunkan derajat catur yang dulunya dianggap serius, kini menjadi semacam hiburan (bersenang-senang) belaka--untuk menenangkan hati atau menetralkan pikiran?. Dulu, teman-teman saya, tentu termasuk saya, diantara jam-jam belajar di tempat kos, habis jenuh dengan pelajaran pasti larinya main catur--menyenangkan memang tetapi juga tetap mampu menjaga ritme pikiran dan penalaran. Tapi, catur tetaplah 'satur' bagi anak-anak Batak hingga masa kini. Sangat disayangkan, sejauh ini di era
Percasi anak-anak Batak seharusnya tidak hanya minim memberi kontribusi yang hanya diwakili Cerdas Barus
sebagai grandmaster. Untuk yang bergelar Master Internasional hanya
diwakili oleh Nasib Ginting, Salor Sitanggang dan Chelsie Monica Ignesias
Sihite (WGM).
Sejarah catur Indonesia perlu diluruskan, 1986
Buku Sejarah Catur Indonesia oleh FKN Harahap |
Di era modern, buku sejarah catur di Indonesia penulisan sejarah catur Indonesia telah ditulis oleh seorang anak Batak pula, F.K.N. Harahap--yang pertama menulis sejarah catur di Indonesia dengan judul: Sejarah Catur Indonesia. Buku ini diterbitkan pertama kali 1986 oleh Penerbit Angkasa Bandung. [Saya belum pernah membacanya, isinya seperti apa]. F.K.N. Harahap sendiri dulunya adalah salah satu pecatur dari klub pribumi 'Satoer Batak' di era Hindia Belanda. F.K.N. Harahap adalah penulis hebat, puluhan buku dan artikel di suratkabar tentang catur telah ditulisnya. Pengabdiannya di dunia catur tiada bandingnya, F.K.N. Harahap telah belajar catur sejak memasuki sekolah dasar, mengasah kemampuan di komunitas, klub ‘Satoer Batak’ di Batavia, menimba ilmu catur ke negeri Belanda, dan masih menggeluti catur sampai umur tua. Di dalam buku yang berjudul ‘Di negeri penjajah: orang Indonesia di negeri Belanda, 1600-1950’ oleh Harry A. Poeze, nama F.K.N. Harahap beberapa kali disebutkan. Dia adalah anak Batak kedua yang pernah mengalahkan Dr. Euwe tahun 1933 di negeri Belanda (yang pertama, Si Hoekoem, sementara Si Narsar hasil remis).
***
Dalam khasanah catur Indonesia, kemudian buku-buku
tentang catur ditulis dan diterjemahkan. Buku-buku yang sudah ditulis
dan diterjemahkan itu antara lain berjudul ‘Sendi Dasar Ilmu Bermain Catur’ oleh
Dr. M Euwe dan yang satu lagi berjudul: ‘Strategi dan Taktik dalam Permainan
Catur’ oleh Dr. M Euwe. Kedua buku mantan juara catur Belanda yang berkunjung ke Tanah Batak itu diterjemahkan oleh Djamil
Djamal. Anda tertarik menulis sejarah baru? Tapi, jangan lupa ada sejarah lama.
Semoga berita
ini menambah pengetahuan Anda. Horas.
_____
Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber utama tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar