Radjamin Nasoetion dikenal luas sebagai walikota pertama Kota Surabaya. Namun tidak banyak yang mengetahui darimana asal usulnya dan bagaimana Radjamin bisa menjadi Walikota. Kisah Radjamin yang berkarir dalam tiga era (Belanda, Jepang dan Republik) sangat berliku. Lantas apa saja perannya selama perang kemerdekaan dalam pertempuran Surabaya. Artikel ini coba menyajikan riwayat Radjamin Nasoetion berdasarkan hasil penelusuran berbagai surat kabar yang terbit sejak 1908. Inilah kisah (bagian pertama) tentang Radjamin Nasoetion.
***
![]() |
Radjamin Nasution dari kampung via Medan ke Batavia, 1910 |
Pada tahun 1901 ada dua anak Padang Sidempuan (afdeeling Mandheling en Ankola) lulus docter djawa school bernama Haroen Al Rasjid (Nasution) dan Mohamad Hamzah (Harahap).Pada tahun itu ada dua anak Padang Sidempuan di tingkat empat STOVIA bernama Abdul Hakim (Harahap) dan Abdul Karim (Harahap) dan keduanya sama-sama lulus tahun 1905 (bersama dengan Dr. Tjipto). Pada tahun 1902 juga, ada satu anak Padang Sidempuan yang masih tingkat dua persiapan di STOVIA bernama Mohamad Daulay (lulus 1908). Radjamin Nasution, anak Padang Sidempuan berikut masuk STOVIA tahun 1904 dan lulus tahun 1912 (Dr. Soetomo lulus 1911). Setelah Radjamin Nasution masuk anak-anak Padang Sidempuan masih terus berdatangan, diantaranya: Amir Hoesin, Aminoedin Pohan, Moerad Lubis, Diapari Siregar, Gindo Siregar, Daliloedin Lubis, Soleman Siregar, Armijn Pane, Munir Nasution, Amir Nasution dan lainnya. Diantara mereka hanya Aminoedin Pohan dan Diapari Siregar yang melanjutkan studinya ke Belanda untuk spesialis.[catatan: siswa yang diterima di STOVIA sejak 1924 harus lulusan sekolah menengah pertama (MULO) dan tahun 1934 yang diterima harus lulus sekolah menengah atas (AMS)].
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota
![]() |
Radjamin, berfoto bersama mahasiswa dan dosen di STOVIA, 1912 |
Pada
bulan November, 1913 Radjamin dipindahkan ke Pangkalan Buun (Kalimantan) dengan
tugas yang sama sebagaimana di Batavia. Pada bulan Oktober 1914, Radjamin
dipindahkan lagi ke Perbaungan (Sumatra Utara). Selanjutnya bulan Juni 1916
Radjamin dari Perbaungan dipindahkan ke Cilacap (Jawa Tengah). Pada bulan
Januari 1917 dari Cilacap dipindahkan lagi ke Semarang. Pada bulan Desember
1917 pangkat Radjamin naik menjadi Kelas 4 sebagai Verifier dan ditempatkan
kembali ke Batavia (tempat dimana Radjamin sebelumnya memulai karir).
Selanjutnya, sebelum dipindahkan ke Surabaya, Radjamin terlebih dahulu berdinas
di Medan. Namun tidak lama kemudian, Radjamin dipindahkan lagi ke Sampit pada
awal Januari 1921. Tidak lama kemudian Radjamin melakukan dinas kembali di
Surabaya. Pada bulan Mei Radjamin dari Surabaya ke Belawan (Sumatra Utara) dan
awal Januari 1922 ke Muara Sabak (Jambi) lalu kembali ke Medan.
Selama
di Medan, Radjamin aktif membina sepakbola. Koran De Sumatra Post terbitan
13-02-1923 memberitakan Radjamin membentuk Asosiasi Sepakbola Deli (Deli
Voetbal Bond). Setelah lama di Medan, akhirnya Radjamin dipindahkan kembali ke
Batavia. Pada bulan September 1929, Radjamin dipindahkan kembali ke Surabaya.
Tidak lama setelah kembali berdinas di Surabaya, awal November, Radjiman dan
kawan-kawan mendirikan Sarikat Pekerja Bea dan Cukai. Radjamin duduk sebagai
bendahara, sedangkan ketua dan sekretaris adalah H. W. A. Waleson dan J. K.
Lengkong. Dalam rapat tahunan Oktober 1930 komposisi pengurus Sarikat Pekerja
berubah dimana ketua dan sekretaris berganti tempat, sedangkan Radjamin tetap
sebagai bendahara.
Pada
awal Januari 1931, Radjamin pulang kampung. Radjamin menumpang kapal
Batavia-Amsterdam berangkat dari Batavia tanggal 21 Januari 1931 dan turun di
Belawan. Dari Medan diteruskan ke Mandailing, Tapanuli Selatan. Kepulangan
Radjamin ini sehubungan keinginan bertemu dengan orangtuanya. Setelah segala
sesuatunya selesai di kampong, Radjamin kembali ke Surabaya.
Di
Surabaya, sebagaimana diberitakan koran-koran setempat, bahwa salah satu
anggota Dewan Kota yang berasal dari penduduk pribumi, bernama Koesmadi telah
berakhir masa jabatan untuk periode pertama.
Untuk menjadi anggota dewan kota berikutnya Koesmasi harus mengikuti
pemilihan yang dilakukan oleh anggota dewan yang masih aktif. Diberitakan di
koran-koran Surabaya, Koesmadi ternyata mencalonkan diri kembali. Nama Radjamin
muncul ke permukaan untuk bersaing dengan Koesmadi. Pada hari terakhir
pencalonan ternyata hanya dua orang kandidat yakni Koesmadi dan
Radjamin—keduanya terbilang sebagai bangsawan, yang satu dari Jawa Timur, dan
satu lagi dari Tapanuli.
Pada
keesokan harinya, tanggal 25-02-1931 kedua calon datang ke kantor panitera kota
untuk pengesahan calon. Namun anehnya, hari berikutnya, Koesmadi mengundurkan
diri sebagai calon dan merekomendasikan dengan tulus dan hangat kepada
Radjamin. Koesmadi beralasan bahwa, Radjamin, selain anggota PBI juga adalah
tokoh Sumatra yang kuat dan terkemuka di Surabaya dan yakin Radjamin akan lebih
mampu untuk meningkatkan aspirasi rakyat di Dewan Kota.
![]() |
Kampung Sidodadi di Surabaya, 1931 (KITLV) |
Dalam
sidang Dewan berikutnya, tanggal 28-05-1931 Walikota Bussemaker berbicara di
hadapan anggota Dewan. Dalam sidang ini dihadiri oleh 26 anggota dewan,
termasuk Radjamin yang baru sembuh dari sakit. Radjamin dalam hal ini mencecar
sejumlah pertanyaan kepada walikota, terutama masalah pertanahan, air bersih
dan perumahan penduduk (bagian dari proposal Radjamin). Walikota tampaknya hari-hari ke depan akan menghadapi
seorang pribumi yang cerdas, berani dan berpengalaman dalam birokrasi
pemerintah. Kita tunggu.
(bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar