(bagian
kedua)
Radjamin
vs Koesmadi. Sangat jarang seorang putra daerah tulus ikhlas memberi jalan
kepada putra pendatang dalam suatu pemilihan umum daerah. Ini benar-benar
terjadi, ketika Radjamin (seorang Tapanuli) diusulkan berbagai kalangan untuk
maju menjadi Anggota Dewan Kota, sementara incumbent yang juga mencalonkan
diri, Koesmadi (putra daerah Surabaya), mengundurkan diri sebelum ‘perang’
dimulai. Sulit memahami apa yang sesungguhnya terjadi. Akhirnya Radjamin
melenggang dengan mulus ke Parlemen Kota.
Berita
keberhasilan Radjamin ini cepat tersebar luas, utamanya di Batavia dan Medan.
Boleh jadi berita ini hanya sedikit rembesan cerita sampai ke Tapanuli
Selatan—kampung halaman Radjamin Nasoetion. Mungkin Radjamin tidak terlalu
dikenal di kampung halamannya, sebab umur tujuh tahun Radjamin mengikuti
sekolah dasar di Padang Sidempuan, sekolah menengah di Medan, dan perguruan
tinggi di Batavia.
Akan
tetapi, Radjamin tiba-tiba menjadi sangat terkenal di Surabaya. Radjamin
direstui tokoh-tokoh Surabaya, diidolakan rakyat jelata dan Radjamin
menjanjikan untuk rakyat. Sebaliknya, Walikota yang berbangsa Belanda, merasa
terusik dengan kehadiran sosok Radjiman. Walikota Bussemaker menganggap
Radjamin tokoh cerdas, seorang dokter, seorang pejabat tinggi bea dan cukai,
pemberani yang juga pentolan Sarikat Pekerja dan orangnya tidak bisa diajak
kompromi. Figur dan profil Radjamin inilah yang hari-hari ke depan menjadi
momok bagi Bussermaker dan akan menjadi batu sandungan setiap kebijakannya yang
selama ini memang tidak pro rakyat. Mungkin inilah yang dilihat Koesmadi (tokoh
penting di Surabaya) yang melihat profil Radjamin yang sangat lengkap untuk
dapat mengimbangi kekuasaan bangsa Belanda dan ketidakadilan yang dialami oleh
rakyat Surabaya. Radjamin terbukti mampu melakukannya.
***
Radjamin
bukanlah tokoh daerah, Radjamin lebih sebagai tokoh nasional. Radjamin dalam
karir bea dan cukai sudah melihat Indonesia dari Sabang hingga Banyuwangi.
Radjamin pernah tinggal di Padang Sidempuan, Medan, Batavia, Jambi, Kalimantan,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Radjamin seakan melihat Indonesia dari Surabaya.
Ketika terjadi terjadi bencana besar di Sumatra Selatan, Juli 1933, Radjamin
dengan sigap membentuk komite untuk mengumpulkan sumbangan bagi penduduk
Sumatra Selatan yang ditimpa musibah. Komite terdiri dari Radjamin (ketua),
Soemarto (sekretaris), dan Rajab (bendahara).
Radjamin
bukan hanya kutu buku, yang suka membaca buku di dalam kamar seharian, Radjamin
juga adalah pemain lapangan yang mampu membagi perhatian di bawah atap dan di
luar gedung. Ketika berdinas di Medan, Radjamin membentuk perkumpulan sepakbola,
Deli Voetbal Bond. Di Surabaya, Radjamin juga mengaktualisasi hobinya itu.
Selain aktif membina sepakbola Surabaya, Radjamin juga mempelopori sepakbola
bagi bagi non-klub, seperti di Bea dan Cukai, persatuan wartawan, dan
organisasi profesi lainnya. Pada bulan November 1933, dalam ulang tahun
perkumpulan sepakbola DOMAS di Surabaya dilakukan pertandingan sepakbola, baik
antar klub maupun antar bidang profesi. Radjamin adalah salah satu kapten
bermain mewakili kesebelasan PBI dan berhasil menciptakan gol ke gawang
kesebelasan lainnya. Dalam penutupan acara, Radjamin termasuk tiga diantara
pemain terbaik. Untuk pemberian hadiah ke pemain terbaik pertama, yang
menyerahkan hadiahnya adalah Radjiman—yang mungkin dipandang panitia mewakili
Anggota Dewan Kota. Dokter Radjiman adalah tokoh baru Surabaya yang benar-benar
merakyat.
***
Di
masa reses, Radjiman tidak perlu turun ke konstituen, karena Radjiman adalah
tokoh yang merakyat, yang diantara kesibukannya di dewan kota, juga (diantara
pagi sampai malam) aktif di tengah-tengah masyarakat. Karenanya, waktu reses
bagi Radjamin adalah kesempatan untuk pulang kampung alias mudik. Pada masa
reses 1934, Radjamin berketatapan hati untuk mudik dulu, sekalian mengajak
istri untuk melihat kampong halamannya.
HIS (pengganti ELS) Padang Sidempuan (foto 1920/KITLV) |
***
Kembali
ke Surabaya. Pada akhir masa jabatannya sebagai anggota Dewan Kota, Radjamin
tetap sibuk mengurusi rakyat. Selama menjadi anggota dewan, Radjamin cuti dari
pekerjaannya di Bea dan Cukai Surabaya. Dari pusat di Batavia awal April 1935,
keluar maklumat bahwa Radjamin bertugas kembali di Bea dan Cukai Surabaya
dengan pangkat jabatan naik dari Kelas 4 menjadi Kelas 3 (Verifier)—eselon 2 di
masa kini.
(bersambung)
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap dari
berbagai sumber utama tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar