Kamis, Juli 08, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (66): Ternak Besar dan Populasi Ternak di Angkola Mandailing; Ranch Padang Lawas Sejak Zaman Kuno

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Hingga beberapa tahun lalu, populasi ternak besar di provinsi Sumatra Utara masih terbilang yang terbanyak di wilayah Padang Lawas. Namun belakang ini jumlah ternak besar seperti sapi dan kerbau di wilayah Padang Lawas (kabupaten Padang Lawas Utara dan kabupaten Padang Lawas) sudah tidak menjadi yang diperhitungkan lagi. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah populasi ternak besar (terutama kerbau, sapi dan kuda) terbilang sejarah yang sangat panjang di wilayah Padang Lawas. Lantas sejak kapan Padang Lawas dianggap sebagai pemasok ternak? Tentulah itu sangat sulit diketahui, sebab sejauh ini tidak ada bukti-bukti yang berasal dari zaman kuno seperti prasasti atau pun candi.

Keberadaan ternak besar kerbau dan kuda diduga sudah ada sejak lama. Kerbau diduga telah ditangkar (domestifikasi) sejak zaman kuno dari hewan liar banteng yang terdapat di Sumatra dan Jawa. Keberadaan ternak sapi paling tidak sudah diketahui pada abad ke-5. Hal ini dapat di baca pada prasasti Muara Kaman abad ke-5 dan juga ditemukan pada prasasti Tugu (abad ke-6). Besar dugaan ternak sapi diduga diimpor dari twmpat lain. Pada era VOC di daerah hulu sungai Tjiliwong ditemukan ranch yang sangat luas. Ranch ini terletak di kawasan Tanjung Barat, Jakarta yang sekarang. Ranch ini memiliki sapi sebanyak 4.000 ekor yang diproduksi untuk menghasilkan susu dan daging. Keberadaan ranch tersebut diketahui dari laporan Johannes Rach pada tahun 1772.

Lantas bagaimana sejarah populasi ternak dan peternakan di Angkola? Seperti disebut di atas, belum diketahui sejak kapan bermula. Namun wilayah Padang Lawas diketahui sudah sejak lama dikenal sebagai wilayah yang memiliki populasi ternak besar seperti kerbau dan sapi. Diduga kuat bahwa yang lebih awal ada adalah ternak kerbau dan ternak kuda. Mengapa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Populasi Kerbau dan Kuda

Tunggu deskripsi lengkapnya

Populasi Sapi

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: