Jumat, Juli 16, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (74): Penyelidikan Awal Sejarah Angkola Mandailing; Willem Iskander, Dja Endar Muda, Sutan Casajangan

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Pendidikan modern aksara Latin, meski bukan yang terawal di Indonesia, tetapi pendidikan modern aksara Latin terbilang yang pertama di Angkola Mandailing jika dibandingkan daerah lain di Sumatra bagian utara (Tapanoeli, Sumatra Timur dan Aceh). Sejak 1854 sudah ada putra-putra Angkola Mandailing yang lulusan sekolah dasar melanjutkan studi ke Batavia. Dua yang pertama ini lulus sebagai dokter pribumi tahun 1857. Pada tahun ini seorang lulusan sekolah dasar berangkat studi ke Eropa di Belanda untuk mendapatkan akta guru. Pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan yang sangat mendasar dalam pengembangan penduduk dimana pun. Angkola Mandailing pada tahun 1862 bahkan sudah memiliki sekolah guru (kweekschool) yang diasuh oleh Sati Nasution alias Willem Iskander (setelah pulang studi dari Belanda). Ini akan segera berdampak pada penyedian guru yang berlimpah. Sementara dua dokter pertama sudah cukup untuk wilayah Angkola Mandailing. Lulusan dokter daeri Batavia asal Angkola Mandailing sudah ada yang ditempatkan di Sumatra Barat (wilayah Pasaman) dan Sumatra Timur (Tanjung Balai). Itulah sekadar gambaran awal tentang progres pengembangan penduduk di wilayah Angkola Mandailing. Sejak ini sudah ada yang memulai untuk menulis sejarah Angkola Mandailing, karena alat tulis sudah tersedia dengan mudah di masyarakat

Pada saat kesepakatan pemimpin lokal di Angkola Mandailing pasca Perang Padri, dalam rangka memulai pembentukan cabang pemerintahan di wilayah Angkola Mandailing tahun 1840, Pemerintah Hindia Belanda mengharapkan imbal balik dari penduduk untuk menghasilkan kopi untuk mendukung ekspor kopi pemerintah ke Eropa. Wilayah Angkola Mandailing yang subur dan sesuai untuk pertanaman kopi, hasilnya segera terlihat. Kopi produksi Angkola Mandailing cepat terserap di pasar lelang kopi di Kota Padang. Oleh karena taste kopi yang khas, harga kopi Angkola Mandailing cepat melesat ke harga tinggi. Pada tahun 1860 harga kopi Angkola Mandailing sudah yang tertinggi di seluruh Hindia Belanda. Ini berarti para petani kopi telah menerima harga penjualan yang bagus. Para petani yang menanam kopi mulai tersenyum, bisa membeli kebutuhan pokok dan mulai mampu menyekolahkan putra-putri apalagi setelah lulus sekolah dasar dapat melanjutkan studi di sekolah guru (Kweekschool) Tanobato atau bisa bersaing untuk mendapat jatah dua orang untuk studi kedokteran di Batavia. Kabangkitan penduduk Angkola Mandailing terjadi di semua aspek. Pembangunan infrastruktur seperti jalan-jembatan dan irigasi dari anggaran pemerintah dapat menjadi sumber upah baru bagi penduduk atau para petani yang tengah menganggur menunggu panen. Dengam menyadari itu semua, para petani juga dengan sendirinuya akan memperluas lahan untuk penanaman kopi, Semuanya menjadi sangat terbuka dan prospektif

Dalam situasi kondisi inilah sejumlah orang terpelajar mulaii memperhatikan sejarah masa lalu. Menulis apa yang bisa ditulis, seperti silsilah yang mungkin selama ini hanya ada di buku-buku pustaha, kejadian yang pernah terjadi di masa lampau, baik yang didengar sendiri dari para tetua maupun hasil penggalian data dan informasi pada sumber-sumber tulisan di kulit kayu, bambu dan sebagainya seperti sastra atau catatan-catatan budaya lainnya. Dengan demikian, guru-guru yang juga menulis buku pelajaran sekolah dapat memasukkan berbagai materi yang sesuai ke dalam buku agar bisa dibaca siswa maupun khalayak. Dalam penulisan sejarah Angkola Mandailing dilakukan pertama oleh Willem Iskander, Lantas bagaimana dengan yang lain setelah Willem Iskander memulainya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Penyelidikan Awal Sejarah Angkola Mandailing; Willem Iskander dan Para Anak Didik yang Menjadi Guru

Setelah tiga tahun bertugas sebagai pejabat Asisten Residen Angkola Mandailing yang berkedudukan di Panjaboengan, TJ Willer membuat laporan memorinya selama bertugas di afdeeeling Angkola Mandailing yang diterbitkan pada tahun 1846. Memori ini berisi berbagai aspek yang dapat diamati dan dipelajari yang dapat digunakan oleh para pejabat-pejabat berikutnya. Isinya terbilang semua aspek, pemerintahan tradisional, soal pembanguna pertanian dan aspek-aspes sosial budaya penduduk seperti adat, ilmu dan pengetahuan. Memori ini pada masa ini dapat dikatakan sebagai catatan yang terbilang lengkap tentang awal sejarah Angkola Mandailing pada awal kehadiran orang Eropa.

Satu yang terbilang penting dalam memori ini adalah TJ Willer merekomendasikan kepada pemerintah provinsi untuk mendirikan sekolah-sekolah di afdeeling Angkola Mandailing. TJ Willer mengacu pada tahun 1846 oleh Residen Padangsche Bovenlanden telah mengintroduksi pendidikan aksara Latin. Rekomendasi itu tampaknya disambut baik oleh para pemimpin lokal. Oleh karena itulah penyelenggaraan pendidikan aksara Latin segera dimulai. Seperti disebut di atas, pada tahun 1854 sudah ada dua lulusan sekolah di Afdeeeling Angkola Mandailing yang diterima untuik studi kedoktrab di Batavia.

AP Godon yang sebelumnya Controeleur di Singkil dan Bondjol diangkat sebagai Asisten Residen Afdeeling Mandailing pada tahun 1848 segera menyelenggarakan pendidikan, yang sudah tentu karena melihat rekomendasi yang ditulis oleh pendahulunya. Saat dua lulusan sekolah dasar melanjutkan studi kedokteran ke Batavia, salah satu lulusan sekolah dipekerjakan AP Godon di kantor Asisten Residen di Panjaboengan sebagai penulis. Penulis yang dimaksud adalah Sati Nasution alias Willem Iskander yang di tahun 1862 telah mendirikan sekolah guru di kampong Tanobato di ondersfdeeling Mandailing.

Sekolah guru Willem Iskander ini menjadi dikenal l;uas di seluruh Hindia Belanda. Hal itu bermula ketika Inspektur Pendidikan JA van der Chjis berkunjung ke Angkola Mandailing pada tahun 1865. Dalam kunjungannya ini mendapat kesan yang baik dan menyampaikan pujiannya bahwa sekolah guru Willem Iskander dapat dikatakan sebagai sekolah guru terbaik di seluruh Hindia Belanda. Catatan bahwa pada saat itu sebenarnya baru ada tiga kweekschool di Hindia Belanda yakni di Soerakarta didirikan tahun 1848 dan yang kedua didirikan di Fort de Kock pada tahun 1856. Boleh jadi pendirian sekolah guru di Fort de Kock menjadi satu motivasi Sati Nasution ingin studi ke Belanda untuk mendapat akta guru. Guru sekolah di Soeracarta dan Fort de Kock diasuh oleh guru Belanda (yang tentu saja lulusan sekolah guru di Belanda). Pada tahun 1866 sekolah guru Tanobato dinegerikan yang pada tahun yang sama sekolah guru keempat dibuka di Bandoeng. Anda bisa membayangkan pada saat itu dari puluhan Residentie, hanya tiga ibu kota residentie yang memiliki sekolah guru (Soeracarta, Fort de Kock dan Bandoeng), sedangkan Panjabioengan hanya setingkat ibu kota afdeeling (Angkola Mandailing) di Residentie Tapanoeli. Guru di sekolah guru Tanobato diajarkan oleh guru pribumi bersertifikat Eropa Willem Iskander Tentu saja Willem Iskander lebih tahu bagaimana mengajar dan materi asp yang perlu diajarkan kepada siswanya. Ini jelas bahwa sekolah guru Tanobato lebih unggul dalam banyak hal dibanding sekolah guru lainnya. Tampaknya sekolah guru di Tanobato berada di tangan orang yang tepat pada wilayah yang tepat. Willem Iskander sendiri dalam hal ini telah memulai renaisans di wilayah Angkola Mandailing

Penulisan sejarah Angkola Mandailing tidak hanya telah dimulai oleh TJ Willer (1846). Willem Iskander juga mulai menulis sejarah Angkola Mandailing. Di sekolah guru Tanobato juga diajarkan selain matematika, ilmu alam juga bahasa Melayu dan bidang sejarah dan geografi. Lulusan sekolah guru Willem Iskander ini yang diangkat menjadi guru juga mulaii menulis buku-buku pelajaran dan berbagai topik umum seperti buku cerita, buaku sejarah dan sebagainya. Dua lulusan sekolah guru Willem Iskander ini yang menaruh minat pada aspek budaya dan sejarah adalah Dja Mangantar dan Soetan Parlindungan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pemerhati Sejarah Berikutnya: Dja Endar Moeda dan Soetan Casajangan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: