Rabu, Juli 07, 2021

Sejarah Peradaban Kuno (65): Industri Gula 'Gulo Bargot' dan Pohon Enau di Angkola Mandailing; Industri Gula Tebu Cina di Jawa

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Peradaban Kuno di blog ini Klik Disini 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini

Lain padang, lain pula ilalangnya. Pangan, sandang dan papan biasanya seumur dengan usia penduduknya. Khusus untuk pangan, di Hindia Timur, sejak zaman kuno, pangan pokok adalah beras dan sagu. Di pedalaman berkembang teknik pertanian padi (eme). Sedangkan di wilayah pantai cendrung mengolah pangan pokok sagu dari pohon rumbia. Untuk bahan atap papan (rumah) dapat dibuat dari daun rumbia, tetapi sangat tidak bermutu jika dibuat dari jerami. Orang di pedalaman dapat membuat atap dari daun enau (sebagai pengganti daun kelapa). Namun atap yang paling bermutu (tahan lama) adalah ijuk dari pohon enau. Dalam hal ini padi dan enau orang Angkola Mandailing memiliki bahasa sendiri: eme dan bargot (yang berbeda dengan bahasa Melayu; Sanskerta).

Gula adalah kebutuhan pangan sekunder, tetapi menjadi sangat penting karena memperkaya bahan beras menjadi berbagai penganan (jajan) yang lain, seperti alame, sasagun dan itak. Gula diolah dari air nira pohon kelapa atau pohon enau. Di wilayah pedalaman, gula umumnya dibuat dari air nira pohon enau atau pohon aren, Penganan alame tampaknya merujuk pada nama eme (padi jenis tertentu: dahanon sipulut). Pohon bargot di pedalaman di Angkola Mandailing menjadi begitu penting seperti halnya eme. Dari pohon bargot senuanya dapat berguna: selain daun, ijuk dan air nira seperti yang disebut di atas, juga umbi (ube) dapat digunakan untuk bahan sayur, buahnya dapat dijadikan kolang-kaling, dan lidinya ijuk dapat dijadikan sebagai gerep (pensil untuk menulis dari tinta terbuat dari damar yang dicampur dengan air nira)..Tentu saja daun muda pohon borgot dapat dijadikan gaba-gaba (semacam janur tempat pesta). Last but not least: pelepah pohon borgot dapat dijadikan bahan untuk kebutuhan padati sarat-sarat dan tentu saja batang pohon enau juga dapat diekstrak menjadi bahan tepung baik untuk bahan kosmetik dan pakan ternak serta papan atau balok untuk bangunan. Satu hal lagi ijuk dapat dijadikan berbagai perlengkapan seperti tali, sapu ijuk, penyaring air dan lidi daun juga untuk sapu lidi. Teakhir akar pohon bargot dapat juga dijadikan bahan obat. Namun nilai komersil dari pohon bargot pada zaman kuno adalah ijuk dan gulo bargot.

Lantas bagaimana sejarah industri gulo bargot di Angkola Mandailing sejak zaman kuno? Seperti disebut di atas, eme dan bargot boleh jadi sudah seumur dengan penduduknya. Dengan kata lain tidak diketahui lagi sejak kapan bermula. Namun yang menjadi perhatian, bagaimana sejarah industri galo bargot ini? Sebab ketika kopi menjadi minuman yang menyenangkan dan menghangatkan, gulo bargot (gulo mera) ini menjadi penting sebagai pengganti gula putih (yang terbuat dari tebu). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pohon Aren dan Gulo Bargot di Angkola Mandailing

Tunggu deskripsi lengkapnya

Industri Gula Gulo Bargot sebagai Komoditi Perdagangan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar: