Surat kabar Pewarta Deli di Medan (1909-1946) |
Sutan
Parlindungan murid Willem Iskander
Sutan
Parlindungan adalah boleh jadi satu-satunya murid Willem Iskander yang jauh
merantau ke Medan. Sutan Parlindungan bersekolah di sekolah guru (kweekschool)
yang didirikan oleh Willem Iskander di huta Tanbobato, afdeeling Mandheling en
Ankola. Di sekolah guru ini, Willem
Iskander adalah satu-satunya guru yang juga merangkap sebagai kepala sekolah (direktur).
Sekolah guru ini dibuka tahun 1862 dan kemudian ditutup tahun 1874. Sutan
Parlindungan mengikuti sekolah guru asuhan Willem Iskander antara tahun-tahun
tersebut.
Afdeeling
Mandheling en Ankola menjadi bagian dari pemerintah colonial Belanda tahun
1833. Setelah berakhirnya perang Bondjol dan perang Pertibie tahun 1841
pemerintahan sipil dimulai di afdeeling Mandheling en Ankola dengan ibukota di
Panjaboengan. Pada tahun 1848 AP Godon diangkat sebagai asisten Residen yang
keempat. Istri AP Godon berinisiatif mendidik sejumlah anak-anak pribumi. Pada
tahun 1854 dua diantaranya, Si Asta dan Si Angan diterima di Docter Djawa
School di Batavia. Satu lagi anak didik istri AP Godon bernama Si Sati berinisiatif
untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Setelah melalui proses yang panjang dan
disetujui dewan (volksraad) di Batavia, Si Sati berangkat tahun 1857 bersama keluarga
AP Godon yang akan cuti ke Belanda. Si Sati Nasution yang telah mengubah
namanya menjadi Willem Iskander lulus dan mendapat sertifikat guru di Harlem
kembali ke kampong halaman tahun 1861. Willem Iskander tidak menjadi guru di
sekolah guru yang ada seperti Fort de Kock (dibuka 1856), tetapi berinisiatif
mendirikan sekolah guru di afdeeling Mandheling en Ankola tahun. Letak sekolah
yang dipilih di huta Tanobato (suatu daerah yang sejuk dipinggir jalan menuju
ke Natal). Kweekschool Tanobato secara resmi dibuka tahun 1862. Tiga tahun
berikutnya (1865), karena dianggap berkualitas, sekolah guru ini diakuisisi
pemerintah sebagai kweekschhol negeri. Dua tahun berikutnya (1867), sekolah
guru ini diapresiasi sebagai sekolah guru terbaik di Sumatra (juga telah
mengungguli Kweekschool Fort de Kock). Sekolah guru ini tidak hanya
menghasilkan lulusan yang baik tetapi juga menjadi guru-guru yang berdedikasi,
membangun sekolah dan juga menulis buku-buku pelajaran sendiri. Murid-murid
Willem Iskander mengikuti dirinya yang sejak tahun 1862 sudah menulis buku-buku
pelajaran. Buku-buku pelajaran yang ditulis oleh Willem Iskander dan juga
guru-guru eks muridnya yang diterbitkan di Padang dan Batavia. Untuk
mengkloning model sekolah guru di Tanobato ini, pemerintah colonial mengirim
guru-guru pribumi untuk studi ke Belanda yang dipimpin oleh Willem Iskander
(1875). Oleh karena itu Kweekschool Tanobato ditutup tahun 1874. Willem
Iskander juga mendapat beasiswa untuk mendapatkan akte kepala sekolah yang akan
direncanakan menjadi sekolah guru yang lebih besar yang akan dibuka di Padang
Sidempuan tahun 1879. Namun sayang, Willem Iskander dan guru-guru yang bersamanya
ke Belanda tidak kembali karena dilaporkan semuanya meninggal dunia karena alasan
yang berbeda-beda.
Sutan
Parlindungan setelah lulus Kweekschool Tanobato diangkat menjadi guru di
afdeeling Mandheling en Ankola. Sebagaimana Willem Iskander dan eks
murid-muridnya yang menjadi guru dan menulis buku pelajaran, Sutan Parlindungan
juga menulis buku. Salah satu buku yang ditulis Sutan Parlindungan adalah
berjudul Kitab Pengadjaran yang
diterbitkan di Batavia tahun 1883. Buku ini besar dugaan berisi metode
pengajaran (membuat kurikulum, teknik mengajar dan cara mengevaluasi). Dari
berbagai buku yang ditulis oleh Willem Iskander dan alumni Kweekschool Tanobato
hanya buku Sutan Parlindungan tersebut yang diberi judul dengan bahasa Melayu
(selebihnya dengan bahasa Mandailing/Angkola).
Buku
Kitab Pengadjaran tersebut besar
kemungkinan ditulis ketika Sutan Parlindungan sudah diangkat menjadi asisten guru
di Kweekschool Padang Sidempuan. Sutan Parlindungan diduga adalah Guru Batak
yang mengajar di Kweekschool Padang Sidempuan sebagaimana disebut MO
Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao (terbit 1864).
Kweekschool
Padang Sidempuan dibuka pada tahun 1879 dengan direktur pertama Mr. Harmsen.
Kemudian pada tahun 1885 salah satu guru Kweekschool Padang Sidempuan bernama
Charles Adrian van Ophuijsen diangkat diangkat menjadi direktur sekolah (yang
dijalaninya selama lima tahun). Selama sekolah guru kelas-A ini dibawah
direktur van Ophuijsen diapresiasi pemerintah sebagai sekolah guru terbaik di
Nederlandsch Indie (Hindia Belanda). Beberapa alumni terkenal dari sekolah guru
terbaik ini adalah: Dja Endar Moeda (Radja Persuratkabaran Sumatra, Pendiri
Pewarta Deli); Soetan Casajangan (mahasiswa kedua studi di Belanda, 1905 dan
pendiri Indische Vereeniging, 1908); Mnagaradja Salambuwe (editor Pertja Timor
di Medan 1902-1908); dan Soetan Martoewa Radja (ayah dari MO Parlindungan).
Pada
tahun 1891 Kweekschool Padang Sidempuan diberitakan di Batavia akan ditutup
karena anggaran pemerintah deficit. Alumni terakhir salah satu diantaranya
Soetan Martoewa Radja (lulus 1893). Untuk siswa yang belum lulus disarankan
untuk melanjutkan studinya ke Kweekschool Fort de Kock. Salah satu siswa yang
belum lulus tersebut adalah Mangaradja Salambuwe (anak Dr. Asta, siswa pertama
yang diterima di Docter Djawa School dari luar Jawa tahun 1854). Mangaradja
Salamboewe tidak meneruskan sekolahnya, tetapi melamar sebagai pegawai (schrijver)
di kantor Resident Tapanoeli di Sibolga. Sementara itu, guru-guru Kweekschool
Padang Sidempuan dipindahkan ke tempat lain. Sutan Parlindungan tidak
dipindahkan sebagai guru, tetapi diangkat menjadi wakil jaksa di Kotanopan.
De locomotief :
Samarangsch handels- en advertentie-blad, 14-03-1892: Diangkat, Inlandsch adjunct
Djaksa di Kerapatan Batang Toru, saat ini Inlandsch adjunct Djaksa di Kerapatan
Kotanopan, Si Janas gelar Mangaradja Parlindoengan’.
Java-bodee:
nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1896: ‘Dipindah
ke Sipirok Si Janas gelar Mangaradja Parlindoengan, Inlandsch adjunct Djaksa yang
saat ini di Kerapatan di Batang Toru’.
Sutan
Parlindungan pada saat itu nama lengkapnya adalah Si Janas gelar Mangaradja
Parlindoengan. Mangaradja Parlindoengan juga kerap disingkat menjadi Dja
Parlindoengan. Beberapa jaksa yang diangkat pada waktu itu adalah Si Mohamad
Ali gelar Radja Moelia, Si Ephraim gelar Soetan Goenoeng Toewa (kakek dari Amir
Sjarifoedin Harahap, Perdana Menteri RI). Jaksa-jaksa tersebut secara periodic mengalami
mutasi. Mangaradja Parlindoengan dan Soetan Goenoeng Toewa pernah bertugas
sebagai jaksa di Medan.
Sutan
Parlindungan menjadi editor Pewarta Deli
Beberapa
guru yang berasal dari afdeeling Padang Sidempuan (sebelumnya, 1905 bernama
afdeeling Mandheling en Ankola) yang menjadi editor surat kabar adalah (Mangara)Dja
Endar Moeda (Pertja Barat, 1897), Dja Endar Bongsoe (Pertja Barat, 1905),
Soetan Casajangan (Bintang Hindia dan Bintang Perniagaan di Belanda, 1909).
Mereka adalah alumni Kweekschool Padang Sidempuan. Mangaradja Salamboewe,
alumni Kweekschool Padang Sidempuan, meski tidak menjadi guru, tetapi penulis
di kantor residen lalu diangkat menjadi jaksa di Natal. Mangaradja Salamboewe
mundur sebagai djaksa dan merantau ke Medan lalu direkrut menjadi editor surat
kabar Pertja Timor (1902). Mereka ini adalah murid-murid Charles Adrian van
Ophuijsen.
Sutan
Parlindungan adalah kasus khusus (sangat langka). Sutan Parlindungan adalah
guru, bukan alumni Kweekschool Padang Sidempuan tetapi alumni Kweekschool
Tanobato. Sutan Parlindungan adalah teman sejawat Charles Adrian van Opuijsen (sesame
guru) di Kweekschool Padang Sidempuan.Itu berarti, senior Sutan Parlindungan
jauh lebih tua dari juniornya seperti Dja Endar Moeda dan Mangaradja
Salamboewe, namun semangat untuk berkiprah di jurnalistik tidak kalah dengan
para juniornya. Sutan Parlindungan awalnya bekerja sebagai redaktur di Pertja
Timor dimana yang menjadi kepala editor justru bekas anak didiknya di
Kweekschool Padang Sidempuan. Mangaradja Salamboewe setelah mundur dari jaksa
1901 menjadi editor di Pertja Timor, sementara Sutan Palindungan masih berdinas
sebagai jaksa. Besar kemungkinan setelah pension menjadi jaksa, Mangaradja
Salamboewe mengajak sang guru untuk menjadi redaktur di Pertja Timor. Meski
keduanya berbeda umur (beda generasi) namun keduanya memiliki pengalaman yang
sama (sekolah guru dan jaksa) dan juga memiliki semangat juang sama dalam soal keadilan.
Itulah Sutan Parlindungan.
Mangaradja Salamboewe
meninggal pada usia muda pada tanggal 28 Mei 1908. Sementara Sutan Parlindungan,
sang guru masih hidup dan justru baru memulai babak baru di bidang jurnalistik.
Sutan Parlindungan seperti yang akan kita lihat masih kuat di usia tua untuk
urusan jurnalistik ketika anak-anak didiknya sudah meninggal dunia: Mangaradja
Salamboewe (1908 dalam usia 35 tahun); Dja Endar Moeda (1926 dalam usia 64
tahun); dan Soetan Casajangan (1929 dalam usia 54 tahun).
Sutan
Parlindungan terus berjuang tapi kini di bidang jurnalistik. Dja Endar Moeda
pernah mengatakan (1898) bahwa pendidikan dan jurnalistik sama-sama penting,
keduanya sama-sama untuk mencerdasakan bangsa. Inilah kalau guru yang
berbicara. Dja Endar Moeda setelah terkena kasus delik pers di Padang (Pertja
Barat) lalu diuhukum cambuk dan diusir dari Padang lalu Dja Endar Moeda hijrah
ke Medan. Pada tahun 1909 Dja Endar Moeda mendirikan surat kabar Pewarta Deli.
Kemudian, Dja Endar Moeda digantikan oleh Panoesoenan gelar Soetan Zeri Moeda
(mantan guru, alumni Kweekschool Padang Sidempuan). Panoesoenan tahun 1915 juga
terkena delik pers lalu dihukum. Posisi Panoesoenan di Pewarta Deli kemudian
digantikan oleh Sutan Parlindungan.
Singkat
kata: Di dalam fase awal persuratkabaran (berbahasa Melayu) di Medan, para
mengasuhnya (editor) adalah koneksi dari Kweekschool Padang Sidempuan. Hal ini
dapat dipahami, ketika belum ada pribumi terpelajar di Medan, anak-anak Padang
Sidempuan yang mengisi kebutuhan tersebut, karena di Padang Sidempuan sudah
sejak 1879 sudah ada sekolah guru. Sutan Parlindungan bahkan sudah bersekolah
di sekolah guru Kweekschool Tanobato yang didirikan oleh Willem Iskander pada
tahun 1862. Sutan Parlindungan meninggal pada tahun 1934.
De Sumatra post, 13-06-1934 |
De Sumatra post,
13-06-1934: Watawan berbahasa Melayu meninggal dunia. Tokoh Terkenal. Pada usia
86 tahun kemarin sore setelah sakit singkat almarhum Mr Soetan Parlindoengan,
guru tua, sepuluh tahun yang lalu menjadi wartawan, seorang berpengaruh
terkenal dan di sekitar Medan. Setelah pension sebagai guru, Sutan
Parlindoengan terlambat dalam jurnalisme, dimana ia menjabat sebagai editor berikutnya
dari surat kabar Pewarta Deli. Ia meninggalkan Pewarta Deli dan kemudian menerbitkan Panjaran Berita. Almarhum juga
anggota Landraad Medan. Pemakaman akan berlangsung sore ini’.
Sutan
Parlindungan hidup sampai berumur 86 tahun, suatu usia sehat yang sangat tinggi
pada masa itu. Jika disebutkan umurnya 86 tahun pada saat meninggal di tahun
1934, itu berarti Sutan Parlindungan lahir pada tahun 1848 (pada saat asisten
residen AP Godon datang ke Mandheling en Ankola). Ketika Kweekschool Tanobato
dibuka pada tahun 1862 oleh Willem Iskander, Sutan Parlindungan berumur 14
tahun. Dengan memperhatikan usia Sutan Parlindungan dengan keberadaan
Kweekschool Tanobato antara 1862-1874, besar kemungkinan Sutan Parlindungan
adalah murid angkatan pertama dari Willem Iskander. Pada saat Kweekschool
Padang Sidempuan dibuka tahun 1879, Sutan Parlindungan adalah salah satu guru
di sekolah guru yang baru itu dan umurnya 31 tahun. Pada saat Sutan
Parlindungan menerbitkan bukunya Boekoe Pengadajaran tahun 1883 umurnya adalah
35 tahun. Pada saat Sutan Parlindungan menjabat editor Pewarta Deli pada tahun
1915 umurnya adalah 67 tahun, suatu umur yang sangat tua yang bekerja di bidang
jurnalistik. Itulah Sutan Parlindungan, seorang pejuang kawakan yang umur tidak
berlaku pada dirinya. Sutan Parlindungan boleh jadi jurnalis paling tua di masanya.
Sutan Parlindungan meninggal dunia dengan sangat terhormat.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar