Cikal
bakal institusi dewan (raad) di Medan adalah Gemeentefond. Dewan pertama yang
dibentuk adalah Afdeelingraad Deli berkedudukan di Medan. Jumlah anggota
sebanyak 21 orang yang mulai bersidang secara resmi 1 April 1906 yang diketuai oleh Asisten Residen. Kemudian
di dalam kota Medan dibentuk gemeeteraad tahun 1912 yang dalam perkembangannya
diketuai oleh walikota (burgermeester) tahun 1918 sehubungan dengan berubahnya
status kota Medan menjadi sebuah kota (gemeente).
Kota-kota lain di Sumatra’s Oostkust yang memiliki
gemeeteraad adalah Pematang Siantar, Bindjei, Tebing Tinggi dan Tandjong Balei.
Sedangkan di Residentie Tapanoeli, belum ada gemeenteraad. Yang ada adalah
afdeelingraad seperti Afdeelingraad Deli. Uniknya, dewan di Tapanoeli ini hanya
satu-satunya dan wilayah konstituenya hanya sebatas onderafdeeling. Dewan yang
ada di Residentie Tapanoeli itu terdapat di Onderfadeeling Angkola en Sipirok (yang berpusat di Padang Sidempuan). Jumlah anggota dewan sebanyak 23 orang (lebih banyak dari Afdeelingraad Deli
yang hanya berjumlah 21 orang).
Pada pemilihan umum untuk anggota dewan pusat
(Volksraad) di Batavia, pada tahun 1927 Sumatera dibagi menjadi empat dapil.
Selain dapil Province Sumatra’s Oostkust, Province Sumatra’s Westkust dan dapil
Zuid Sumatra, juga dibentuk dapil Noord Sumatra. Inilah awal pertama kali nama
Sumatera Utara (Noord Sumatra) muncul. Dapil Noord Sumatra terdiri dari
Residentie Tapanoeli plus Residentie Atjeh. Dalam perkembangan lebih lanjut
(pasca kemerdekaan RI), Noord Sumatra terdiri dari Tapanoeli, Atjeh dan
Sumatera Timur. Selanjutnya Atjeh dibentuk
menjadi satu provinsi sendiri, sementara Tapanoeli dan Sumatera Timur digabung
menjadi satu provinsi yang diberi nama Sumatera Utara—nama yang telah lama
melekat pada Tapanoeli (sejak 1927).
Radja Goenoeng, Pribumi Pertama Anggota Dewan Kota Medan
Pada tahun 1918 untuk kali pertama anggota dewan (gemeenteraad) Medan diangkat setelah melalui proses pemilihan (pilkada). Salah satu dari tiga orang non Eropa adalah Radja Goenoeng (De Sumatra post, 16-07-1918). Ini mengindikasikan bahwa Radja Goenoeng adalah orang pribumi pertama yang berasal dari Sumatera Utara yang duduk sebagai anggota dewan Kota Medan.
Jumlah non Eropa
pada tahun 1919 bertambah menjadi lima orang. Tambahan dua orang ini bukan
melalui pemilihan tetapi ditunjuk untuk menggantikan kursi orang Eropa. Salah
satu anggota dewan yang menggantikan tersebut adalah Mr. Alinoedin, hakim di
pengadilan Medan. Yang dikategorikan sebagai non Eropa adalah penduduk asli
(pribumi) dan orang Asia lainnya. Dalam perkembangannya
jumlah anggota dewan kota dari kalangan non Eropa di Medan menjadi enam orang.
Jumlah ini telah meningkat dua kali lipat jika dibandingkan jumlah anggota
dewan non Eropa pada tahun 1918
Dewan Kota (gemeeteraad) Medan sejak 1918 |
Dewan
Kota Medan sendiri dibentuk dan anggotanya diangkat pertama kali tahun 1912.
Hal ini sehubungan dengan dibentuknya Medan sebagai sebuah gemeente (kota) yang
resmi diberlakukan sejak tanggal 1 April 1909. Dengan dipromosikannya Medan
sebagai Gemeente (Kota), maka di Medan terdapat dua pusat pemerintahan: pemerintahan
kota dan pemeritahan afdeeling (kabupaten). Pemerintahan Kota (Gemeete)
dikepalai oleh seorang walikota (burgermeester) dan pemerintahan afdeeling
tetap dipimpin oleh Asisten Residen. Yang diangkat sebagai walikota pertama
adalah Baron Daniel Mackay dan Gemeenteraad menjadi dipimpin oleh Burgermeester.
Gemeenteraad sendiri adalah periode gemeeteraad yang ketiga sejak 1 April 1909.
Anggota dewan selama
periode 1912-1918 merupakan pengangkatan oleh pemerintah pusat di Batavia terhadap
sejumlah pemimpin yang relevan, seperti kepala kantor pemerintah, direktur perusahaan
perkebunan, lapten Cina dan Sultan. Mereka ini tampaknya tidak digaji, malah
sebaliknya anggota dewan tersebut justru diminta memberi kontribusi dalam
pembangunan kota (masih bersifat fisik).
Sebelum terbentuknya dewan kota
(gemeenteraad), institusi yang ada adalah Dana Kota (Gementeefond) termasuk di
dalamnya pimpinan Deli Mij dan Tjong A Fie sebagai anggota. Komisi Dana Kota
adalah suatu inisiatif pemerintah membentuk kepanitiaan untuk melibatkan swasta
dalam ikut berpartisipasi dalam pembangunan kota. Kepanitiaan ini terdiri dari
swasta dimana panitia dikepalai oleh Presiden (ibarat pada masa kini Komite
Sekolah). Presiden Dana Kota dalam hal ini adalah Resident.
Kepanitiaan ini mengumpulkan uang dari para
anggotanya untuk dianggarkan ke dalam berbagai pembangunan kota seperti
perbaikan jalan, drainasi, selokan dan lain sebagainya. Selain anggota
memberikan uang juga didorong untuk secara independen melakukan inisiatif
sendiri, seperti membangun taman, jalan, jembatan, hiasan kota dan sebagainya.
Komisi Dana Kota menjadi semacam embirio Dewan.
De Sumatra post, 19-04-1899 (Cremeentefonds): ‘pertemuan
diadakan 30 Maret 1899 di di rumah Presiden.. dilaporkan anggaran tahun 1898
sebesar 18 700 telah membnegkak sebesar 2500. Anggaran ini telah digunakan
untuk pembangunan gorong-gorong, drainase…inisiatif swasta sangat diharapkan..
Hcrckenrath pembangunan pasokan air, melalui filter pasir disaring air sungai
yang akan dipompa ke reservoir tinggi,.. penerangan jalan oleh Perusahaan
Listrik Medan.. Presiden menginformasikan niat anggota Tjong A Fie untuk
menyumbangkan taman kota antara kantor hoofdmantri dengan dan jembatan di atas Deli- sungai dekat
penjara polisi.’
Dana Kota (Gementeefond) kemudian berubah
menjadi Negorij-raad lalu namanya berubah menjadi Afdeelingsraad Pada tanggali
1 April 1906 anggota Afdeelingsraad secara resmi diangkat. Jumlahnya sebanyak 21
orang. Anggota non Eropa sebanyak empat orang yang merupakan pimpinan dari komunitas
masing-masing: Melayu, India, Tionghoa dan Karo dusun. Untuk komunitas Batak
diwakili oleh controleur untuk Sunggal.
De Sumatra post, 04-08-1905: Negorij-raad. pertemuan 24
Juli 1905 di rumah Presiden. Untuk 91 / jam Pertemuan dibuka, hanya Toengkoe
gede tidak hadir karena berkabung. Risalah pertemuan voige dibaca oleh
Secretaria yang kemudian ca disetujui. Kapten dan Mayor dana yang ditunjuk Cina
yang akan digunakan untuk menutupi biaya rumah sakit Cina, yang saat ini rumah
lebih dari 200 pasien yang dirawat. permintaan kapten akan diizinkan dengan
ketentuan sebagai berikut: le. bahwa iv otorisasi harus menentukan bahwa hasil
yang akan selalu digunakan untuk kepentingan Cina rumah sakit. Kemudian bötunield
permintaan dari dokter hewan Gouveruements kepadanya oleh sejumlah NLG 100.
De Sumatra post, 13-03-1906. Delische Afdeelinggraad. Di
bawah dagteekeaing hari ini ditularkan kepada kita dari Weltevreden, yang
ditunjuk sebagai anggota efek nit Deli Chen Afdealingsraad dari 1 April 1906
Dari 21 anggota sehingga 11 petugas milik cabang yang berbeda dari layanan,
empat wakil dari Pribumi dan Timur Asing, yakni: Amaloedin, Toengkoe Besar dari
Deli, Datu Sri Lela Setia Raja, kepala Sapoaloeh Doawa Kota, Mohaoaad Alie,
Ketua det Klingaleezen, Tjong A Fie, kapten Cina di Medan, CLJD Kok, controller
untuk urusan Batak di Soenggal. Dari 1 April di akan ada keterbukaan dalam
penanganan urusan Delian
Pada tahun 1912 untuk menjadi anggota dewan
bagi orang Eropa harus melalui pemilihan. Untuk anggota pribumi dan timur asing
masih diwakili oleh para pemimpinnya. Pada tahun 1918 untuk menjadi anggota
dewan kota Medan bagi pribumi dilakukan dengan format baru: melalui pemilihan
(pemilu).Ini untuk kali pertama anggota dewan tidak lagi ditunjuk tetapi harus
bersaing melalui pemilihan. Para pemilih dibagi ke dalam kelompok Eropa,
pribumi dan timur asing. Untuk pemilih orang Eropa adalah syaratnya dewasa (17
tahun), tetapi untuk orang pribumi dan timur asing mensyaratkan calon pemilih
didasarkan pada criteria tingkat pendapatan tertentu. Jadi, tidak semua penduduk
dewasa orang pribumi dan timur asing sebagai pemilih.
Dewan di Kota-Kota
Lainnya
Preanger-bode, 01-02-1921 |
Di
Residentie Tapanoeli tidak terdapat gemeete. Dari sejumlah daerah yang ada, hanya
satu daerah (gewest) yang memiliki dewan, yakni di Onder afdeeling Angkola en
Sipirok. Jumlah anggota dewan sebanyak 23 orang. Mungkin ini sepintas agak
aneh, karena Sibolga sebagai ibukota Residentie Tapanoeli tidak terdapat dewan.
Bahkan dewan pada tingkat afdeeling di Afdeeling Padang Sidempuan tidak ada.
Sebagaimana diketahui Angkola en Sipirok hanyalah salah satu onderafdeeling
yang terdapat di Afdeeling Padang Sidempuan.
Kota Padang
Sidempuan bukanlah sebuah gemeete (Kota). Akan tetapi kota Padang Sidempuan
selain ibukota Afdeeling Padang Sidempuan, juga ibukota dari onderafdeeling
Angkola en Sipirok. Sedangkan Oostkust Sumatra adalah sebuah afdeeling. Ini berarti
pembentukan dewan tidak seragam dalam karakteristik. Sedangkan pembentukan
dewan di dalam gemeete (kota) bersifat seragam. Yang membedakan adalah jumlah
anggota dewan, semain besar sebuah kota semakin banyak jumlah anggota dewan.
Lantas
apa yang menjadi persyaratan (alasan) di dalam suatu kota (gemeente) atau daerah
(gewest) dibentuk sebuah dewan. Boleh jadi pertimbangannya hanya berdasarkan aspek
kebutuhan dan aspek ketersediaan (berdasarkan paradigm kolonisasi). Aspek
kebutuhan mengindikasikan kota atau daerah dibutuhkan suatu dewan untuk
menghasilkan payung hukum (semacam perda) yang akan digunakan oleh pemerintah setempat
(burgermeester atau asisten residen/Residen) karena besarnya resources yang ada
(jumlah penduduk, tingkat produksi dan level dinamika masyarakat). Aspek
ketersediaan mengindikasikan tersedianya figure intelektual yang mampu
mengusulkan produk-produk hukum. Ketersediaan dalam hal ini mencerminkan
keterwakilan konstituennya di dalam suatu dewan.
Sebagai contoh
kasus adalah kota Medan dan Onderafdeeling Angkola en Sipirok. Di Medan, figure
yang muncul dalam dewan antara lain, walikota, kepala PU, wakil perusahaan
perkebunan, pemimpin Tionghoa, wakil kesultanan, figure pribumi (yang berasal
dari tokoh pendidikan, kesehatan dan pengadilan. Sementara di onderafdeeling
Ankola en Sipirok, asisten residen, wakil perusahaan perkebunan, pedagang,
pemilik media, dan sebagainya.
Dari
karakteristik dewan berdasarkan konstituen tersebut, dapat disimpulkan bahwa
adanya dewan di suatu kota/daerah mengindikasikan tingkat dinamika masyarakat yang
tinggi (pada basis potensi resourccs). Dengan mengacu pada karakteristik
tersebut dapat dipahami mengapa onderafdeeling (kecamatan) Angkola en Sipirok
perlu dibentuk sebuah dewan.
Padang Sidempuan
adalah kota pertama di Sumatera Utara dan kota terbesar di Tapanuli. Di kota
ini fasilitas ekonomi, pendidikan dan kesehatan sudah tersedia. Sejumlah media
sudah muncul. Pergerakan orang dan barang terbilang tinggi. Warga kota sangat
dinamis, siswa-siswanya banyak yang sekolah tidak hanya di Batavia tetapi juga
ke luar negeri. Para terpelajar dan pengusaha yang berhasil dari kota ini sudah
tersebar di berbagai kota dan berbagai daerah. Hubungan antara perantau dengan kampong
halaman masih terbilang intens.
Anggota Dewan
Asal Padang Sidempuan
Radja
Goenoeng yang menjadi anggota pribumi dewan kota Medan adalah penilik sekolah
di Medan. Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng, alumni Kweekschool Fort de
Kock adalah seorang guru di berbagai tempat di Tapanoeli sebelum diangkat
menjadi penilik sekolah di Medan. Anggota dewan kota Medan setelah Radja
Goenoeng adalah Abdullah Lubis (Direktur Pewarta Deli), Abdul Hakim Harahap,
pejabat bea dan cukai di Medan, GB Josua (alumni Belanda, pemilik sekolah),
Soeleiman Hasiboean (pengusaha) dan Dr. Gindo Siregar (dokter).
Di
Pematang Siantar juga terdapat anggota dewan yang berasal dari Padang
Sidempuan, seperti Dr. Mohamad Hamzah Harahap (pejabat kesehatan dan anggota
dewan pribumi pertama), Madong Lubis (guru Normaal School) dan Soetan Martoewa
Radja (guru Normaal School). Sementara itu di Kota Tebing Tinggi terdapat
anggota dewan kota asal Padang Sidempuan seperti Soetan Batang Taris. Sedangkan
di kota Tandjong Balai terdapat Mangaradja Soangkoepon. Juga di kota Bindjai
terdapat anggota dewan yang berasal dari Padang Sidempoean.
Anggota dewan
yang berasal dari Padang Sidempuan juga terdapat di Minangkabauraad (Abdul Azis
Nasoetion), di Kota Surabaya (Dr. Radjamin Nasoetion).
Empat Anggota
Volksraad Berasal dari Padang Sidempuan
Pada
tahun 1924 untuk kali pertama di Volksraad wakil pribumi ditentukan melalui
pemilihan. Jumlah kursi untuk keseluruhan Sumatera hanya satu orang alias satu
kursi saja. Jumlah kandidat dari Padang Sidempuan terbilang cukup banyak, yakni: Dr. Abdoel Rasjid (dokter di Kotanopan), Mr. Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia (HIS Kotanopan), Mr. Mangaradja Soangkoepon (comm. BB Tandjong Balei), Dr. Abdul Hakim (dokter di Padang), Kajamoedin gelar Radja Goenoeng (schoolopz. Medan) (lihat De
Indische courant, 02-01-1924). Yang menjadi kandidat terpilih pada
‘pilkada’ pertama ini adalah Abdoel Moeis dari daerah asal Sumatra’s Westkust.
Pada
periode berikutnya, Sumatera mendapat jatah empat kursi di Volksraad.
Masing-masing satu kursi dari empat daerah pemilihan (dapil): Province Sumatra’s
Westkust, Zuid Sumatra (Residentie Palembang, Lampoeng dan Bengkoelen), Province
Sumatra’s Oostkust dan Nord Sumatra. Yang dimaksud Noord Sumatra dalam hal ini
adalah gabungan Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh. Ini untuk kali
pertama nama Nord Sumatra muncul sebagai suatu wilayah administrasi (pemilihan).
Di
dapil Province Sumatra’s Oostkust pada tahun 1927, anggota dewan kota (gemeeteraad)
Tandjoeng Balei, Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon mencalonkan
diri untuk Volksraad (di Batavia) mewakili dapil Oost Sumatra. Mangaradja
Soangkoepon, berhasil mengalahkan lawan-lawannya dan melenggang ke ‘Senayan’
(waktu itu di Pajambon). Sementara dari dapil Nord Sumatra yang terpilih adalah
Dr. Alimoesa Harahap yang berasal dari wilayah Residentie Tapanoeli, seorang pejabat
di Pematang Siantar. Ini dengan sendirinya, dua dari empat wakil dari Sumatera
berasal dari Padang Sidempuan.
Pada
tahun 1930 telah mulai dilakukan penjajakan untuk Volksraad periode berikutnya dari
daerah asal Tapanoeli. Sebelumnya yang mewakili Tapanoeli adalah Ali Moesa dari
Koeriabond. Oetoesan Sumatra mengabarkan bahwa kandidat yang ada saat ini
adalah Dr. Abdul Rasjid, M. Soangkoepon, anggota Volksraad (incumbent), Abdul
Azis Nasoetion, Direktur sekolah pertanian di Fort de Kock dan Mr. Alinoedin
Siregar, Ph.D di Buitenzorg. Dari nama-nama tersebut akhirnya anggota dewan
mewakili Tapanoeli adalah Abdul Rasjid, sementara Abdul Firman gelar Mangaradja
Soangkoepon mewakili dapil Sumatra Timur. Ini untuk kali kedua Mangaradja
Soangkoepon ke Pedjambon yang akan bergandengan tangan dengan Abdul Rasjid dari
dapil Nord Sumatra. Dr. Abdul Rasjid dan Mr. Mangaradja Soangkoepon adalah
abang-adik yang berasal dari Padang Sidempuan.
Pada
pertengahan Oktober 1934 akan dilakukan pemilihan anggota dewan untuk
Volksraads. Dalam fase penjaringan di wilayah Tapanoeli, terdaftar tiga orang
kandidat yakni. Abdul Firman (kini menjadi guru HIS di Padang Sidempuan),
Soetan Parlindoengan, demang di Kotanopan dan Radjamin Nasoetion, pegawai bea dan
cukai di Surabaya. Persatuan kuria masih menginginkan Ali Moesa yang menjadi
kandidat. Anggota Dewan Volksraad mewakili wilayah ini sebelumnya adalah Dr.
Andul Rasjid. Untuk pemilihan mendatang, nama Abdul Rasjid belum ada yang
mengusulkan. Namun pada ‘detik-detik terakhir’ muncul dan menguat dua kandidat
yakni Abdul Rasjid dan Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D.
Akhirnya yang menang mewakili Nord Sumatra di tahun 1935 adalah Abdul Rasjid.
Sementara, Abdul Firman Siregar gelar Maharadja Soangkoepon masih bisa bersaing
dan terpilih mewakili Sumatra Timur. Abdul Firman untuk periode ketiga dan
Abdul Rasjid untuk periode kedua di Volksraad.
Di Batavia,
proses penyusunan kelengkapan anggota dewan Volksraads terus diolah. Anggota
yang mewakili wilayah sudah final. Namun anggota dewan yang ditunjuk masih
terus berlangsung. Nama Todoeng gelar Soetan Goenoeng Moelia mengemuka di
Batavia. De Sumatra post, 16-05-1935 memberitakan nama-nama lengkap anggota
Dewan Volksraad dimana di dalamnya termasuk Todoeng gelar Soetan Goenoeng
Moelia.sebagai anggota dewan yang ditunjuk. Ini menunjukkan bahwa di Volksraad
terdapat tiga orang anggota dewan berasal dari Padang Sidempuan.
Pada
periode berikutnya wakil terpilih dari dapil Nord Sumatra adalah Dr. Abdul
Rasjid dan dari dapil Sumatra’s Ooskust adalah Mangaradja Soangkoepon. Periode
ini akhirnya periode terakhir Volksraad di era pemerintahan colonial Belanda.
Ini menunjukkan bahwa dua bersaudara tetap ke Pedjambon dan secara khusus
Mangaradja Soangkoepon adalah anggota dewan Volksraad seumur hidup dari dapil
Province Sumatra’s Oostkust. Pada periode terakhir (1938-1942) Todoeng gelar
Soetan Goenoeng Moelia tetap menuju Pendjambon. Last but not least: dari dapil
Oost Java muncul nama Radjamin Nasoetion ke Volksraad. Radjamin Nasoetion
(anggota dewan kota senior Kota Surabaya) merupakan anggota Volksraad pengganti
(recall). Dengan demikian, di Volkstraad pada periode terakhir sebelum perang,
terdapat empat anggota Volksraad yang berasal dari Padang Sidempuan.
Penutup
Pembentukan
suatu Dewan di Sumatera Utara secara resmi dimulai di Medan pada tahun 1912.
Anggota Dewan dipilih secara langsung bagi wakil pribumi baru dimulai tahun
1918. Anggota pribumi pertama yang terpilih adalah Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng.
Sedangkan anggota dewan pusat (Volksraad) dari Sumatera Utara yang pertama kali
terpilih (1927) adalah Dr. Alimoesa Harahap dari dapil Noord Sumatra (Tapanolei
plus Atje) dan Mr. Mangaradja Soeangkoepon dari dapil Sumatra’s Oostkust.
Keduanya berasak dari Padang Sidempuan. Pada tahun ini (1927) nama Noord
Sumatra diperkenalkan.
*Dikompilasi
oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar