Siapa
Abdullah Lubis? Abdullah Lubis memiliki sejarah yang panjang dan lengkap di
Medan. Nama Abdullah Lubis muncul kali pertama sebagai redaktur Benih Mardeka
(1916). Abdullah Lubis kemudian menjadi bagian dari Pewarta Deli, mulai dari
redaktur hingga menjadi pemimpin perusahaan. Ketika popularitasnya meningkat,
Abdullah Lubis terpilih dalam ‘pilkada’ untuk menjadi anggota dewan
(gementeeraad) Medan (1920).
Abdullah Loebis ke Jepang (1933) |
Dalam pilkada 1931,
Abdullah Lubis kalah bersaing dengan rekannya Dr. Ma’moer Al Rasjid di putaran
akhir pemilihan. Abdullah Lubis yang sudah satu dasawarsa di dewan memerlukan
tenaga baru. Dr. Ma’moer Al Rasjid Nasution menjadi prioritas penduduk karena
kala itu tingkat kesehatan masyarakat lagi memburuk. Yang sudah lebih dahulu
terpilih adalah Abdul Hakim dan GB Josua
Parada Harahap di Batavia telah menjadi tokoh sentral dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan. Pada tahun 1927 Parada Harahap telah berhasil menyatukan semua organisasi-organisasi pribumi (ketua M. Husni Thamrin dan sekretaris Parada Harahap) dan menggagas diadakannya Kongres Pemuda tahun 1928 dimana Parada Harahap sebagai pembina. Dengan mulai besatunya pribumi, Parada Harahap yang telah memiliki tujuh surat kabar di Jawa mencoba memprovokasi pemerintahan kolonial Belanda untuk berkunjung ke Jepang.
Parada Harahap di Batavia telah menjadi tokoh sentral dalam perjuangan mendapatkan kemerdekaan. Pada tahun 1927 Parada Harahap telah berhasil menyatukan semua organisasi-organisasi pribumi (ketua M. Husni Thamrin dan sekretaris Parada Harahap) dan menggagas diadakannya Kongres Pemuda tahun 1928 dimana Parada Harahap sebagai pembina. Dengan mulai besatunya pribumi, Parada Harahap yang telah memiliki tujuh surat kabar di Jawa mencoba memprovokasi pemerintahan kolonial Belanda untuk berkunjung ke Jepang.
Pada
tahun 1932 Parada Harahap berinisiatif ‘merekrut’ sejumlah tokoh revolusioner muda Indonesia.
Awalnya Parada Harahap mengajak Soekarno, namun berhalangan karena masih sibuk
mempersiapkan diri (teori politik) di Club Studi di Bandung. Untuk menggantikan
posisi akademisi Parada Harahap berhasil mengajak Mohamad Hatta (yang tengah
mempersiapkan kepulangan ke tanah air setelah selesai studi di Belanda). Untuk
posisi wartawan, Parada Harahap sudah memiliki nominator kuat yakni Abdullah
Lubis. Lalu pada Desember 1933 tujuh orang pertama Indonesia berangkat ke
Jepang yang dipimpin Parada Harahap (termasuk di dalamnya Abdullah Lubis dan
Mohamad Hatta). Di Jepang, pers setempat menjuluki Parada Harahap sebagai The
King of Java Press.
Sepulang dari
Jepang, rombongan tidak langsung ke Batavia karena khawatir diciduk sebab keberangkatan
ke Jepang membuat orang-orang Belanda (termasuk pers) gerah. Rombongan turun di
Surabaya (dan cukup lama berdiam di kota ini (wait and see) sambil mempelajari
situasi di Batavia). Yang menjadi tuan rumah di Surabaya adalah Dr. Radjamin
Nasution, anggota dewan kota Surabaya. Pada tahun 1927, Dr. Radjamin Nasution berperan penting
melobi Boedi Oetomo melalui Dr. Soetomo untuk bergabung ke dalam organisasi trans
nasional. Dr. Radjamin Nasution dan Dr. Soetomo adalah berteman akrab sejak
kuliah di STOVIA. Dr. Radjamin Nasution pernah bertugas di bea dan cukai Medan
dimana tahun 1926 Radjamin Nasution menyatukan semua klub sepakbola pribumi menjadi wadah sendiri sebagai perserikatan dengan nama Deli Voetbal Bond. Dengan begitu: di Surabaya terjadi reuni tiga ‘anak
Medan’ (Harahap, Lubis dan Nasution) yang sama-sama revolusioner untuk
memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan.
Di Medan, untuk anggota dewan kota, Abdullah Lubis sudah dianggap terlalu tua, apalagi Abdullah Lubis sudah menjadi anggota dewan sejak 1920. Pada pilkada tahun 1934, dua incumbent didampingi oleh pendatang baru Adinegoro yang telah menyingkirkan incumbent Tengkoe Dzulkarnaen. Incumbent tersebut: Abdul Hakim (pejabat bea dan cukai, penerus Dr. Radjamin Nasution) dan GB Josua (pemilik sekolah swasta Josua Instituut. Sedangkan new comer Adinegoro adalah editor Pewarta Deli (yang mana sebagai direktur Abdullah Lubis). Abdul Hakim dan GB Josua keduanya berasal dari Padang Sidempuan (Abdul Hakim kelak menjadi Residen Tapanoeli dan Gubernur Sumatra Utara yang ketiga). Komposisi anggota dewan pribumi dari lima orang empat berasal dari Tapanoeli ditambah satu orang dari Minangkabau (Melayu tidak terwakili lagi)
Di Medan, untuk anggota dewan kota, Abdullah Lubis sudah dianggap terlalu tua, apalagi Abdullah Lubis sudah menjadi anggota dewan sejak 1920. Pada pilkada tahun 1934, dua incumbent didampingi oleh pendatang baru Adinegoro yang telah menyingkirkan incumbent Tengkoe Dzulkarnaen. Incumbent tersebut: Abdul Hakim (pejabat bea dan cukai, penerus Dr. Radjamin Nasution) dan GB Josua (pemilik sekolah swasta Josua Instituut. Sedangkan new comer Adinegoro adalah editor Pewarta Deli (yang mana sebagai direktur Abdullah Lubis). Abdul Hakim dan GB Josua keduanya berasal dari Padang Sidempuan (Abdul Hakim kelak menjadi Residen Tapanoeli dan Gubernur Sumatra Utara yang ketiga). Komposisi anggota dewan pribumi dari lima orang empat berasal dari Tapanoeli ditambah satu orang dari Minangkabau (Melayu tidak terwakili lagi)
Pada
tahun 1935 Abdullah Lubis memperkuat persatuan karena di Medan sendiri masyarakat
terbelah dan terdapat dua paksi (pro Belanda dan kontra Belanda). Abdullah
Lubis mengajak Dr. Pirngadi (anak Banten) dan kemudian diperkokoh organisasi Taman
Persahabatan. Susunan pengurus organisasi multi etnik ini adalah sebagai berikut: Ketua, Dr. Pirngadi (kelahiran Banten), Wakil ketua: Abdullah
Lubis, Sekretaris: Mohamad Joesoef (asal Minangkabau) dan Madong Lubis (mantan guru dan mantan
anggota dewan kota Pematang Siantar). Lalu perjuangan trans nasional di Medan
dimulai.
Dua lagi ‘anak
Medan’ dalam urusan ‘bernegara’ ini adalah SM Amin dan Amir Sajarifoedin, yang
dalam Kongres Pemuda 1928 SM Amin (mahasiswa Rechschool) duduk sebagai anggota
panitia dan Amir Sjarifoedin (mahasiswa Rechtschool) duduk sebagai bendahara.
Kedua pemuda revolusioner tersebut kebetulan asal Padang Sidempuan kelahiran Medan dan Kotaradja. Pada saat itu
Parada Harahap adalah ketua Kadin pribumi di Batavia. Dalam kongres itu lagu
Indonesia Raya diperdengarkan, karya WR Supratman (teman dekat Parada Harahap,
mantan editor kantor berita Alpena yang didirikan dan dipimpin oleh Parada Harahap). Ini mengindikasikan Abdullah
Lubis, Parada Harahap dan Radjamin Nasution adalah tiga tokoh utama dalam
memperjuangkan kemerdekaan poros Medan, Jakarta dan Surabaya. Amir dan Amin sebagai tokoh pemudanya. Untuk sekadar
diketahui saja: Parada Harahap adalah mentor dari tiga tokoh revolusiner
generasi kedua: Soekarno, Hatta dan Amir. Di dalam sistem yang terhubung ini,
tokoh sentral Parada Harahap sangat special. Demikian juga dengan Abdullah
Lubis, sangat special di Medan. Tentu saja Radjamin sangat spesial di Surabaya (kelak menjadi walikota pribumi pertama di Surabaya)..
Abdullah Lubis adalah salah satu guru-guru dari Padang Sidempuan yang dipindahkan dari Residentie Tapanoeli ke Medan dan Sumatra's Oostkust. Abdullah Lubis adalah ketua Sarikat Goeroe-Goeroe di Medan. Ketika diadakan Rapat Umum di Medan tahun 1916, salah satu keputusan adalah membentuk media perjuangan yang kemudian diterbitkan Benih Mardeka. Para pengasuh media perjuangan ini adalah Mohamad Samin dan Mohamad Joenoes dari SI dan Abdullah Loebis dari SG. Penilik sekolah waktu itu adalah Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng yang cakupan tugasnnya selain Medan juga seluruh Sumatra's Oostkust. Radja Goenong pada tahun 1918 (ketika diterapkan pertama kali pilkada) terpilih menjadi anggota pribumi untuk dewan kota (gementeeraad) Medan. Radja Goenoeng kelahiran Hoetarrimbaroe Padang Sidempoean adalah anggota dewan kota pribumi yang pertama (lewat pemilihan langsung). Pada tahun 1920 kuota pribumi ditambah yang mana yang terpilih adalah Abdullah Lubis.
Setelah masuknya investor baru, dalam perkembangannya surat kabar Benih Mardeka menjadi ‘layu sebelum berkembang’. Sementara, surat kabar Pewarta Deli (yang terbit kali pertama 1910) yang awalnya berada pada jalur mainstream bergeser lebih revolusioner (di bawah pimpinan Abdullah Lubis)..
Setelah masuknya investor baru, dalam perkembangannya surat kabar Benih Mardeka menjadi ‘layu sebelum berkembang’. Sementara, surat kabar Pewarta Deli (yang terbit kali pertama 1910) yang awalnya berada pada jalur mainstream bergeser lebih revolusioner (di bawah pimpinan Abdullah Lubis)..
Het nieuws van
den dag voor Nederlandsch-Indie, 12-09-1923: ‘Ulang tahun surat kabar pribumi
berbahasa Melayu yang muncul di Medan, Benih Mardeha yang diterbitkan oleh NV.
Setia Bangsa (yang kini) di bawah direksi Tengkoe Badja Sabaroedin pada tanggal
31 Agustus tahun ini dirilis sejumlah kegiatan yang dihiasi oleh berbagai
potret termasuk anggota keluarga kerajaan dan otoritas administratif tertinggi
dan pemerintah SOK (Sumatra’s Oostkust), pelopor perkebunan Deli Cramer dan
Nienhuys’.
Tengkoe Radja
Sabaroedin dikabarkan meninggal dunia tahun 1924 dalam usia 63 tahun di Batavia
(De Sumatra post, 21-07-1924). Deze was in den Atjeh-oorlog bekend en verkreeg
de Militaire Willemsorde 4de kl. (De Preanger-bode, 23-07-1924).
Benih
Mardeka terkesan berkolaborasi dengan pihak-pihak yang yang dulu menjadi seteru
dari Benih Mardeka.
Untuk anggota dewan pusat (Volksraad) baru pada tahun 1920 Sumatra terwakili. Pada saat pertama pilkada Sumatra ini hanya dibuat satu dapil dan satu orang perwakilan. Pada tahun 1924 kuota Sumatra ditambah menjadi empat dapil masing-masing satu orang, yakni dapil: Sumatra's Westkust, Zuid Sumatra, Sumatra's Oostkust dan Noord Sumatra (Residentie Tapanoeli en Residentie Atjeh). Yang terpilih untuk wakil Noord Sumatra adalah Dr. Alimoesa, sedangkan untuk Sumatra's Oostkust yang terpilih adalah Mr. Abdul Firman. Kedua anggota Volksraad ini berasal dari kampung yang sama: Alimoesa Harahap (alumni Buitenzorg) dari huta Batoenadoea dan Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon (alumni Leiden) dari huta Panjanggar di Padang Sidempoean. Untuk periode berikutnya yang terpilih dari Noord Sumatra adalah Dr. Abdul Rasjid (alumni STOVIA), sedangkan dari Sumatra's Oostkust yang terpilih incumbent Abdul Firman. Kedua abang-adik ini sejak itu hingga berakhirnya pemerintahan kolonial Belanda selalu terpilih ke Pedjambon (kini di Senayan). Dua anak Padang Sidempuan yang pernah berada di Pedjambon adalah Dr. Radjamin Nasoetion (alumni STOVIA) dari dapil Oost Java pada tahun 1938 dan Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (alumni Leiden) dari dapil Batavia sejak 1934.
Abdullah Lubis telah melakukan banyak hal
sejak terpilih menjadi anggota dewan kota Medan tahun 1920 hingga tahun 1930.
Pada tahun 1929 Abdullah Lubis sebagai direktur Sarikat Tapanoeli yang
menerbitkan Pewarta Deli. Pada tahun 1936 Abdullah Lubis dilengserkan di
Sarikat Tapanoeli karena dianggap tidak memberikan keuntungan bagi pemegang
saham. Namun Abdullah Lubis menggugat perusahaan bahwa hal itu karena
kebijakannya telah memberikan gaji yang lebih baik kepada para karyawan. Seperti
diketahui bahwa sebelum berangkat ke Jepang, Abdullah Lubis menjadi fasilitator
Partai Nasional di Medan yang mana Abdullah Lubis sempat disidangkan dalam
kasus delik pers. Dalam kasus itu editornya Hasanoel Arifin dilarang pemerintah
untuk menjadi editor Pewarta Deli (Abdullah Lubis merekrut Adinegoro sebagai
penggantinya). Abdullah Lubis meninggal dunia tanggal 11 Agustus 1938 telah
lama menderita penyakit perut.
Sejarah Marah Halim Cup (15): Parada Harahap, Pers dan Sepakbola, Pertja Barat vs Pertja Timor, Pewarta Deli vs Sinar Deli, Benih Mardeka vs Sinar Merdeka
Bag-6. Sejarah Tapanuli: Sejarah Pers Tapanuli, Raja-Raja Persuratkabaran di Padang, Medan, Jakarta dan Bandun
Sejarah Kota Medan (21): Abdul Hamid Lubis, Mentor Adam Malik; Pemuda Paling Revolusioner yang Mendahului Soekarno
Mochtar Lubis: The Musketeer in International Press; Penghargaan yang Diterima dari Negara Hanya Sebatas Penjara
Simpang Siur Sumpah Pemuda, Ini Faktanya (4): Analisis yang Keliru dan Hasil Analisis yang Seharusnya; Sukarno dan Hatta Menghormati Parada Harahap
Bapak Pers Indonesia: Dja Endar Moeda, Kakek Pers Nasional dan Parada Harahap, Cucu Pers Nasional
Sejarah Kota Medan (44): Orang-Orang Jepang di Medan Sejak 1900; Mendapat ‘Teman Duduk’ Selama Pendudukan Jepang
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber lama tidak disebut lagi kecuali sumber baru. Untuk sumber lama dapat ditelusuri dalam berbagai artikel di dalam blog ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar