Sambut Gubernur Jenderal de Graeff di Padang Sidempuan, 1928 |
Sehubungan dengan semakin berkembangnya
koridor Sibolga-Batang Toru dan Angkola di bidang perkebunan, memungkinkan
untuk wacana meningkatkan arus barang dan orang dengan menambah moda
transportasi kereta api. Usulan ini sudah masuk ke Dewan di Batavia. Dulu
pembangunan jembatan Batang Toru dikritik, lalu industri perkebunan di Batang
Toru menjawabnya. Kini, usulan pembangunan transportasi kereta api apakah akan
disetujui dewan? Kita lihat saja nanti.
Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 23-12-1919
(Anggaran): ‘..Item berikutnya adalah pengaturan pengeluaran Nederlandsch-Indie
untuk tahun 1920, dalam mendukung pembangunan kreta api di Noord Cheribon dari Tjiteureup ke Madjalaja (Preanger
Regency) dan Sibolga via Batang Taroe ke Padang Sidempoean (Tapanoeli).
Industrialisasi perkebunan di Batang Toru,
juga menyebabkan jumlah orang Eropa semakin bertambah di Batang Toru. Kini controleur
LCJ Rijsdijk tidak sendirian lagi di Batang Toru sebagaimana pernah dialami
koleganya, controleur Batang Toru yang pertama) Orang Eropa ini terdiri dari
berbagai bangsa seperti Swis, Jerman, tentu saja Belanda dan lain sebagainya. Mereka
ini umumnya para planter ditambah dengan pegawai pemerintah yang secara social tergabung
dalam suatu klub atau perkumpulan sosial. Klub Batang Toru ini memiliki cabang
olahraga terkenal yakni panahan dan menembak. Jumlah peminat menembak sebanyak
40 orang yang merupakan 75 persen dari anggota klub. Banyaknya peminat menembak
ini, klub terpaksa membuat dua tim yang diberi nama brigade „boven de
brug" dan brigade „beneden de brug" (lihat De Sumatra post, 10-02-1920).
Sebagaiman
Residentie Tapanoeli yang sudah mulai terhubung dengan Sumatra’s Ooskust, maka
para planter dan penduduk (seperti Angkola dan Batang Toru) akan semakin dekat
dengan kota Medan. Selama ini untuk ke Medan harus melalui Batavia dengan
kapal. Dengan adanya layanan umum trayek Medan-Padang maka perjalanan coast to
coast (east-west) akan semakin banyak penduduk, wisatawan, pemerintah dan para
planter yang singgah di Sibolga, Batang Toru, Padang Sidempuan dan Kotanopan
(tempat-tempat ini terdapat pesanggrahan).
De Sumatra post,
02-03-1920: ‘Aneta melaporkan pada pembukaan layanan mobil (trayek) antara
Medan dan Padang. Dari Medan ke Pematang Siantar lalu Prapat. Di kota wisata
ini mobil harus dinaikkan ke kapal (RotterJamschen Lloyd) melalui danau Toba ke
Balige (bisa menampung dua mobil) selama dua jam. Lalu dari Balige dilanjutkan
ke Sibolga (terdapat hotel). Selain di Batang Toru dan Padang Sidempuan juga
terdapat pesanggrahan yang memadai di Kotanopan. Kemudian perjalanan menuju
Fort de Kock (terdapat hotel) dan selanjutnya ke Padang. Seluruh jarak 900 Km
dan sekarang harga relatif rendah (jika dibandingkan lewat Batavia). Untuk
wisata Medan-Padang sebesar f230 ditambah biaya akomodasi sekitar f100,
sehingga secara total pp f550, salah satu wisata terbaik di Nederlandsch Indie.
Resident Tapanoelie, Mr. Vorstman, secara khusus menyambut baik untuk layanan
baru ini. Meski perjalanan yang sangat panjang namun sangat baik. Selama
diperjalanan harus tetap hati-hati karena jumlah tikungan termasuk banyak
tikungan tajam bahkan antara Balige dan Sibolga jumlahnya mencapai 1700 buah.
Terdapat pesanggrahan di Onan-Dolok, KM 104. Pengemudi harus menghentikan di
sini dan penumpang bisa turun dan jalan setapak ke titik dimana salah satu yang
yang menakjubkan terlihat indah di seluruh Teluk Tapanoelie. Di Sibolga
terdapat hotel yang baik dengan tariff f50 per tempat tidur. Lalu jarak dari
Sibolga ke Kotanopan adalah 205 Km yang mana sampai Batang Taroe jalan baik
seperti datar dan memberikan pemandangan laut. Kemudian naik turun hingga ke Padang
Sidempoean jalan yang kurang bagus, tapi masih memadai. Kemudian harus turun
kembali ke Kotanopan. Di sini terdapat pesanggrahan dengan 4 kamar tidur. Kota
ini sendiri sangat kecil. Controller adalah satu-satunya orang Eropa. Lalu
dilanjutkan ke Fort de Kock (hotel yang sangat sangat baik serta kamar dan meja
yang sangat baik). Iklim yang sejuk dan alam yang cantik. Selanjutnya ke Padang dalam dengan panorama sepanjang
jalan. Inilah wisata terbaik di Sumatra jika perjalanan dilakukan dengan mobil. Seluruh perjalanan akan tampak
seperti mimpi’.
Keutamaan
Batang Toru di Tapanoeli tidak hanya keindahan jembatannya tetapi juga Batang
Toru adalah pusat industri perkebunan di Tapanoeli. Batang Toru merupakan pionir
dalam perkebunan karet dimana sebelumnya perkebunan di Batang Toru dan
sekitarnya masih membudidayakan kopi dan tanaman-tanaman ekspor lainnya. Oderneming
Hapesong dan Batang Toru adalah yang
tertua (sejak 1908) untuk perkebunan karet. Perusahaan-perusahaan yang berbasis
di Batang Toru juga adalah perusahaan-perusahaan besar.
Nieuwe
Rotterdamsche Courant, 04-07-1920: ‘perkebunan karet di Tapanoeli tertua pertama kali dibuka di Hapesong dan Batang
Taroe. Perkebunan ini awalnya mengusahakan kelapa dan kopi. Perkebunan yang
berada di jalan pos Padang Sidempuan-Sibolga ini berpusat di Batang Toru.
Himpunan pengusaha karet Tapanoeli Plantersvereeniging berada di Batang Toru.
Perusahaan-perusahaan besar antara lain: NV de Caoutschouo Plantage Mij,
Tapanoeli; NV. Sumatra Caoutschouo Plantage Mij, Rotterdam Tapanoeli C. Mij,
Sibolga Caoutschouo Plantage Mij, Amsterdam Tapanoeli Rubber Cy, Tapanoeli Mij.
Produk perkebunan ini diangkut ke Sibolga dengan pedati dan truk. Setelah
selesai kereta api Tapanoeli maka akan memiliki lebih banyak moda
transportasi’.
Masa-masa
keuntungan perkebunan karet di Batang Toru dan sekitarnya sebenarnya belum lama
dicapai hingga datangnya resesi ekonomi (malaise). Seperti dilaporkan De
Sumatra post, 03-04-1922 bahwa malaise juga melanda perkebunan-perkebunan
pantai barat. Perusahaan harus melakukan pemotongan di sana sini seperti bonus
tidak dijanjikan lagi. Satu perusahaan dekat Padang Sidempuan (Pijorkoling atau
Simarpinggan?) terpaksa melakukan PHK terhadap administraturnya. Meski
demikian, beberapa kebun masih mempekerjakan para asisten dan administraturnya
dan kadang-kadang harus mengurangi lebih dari separuhnya.
Di
sisi pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap semua mata anggaran akibat
adanya malaise ini. Untuk beberapa daerah terjadi pengurangan anggaran. Namun
untuk pembangunan di Batang Toru juga terkena dampak serius dimana anggaran
untuk pembangunan jalan kereta api untuk tahun anggaran 1923 ditiadakan. Ini
sudah mulai tanda-tanda kemunduran dari kegiatan-kegiatan persiapan pembangunan
keretapi api Sibolga Padang Sidempuan yang telah memulai kegiatan studi dan
pengukuran. Selain ruas Sibolga-Padang Sidempuan, juga yang mengalami nasib
yang sama adalah SW Sulawesi, Noord Cheribon, Ratja Ekek, Citali dan Sumedang
dan Garut Tjkadjang. Ini dimaksudkan untuk upaya penghematan tahun 1923 (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 19-05-1922).
Dampak
berkelanjutan dari malaise adalah bahwa beberapa perusahaan mengalami bangkrut.
Beberapa perusahaan harus mengalihkan perusahaan atau plantation kepada
perusahaan lain atau investor baru. Hal ini diantaranya yang terjadi ketika
onderneming Pandoeroengan milik NV Holand Tapanoeli Cultuur Mij harus
mengalihkan kepada NV Amsterdam Tapanoeli Rubber Cultuur Mij (lihat De Sumatra
post, 17-09-1925). Pengaruh
krisis (malaise) juga terasa dalam berbagai aspek pembangunan. Boleh jadi dalam
hal ini pemerintah pusat di Batavia merasa perlu untuk membentuk dewan di beberapa daerah tertentu agar pembangunan terus berjalan. Berdasarkan keputusan Departemen Civiel tanggal 17
Agustus 1926 di onderafdeeling Ankola en Sipirok dibentuk Gewestelijke en
Plaatselijke Baden (semacam dewan) yang anggotanya mewakili berbagai golongan.
Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926: ‘Gewestelijke en Plaatselijke Baden. Pada tanggal 17 Agustus 1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok: golongan Belanda, G.H. van Nie1, adm. der onderneming Simarpinggan dan S. Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan, zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe, Soetan Josia Diapari, pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean, Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang Sidempoean.
Pada tahun 1928 diangkat anggota dewan
(menambhakan atau mengganti?) yakni JW Metz, wd. Administratour dari Sumatra
Caoutehoue Plantage Maatshappij di Batang Toroe. Sementara itu, banyak
cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dampak malaise, misalnya
departemen keuangan membuka kantor pegadaian antara lain di Padang Sidempoean,
Batang Taroe. Sibolga. Baroes. Taroetoong. Balige, Telokdalum. Goenoengsitoli
en Poelau Tello (Nieuwe Rotterdamsche Courant, 02-12-1928). Sementara itu untuk
membangkitkan semangat berusaha di kalangan para planter pengurus De V.v.A.I. D
juga melakukan kunjungan kepada para planter di Batang Toru.
De Sumatra post,
12-09-1929 Sekretaris-bendahara De V.v.A.I.
D., Mr. de Ruyter, Senin malam di klub Batang Taroe yang dihadiri sekitar 50
pekebun dari Tapanoeli, antara lain beberapa administrator, mengadakan ceramah
tentang perkembangan ekonomi secara umum dan serikat perdagangan, sambil
menunjukkan manfaat sosial dari gerakan serikat buruh. Beberapa pekebun hanya mengirim
perwakilan untuk menghadiri’.
Meski
resesi terjadi, seorang anak Batang Toru tidak harus patah semangat untuk memasuki
perguruan tinggi. Pada tahun 1931 Parlindoengan Loebis lulus ujian masuk Geneeskundige
Hoogeschool di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-12-1931). Pada tahun
1934 di Batang Toru dikabarkan telah meninggal seorang dokter terkenal Dr. P.
Thoden van Velzen (54 tahun). P. Thoden van Velzen dokter dari Central
Hospitaar dari Tapanoeli pelayanan rumah sakit Soemoeran dekat Batang Taroe. Sebuah
prosesi besar 20 mobil mulai bergerak ke pemakaman, yang terletak di onderneming
Batang Toru milik NV. Sumatra Caoutchouc Plantage Maatschappij. Selain warga
Tapanoeli, de resident van Tapanoeli, de controleur en gezaghebber van Padang
Sidempoean, vele inwoners van Sibolga en Padangsidempoean, waren alle in
Tapanoeli wonende planters met hunne dames aanwezig (De Indische courant, 18-09-1934).
Juga dikabarkan bahwa seorang administrator perkebunan meninggal dunia bernama
Assad Feller seorang Swiss yang bekerja di Pidjor Koling sebagai administrateur
der Sumatra Caoutchouc Plantage Maatschappij. Dimakamkan di Batang Toeu (De
Sumatra post, 11-03-1935).
Bersambung:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar