Selasa, Maret 22, 2016

Sejarah BATANG TORU (6): Batang Toru (Kembali) Menjadi Bagian dari Afdeeling Padang Sidempuan, Perkebunan Karet Meluas Hingga ke Pijor Koling



Sambut Gubernur Jenderal de Graeff di Padang Sidempuan, 1928
Batang Toru tidak hanya ‘menjembatani’ Padang Sidempuan dan Sibolga, tetapi Batang Toru juga telah menjadi pusat industri perkebunan di Tapanoeli. Hingga bulan Mei 1919 jumlah perusahaan perkebunan (onderneming) sudah mencapai angka 30 buah perusahaan di Tapanoeli dimana sebagian besar berlokasi di Batang Toru. Sebagian yang lain sudah ada yang membuka plantation di Angkola seperti di Simarpinggan dan di Pijorkoling (De Sumatra post, 29-04-1919). Perkebunan-perkebunan ini umumnya fokus mengusahakan tanaman karet.

Sehubungan dengan semakin berkembangnya koridor Sibolga-Batang Toru dan Angkola di bidang perkebunan, memungkinkan untuk wacana meningkatkan arus barang dan orang dengan menambah moda transportasi kereta api. Usulan ini sudah masuk ke Dewan di Batavia. Dulu pembangunan jembatan Batang Toru dikritik, lalu industri perkebunan di Batang Toru menjawabnya. Kini, usulan pembangunan transportasi kereta api apakah akan disetujui dewan? Kita lihat saja nanti.

Het Vaderland: staat- en letterkundig nieuwsblad, 23-12-1919 (Anggaran): ‘..Item berikutnya adalah pengaturan pengeluaran Nederlandsch-Indie untuk tahun 1920, dalam mendukung pembangunan kreta api di Noord  Cheribon dari Tjiteureup ke Madjalaja (Preanger Regency) dan Sibolga via Batang Taroe ke Padang Sidempoean (Tapanoeli).

Industrialisasi perkebunan di Batang Toru, juga menyebabkan jumlah orang Eropa semakin bertambah di Batang Toru. Kini controleur LCJ Rijsdijk tidak sendirian lagi di Batang Toru sebagaimana pernah dialami koleganya, controleur Batang Toru yang pertama) Orang Eropa ini terdiri dari berbagai bangsa seperti Swis, Jerman, tentu saja Belanda dan lain sebagainya. Mereka ini umumnya para planter ditambah dengan pegawai pemerintah yang secara social tergabung dalam suatu klub atau perkumpulan sosial. Klub Batang Toru ini memiliki cabang olahraga terkenal yakni panahan dan menembak. Jumlah peminat menembak sebanyak 40 orang yang merupakan 75 persen dari anggota klub. Banyaknya peminat menembak ini, klub terpaksa membuat dua tim yang diberi nama brigade „boven de brug" dan brigade „beneden de brug" (lihat De Sumatra post, 10-02-1920).


Sebagaiman Residentie Tapanoeli yang sudah mulai terhubung dengan Sumatra’s Ooskust, maka para planter dan penduduk (seperti Angkola dan Batang Toru) akan semakin dekat dengan kota Medan. Selama ini untuk ke Medan harus melalui Batavia dengan kapal. Dengan adanya layanan umum trayek Medan-Padang maka perjalanan coast to coast (east-west) akan semakin banyak penduduk, wisatawan, pemerintah dan para planter yang singgah di Sibolga, Batang Toru, Padang Sidempuan dan Kotanopan (tempat-tempat ini terdapat pesanggrahan).



De Sumatra post, 02-03-1920: ‘Aneta melaporkan pada pembukaan layanan mobil (trayek) antara Medan dan Padang. Dari Medan ke Pematang Siantar lalu Prapat. Di kota wisata ini mobil harus dinaikkan ke kapal (RotterJamschen Lloyd) melalui danau Toba ke Balige (bisa menampung dua mobil) selama dua jam. Lalu dari Balige dilanjutkan ke Sibolga (terdapat hotel). Selain di Batang Toru dan Padang Sidempuan juga terdapat pesanggrahan yang memadai di Kotanopan. Kemudian perjalanan menuju Fort de Kock (terdapat hotel) dan selanjutnya ke Padang. Seluruh jarak 900 Km dan sekarang harga relatif rendah (jika dibandingkan lewat Batavia). Untuk wisata Medan-Padang sebesar f230 ditambah biaya akomodasi sekitar f100, sehingga secara total pp f550, salah satu wisata terbaik di Nederlandsch Indie. Resident Tapanoelie, Mr. Vorstman, secara khusus menyambut baik untuk layanan baru ini. Meski perjalanan yang sangat panjang namun sangat baik. Selama diperjalanan harus tetap hati-hati karena jumlah tikungan termasuk banyak tikungan tajam bahkan antara Balige dan Sibolga jumlahnya mencapai 1700 buah. Terdapat pesanggrahan di Onan-Dolok, KM 104. Pengemudi harus menghentikan di sini dan penumpang bisa turun dan jalan setapak ke titik dimana salah satu yang yang menakjubkan terlihat indah di seluruh Teluk Tapanoelie. Di Sibolga terdapat hotel yang baik dengan tariff f50 per tempat tidur. Lalu jarak dari Sibolga ke Kotanopan adalah 205 Km yang mana sampai Batang Taroe jalan baik seperti datar dan memberikan pemandangan laut. Kemudian naik turun hingga ke Padang Sidempoean jalan yang kurang bagus, tapi masih memadai. Kemudian harus turun kembali ke Kotanopan. Di sini terdapat pesanggrahan dengan 4 kamar tidur. Kota ini sendiri sangat kecil. Controller adalah satu-satunya orang Eropa. Lalu dilanjutkan ke Fort de Kock (hotel yang sangat sangat baik serta kamar dan meja yang sangat baik). Iklim yang sejuk dan alam yang cantik. Selanjutnya  ke Padang dalam dengan panorama sepanjang jalan. Inilah wisata terbaik di Sumatra jika perjalanan dilakukan  dengan mobil. Seluruh perjalanan akan tampak seperti mimpi’.



Keutamaan Batang Toru di Tapanoeli tidak hanya keindahan jembatannya tetapi juga Batang Toru adalah pusat industri perkebunan di Tapanoeli. Batang Toru merupakan pionir dalam perkebunan karet dimana sebelumnya perkebunan di Batang Toru dan sekitarnya masih membudidayakan kopi dan tanaman-tanaman ekspor lainnya. Oderneming Hapesong  dan Batang Toru adalah yang tertua (sejak 1908) untuk perkebunan karet. Perusahaan-perusahaan yang berbasis di Batang Toru juga adalah perusahaan-perusahaan besar.



Nieuwe Rotterdamsche Courant, 04-07-1920: ‘perkebunan karet di Tapanoeli tertua  pertama kali dibuka di Hapesong dan Batang Taroe. Perkebunan ini awalnya mengusahakan kelapa dan kopi. Perkebunan yang berada di jalan pos Padang Sidempuan-Sibolga ini berpusat di Batang Toru. Himpunan pengusaha karet Tapanoeli Plantersvereeniging berada di Batang Toru. Perusahaan-perusahaan besar antara lain: NV de Caoutschouo Plantage Mij, Tapanoeli; NV. Sumatra Caoutschouo Plantage Mij, Rotterdam Tapanoeli C. Mij, Sibolga Caoutschouo Plantage Mij, Amsterdam Tapanoeli Rubber Cy, Tapanoeli Mij. Produk perkebunan ini diangkut ke Sibolga dengan pedati dan truk. Setelah selesai kereta api Tapanoeli maka akan memiliki lebih banyak moda transportasi’.

Masa-masa keuntungan perkebunan karet di Batang Toru dan sekitarnya sebenarnya belum lama dicapai hingga datangnya resesi ekonomi (malaise). Seperti dilaporkan De Sumatra post, 03-04-1922 bahwa malaise juga melanda perkebunan-perkebunan pantai barat. Perusahaan harus melakukan pemotongan di sana sini seperti bonus tidak dijanjikan lagi. Satu perusahaan dekat Padang Sidempuan (Pijorkoling atau Simarpinggan?) terpaksa melakukan PHK terhadap administraturnya. Meski demikian, beberapa kebun masih mempekerjakan para asisten dan administraturnya dan kadang-kadang harus mengurangi lebih dari separuhnya.

Di sisi pemerintah juga melakukan penyesuaian terhadap semua mata anggaran akibat adanya malaise ini. Untuk beberapa daerah terjadi pengurangan anggaran. Namun untuk pembangunan di Batang Toru juga terkena dampak serius dimana anggaran untuk pembangunan jalan kereta api untuk tahun anggaran 1923 ditiadakan. Ini sudah mulai tanda-tanda kemunduran dari kegiatan-kegiatan persiapan pembangunan keretapi api Sibolga Padang Sidempuan yang telah memulai kegiatan studi dan pengukuran. Selain ruas Sibolga-Padang Sidempuan, juga yang mengalami nasib yang sama adalah SW Sulawesi, Noord Cheribon, Ratja Ekek, Citali dan Sumedang dan Garut Tjkadjang. Ini dimaksudkan untuk upaya penghematan tahun 1923 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 19-05-1922).

Dampak berkelanjutan dari malaise adalah bahwa beberapa perusahaan mengalami bangkrut. Beberapa perusahaan harus mengalihkan perusahaan atau plantation kepada perusahaan lain atau investor baru. Hal ini diantaranya yang terjadi ketika onderneming Pandoeroengan milik NV Holand Tapanoeli Cultuur Mij harus mengalihkan kepada NV Amsterdam Tapanoeli Rubber Cultuur Mij (lihat De Sumatra post, 17-09-1925). Pengaruh krisis (malaise) juga terasa dalam berbagai aspek pembangunan. Boleh jadi dalam hal ini pemerintah pusat di Batavia merasa perlu untuk membentuk dewan di beberapa daerah tertentu agar pembangunan terus berjalan. Berdasarkan keputusan Departemen Civiel tanggal 17 Agustus 1926 di onderafdeeling Ankola en Sipirok dibentuk Gewestelijke en Plaatselijke Baden (semacam dewan) yang anggotanya mewakili berbagai golongan.
Bataviaasch nieuwsblad, 20-08-1926: ‘Gewestelijke en Plaatselijke Baden. Pada tanggal 17 Agustus 1926 diangkat menjadi anggota plaatselijken raad di ondcrafdeeling Angkola en Sipirok: golongan Belanda, G.H. van Nie1, adm. der onderneming Simarpinggan dan S. Radersma, adm. der onderneming Sigalagala; golongan penduduk lokal, Ma'moer Al Rasjid (Nasoetion), dokter di Padang Sidempoean, Peter Tamboenan, zendelingleeraar di Sipirok, Mangaradja Goenoeng, pedagang di Padang Sidimpoean, MJ Soetan Naga, pedagang di Batang Toroe; Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe,  Soetan Josia Diapari, pedagang di Padang Sidempoean, Mangaradja Dori, pedagang di Padang Sidimpoean, Dja Oloan, pedagang di Padang Sidempoean dan Hadji Mohamad Thaib, pedagang di Padang Sidcmpoean; golongan timur asing, Kim Hong Boh, pedagang di Padang Sidempoean.
Pada tahun 1928 diangkat anggota dewan (menambhakan atau mengganti?) yakni JW Metz, wd. Administratour dari Sumatra Caoutehoue Plantage Maatshappij di Batang Toroe. Sementara itu, banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi dampak malaise, misalnya departemen keuangan membuka kantor pegadaian antara lain di Padang Sidempoean, Batang Taroe. Sibolga. Baroes. Taroetoong. Balige, Telokdalum. Goenoengsitoli en Poelau Tello (Nieuwe Rotterdamsche Courant, 02-12-1928). Sementara itu untuk membangkitkan semangat berusaha di kalangan para planter pengurus De V.v.A.I. D juga melakukan kunjungan kepada para planter di Batang Toru.

De Sumatra post, 12-09-1929 Sekretaris-bendahara De V.v.A.I. D., Mr. de Ruyter, Senin malam di klub Batang Taroe yang dihadiri sekitar 50 pekebun dari Tapanoeli, antara lain beberapa administrator, mengadakan ceramah tentang perkembangan ekonomi secara umum dan serikat perdagangan, sambil menunjukkan manfaat sosial dari gerakan serikat buruh. Beberapa pekebun hanya mengirim perwakilan untuk menghadiri’.

Meski resesi terjadi, seorang anak Batang Toru tidak harus patah semangat untuk memasuki perguruan tinggi. Pada tahun 1931 Parlindoengan Loebis lulus ujian masuk Geneeskundige Hoogeschool di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 18-12-1931). Pada tahun 1934 di Batang Toru dikabarkan telah meninggal seorang dokter terkenal Dr. P. Thoden van Velzen (54 tahun). P. Thoden van Velzen dokter dari Central Hospitaar dari Tapanoeli pelayanan rumah sakit Soemoeran dekat Batang Taroe. Sebuah prosesi besar 20 mobil mulai bergerak ke pemakaman, yang terletak di onderneming Batang Toru milik NV. Sumatra Caoutchouc Plantage Maatschappij. Selain warga Tapanoeli, de resident van Tapanoeli, de controleur en gezaghebber van Padang Sidempoean, vele inwoners van Sibolga en Padangsidempoean, waren alle in Tapanoeli wonende planters met hunne dames aanwezig (De Indische courant, 18-09-1934). Juga dikabarkan bahwa seorang administrator perkebunan meninggal dunia bernama Assad Feller seorang Swiss yang bekerja di Pidjor Koling sebagai administrateur der Sumatra Caoutchouc Plantage Maatschappij. Dimakamkan di Batang Toeu (De Sumatra post, 11-03-1935).

Tinggu deskripsi lengkapnya

Bersambung:


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: