Senin, Maret 21, 2016

Sejarah BATANG TORU (5): Tragedi Kuli Kontrak Juga Terjadi di Batang Toru, Mirip Poenale Sanctie di Deli




Koran Sinar Merdeka terbit di Padang Sidempuan (1919)
Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Residentie Tapanoeli dibentuk tahun 1840 yang kali itu masih terdiri dari dua afdeeling: Afd. Mandheling en Ankola dan Afd. Tapanoeli (kemudian berganti nama Afd. Sibolga en Ommelanden). Pada awalnya Batang Toru masuk Afd. Mandheling en Ankola tetapi kemudian dipisahkan dan ditambahkan ke afd. Sibolga en Ommelanden (namanya kemudian bergeser menjadi Sibolga en Batang Toru distrtict). Hingga kini (1900), meski secara geografis, social, ekonomi dan budaya sama dengan Angkola, district Batang Toru secara administrative masih dipisahkan dengan Afd. Mandheling en Ankola.

Sementara itu, pada masa ini (1900) Residentie Sumatra’s Oostkust masih meliputi Bengkalis. Awalnya ibukota berada di Bengkalis, tetapi sejak 1887 ibukota dipindahkan ke Medan (Deli). Hal ini terkait dengan semakin berkembangnya industry perkebunan di Deli dan sekitarnya. Industri perkebunan di Sumatra’s Oostkust khususnya di Deli secara legal formal baru dimulai 1869 dengan didirikannya Deli Mij, meski sudah sejak tahun 1865 Nienhuys memulai usaha perkebunan tembakau Deli.  Kini (1901), setelah 30 tahun, industri perkebunan baru dimulai di Tapanoeli oleh WJJ Kehlenbrink. Lokasi industri perkebunan pertama yang dipilih berada di koeria Loemoet, distrik Batang Toru seluas 6.000 bau dengan konsesi selama 75 tahun.

Sesungguhnya inisiatif membangunan industri perkebunan lebih awal di Tapanoeli (tepatnya di Mandheling en Ankola) daripada di Deli. Namun inisiatif itu tidak berlanjut, karena penduduk enggan melepaskan lahan yang ‘menganggur’ untuk dikontrak sebagai konsesi perkebunan. Padahal para kreditur sudah menawarkan dana investasi hingga ke Mandailing. Alasan lainnya diduga karena pemerintah masih memiliki kepentingan dalam urusan koffiestelsel. Akibatnya industry perkebunan di Tapanoeli kala itu seakan ‘layu sebelum berkembang’.

Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-04-1858 (iklan): ‘Di Jawa Courant hari ini disebut debitur dan kreditur untuk perkebunan berikut: Agen Sumatra di wilayah estate Mandheling, Elphianus Louis Snackey’. Java-bode: nieuws, handels-en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-01-1859: ‘berdasar laporan W.A. Henny, Controleur di Ankola en Sipirok, bahwa, di afdeeling Mandheling en Ankola, dalam koffijcultuur (tanam paksa dibiayai pemerintah), hasil penanaman kopi adalah sebagai berikut: Pada tahun 1853, satu pikol kopi dihasilkan dari 161 pohon, 1854 (157), 1655 (93), 1856 (159), 1857 (110)

Kini di awal abad ke-20, industri perkebunan di Sumatra’s Oostkust meluber. Lahan-lahan yang potensial untuk perkebunan mulai dari Langkat hingga Asahan telah habis dibagi menjadi konsesi bahkan hingga ke Laboehan Batoe. Ekspansi perkebunan oleh para planter di Sumatra’s Oostkust melihat Tapanoeli adalah salah satu daerah perkebunan yang memiliki prospek. Sejak WJJ Kehlenbrink membuka perkebunan tahun 1901, secara sporadic sudah timbul perkebunan-perkebunan (onderneming) di berbagai tempat di Tapanoeli. Distrik Batang Toru dalam industrialisasi perkebunan di Tapanoeli memiliki posisi strategis.

Tinggu deskripsi lengkapnya

Bersambung:


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Tidak ada komentar: