*Suatu sketsa Kota Padang Sidempuan
Ini adalah suatu sketsa (analisis sederhana)
berdasarkan fakta-fakta sejarah yang ada. Mungkin para generasi yang lebih muda
tidak menyadari bahkan mungkin tidak mengetahui, bahwa Kota Padang Sidempuan
masa kini, ternyata di jaman doeloe memiliki dinamikanya sendiri. Bagaimana
Kota Padang Sidempuan tumbuh di masa doeloe? Mari kita lacak!
***
Komodi kopi dari gudang besar di Padang
Sidempuan sudah menembus pasar Amerika Serikat dengan harga tertinggi pula.
Akan tetapi bagaimana kopi-kopi terbaik dunia (Ankola dan Mandheling) itu
sampai di manca Negara, sangatlah memilukan di tempat asalnya. Asisten residen
Mandheling en Ankola, A.P. Godon ketika mulai bertugas di Mandheling 1848 harus
memulai angkutan kopi ke pelabuhan Natal dengan cara dipikul, kemudian
menggantikannya dengan cara gerobak yang ditarik kerbau setelah jalan
Tanobato-Natal dibangun. Sepuluh tahun
kemudian Controleur Ankola, Hennij melakukan hal yang sama dengan memikul dari Padang
Sidempuan ke Loemoet dan baru kemudian dengan gerobak setelah jalan setapak
Padang Sidempuan Loemoet berhasil ditingkatkan.
Namun jalan tetap harus jalan. Kebutuhan
jalan tidak hanya sekadar untuk prasarana pengangkutan kopi, tetapi juga untuk
kebutuhan yang lain. Hal ini sudah menjadi wacana di dalam surat kabar. Dengan
kata lain, infrastruktur jalan dan jembatan harus lebih ditingkatkan di
Mandheling en Ankola.
Sumatra-courant:
nieuws-en advertentieblad, 11-10-1862: ‘menyoal tentang rute perjalanan antara laut
dan darat. Selama ini hanya angkutan barang dan orang melalui laut dari pantai
ke pantai di Sumatra’s Westkust. Tidak adanya infrastruktur darat yang memadai
membuat orang khawatir (terutama pedagang) untuk memasuki wilayah pedalaman
seperti di Mandheling dan Ankola yang indah. Pengembangan layanan transportasi
laut tidak akan maksimal dan perlu memperhatikan layanan untuk angkutan
daratan’.
Bagaikan gayung bersambut, pemerintah di
Batavia juga sudah membuat rencana pengembangan infrastruktur di Tapanoeli. Dalam
Keputusan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda No. 22, tanggal 21 November I862
yang dimuat dalam lembaran pemerintah (Staatsblad) No. 141, jalan poros (jalan Negara)
ruas Tapanuli merupakan bagian dari dari jalan poros Sumatra’s Westkust dari
Padang ke Fort de Kock, lalu Kotanopan, Padang Sidempoean dan Sibolga. Dalam
keputusan ini, diantaranya dinyatakan, jalan poros (utama) di wilayah hukum
Gouvernement Sumatra’s Westkust adalah sebagai berikut:
·
dari Kotta Nopan ke Laroe (½ etappe)
·
dari Laroe ke Fort Elout (Penjaboengan) (1
etappe)
·
dari Fort Elout (Penjaboengan) ke Siaboe (1
etappe)
·
dari Siaboe ke Soeroematingi (1 etappe)
·
dari Soeroematingi ke Sigalangan (1 etappe)
·
dari Sigalangan ke Padang Sidempoean (1
etappe)
·
dari Padang Sidempoean ke Panabassan (1
etappe)
·
dari Panabassan ke Batang Taro (1 etappe)
·
dari Batang Taro ke Loemoet (1 etappe)
·
dari Loemoet ke Parbirahan (1 etappe)
·
dari Parbirahan ke Toeka (½ etappe)
·
dari Toeka ke Sibogha (½ etappe)
Rute jalan poros dalam hal ini sesunguhnya
adalah ratifikasi yang dilakukan terhadap jalan yang sudah ada sejak era
perdagangan awal (era pertukaran: garam dengan komoditi lainnya). Sedangkan
ukuran jarak hanya didasarkan pada titik persinggahan jika perjalanan dilakukan
dengan menggunakan kuda (etappe). Namun persoalannya, kapan realisasi
pembangunan jalan tersebut belum diketahui dengan pasti.
Dalam perkembangan selanjutnya, jalan-jalan
poros tersebut diperluas untuk mencakup wilayah-wilayah baru. Ini dapat dilihat
pada Keputusan Pemerintah Sumatra’s Westkust tanggal 24 September 1864 yang
diberitakan Javasche Courant edisi 18 Oktober 1864 yang dilansir oleh Sumatra-courant
: nieuws- en advertentieblad, 13-05-1865. Isinya antara lain, bahwa jalan poros
(Negara) Padang-Sibolga di wilayah Tapanoeli dari Rau, Kotta Nopan,
Penjaboengan, Padang Sidempoean, Batang-taro, Loemoet, Toeka tot Siboga. Sedangkan
jalan provinsi disebutkan diantaranya Padang Sidempuan ke Sipirok. Selanjutnya
diuraikan dari Padang Sidempoean, Tamian, Aik Simirik, Pageroetan, Si Toemba,
Aik Mandoerana, Sipirok.
***
Sementara itu, dengan pekembangan yang
terjadi di Ankola dan Padang Sidempuan pada tahun 1865 pemerintah mulai
memperluas tatakelola pemerintahan. Gewestelijk Bestuur di Residentie Tapanoeli
membagi enam afdeeling, dimana Afdeeling Mandheling en Ankola terdiri dari 31 lanskap
(lihat Almanak 1865). Lanskap-lanskap ini nantinya akan dikoordinasikan oleh seorang
pemimpin lokal, yamg kemudian diketahui lanskap tersebut sebagai koeria dan
pimpinannya disebut kepala koeria (koeriahoofd). Dalam Almanak 1868 dinyatakan
bahwa Residentie Tapanoeli terdiri dari tiga afdeeling: Siboga, Mandheling en
Ankola dan Natal. Di dalam afdeeling Mandheling en Ankola dibagi menjadi tiga
onderafdeeling: (1) Groot Manheling en Batang Natal, (2) Klein Mandheling,
Oeloe en Pakanten, dan (3) Ankola en Dollok. Onderafdeeling Ankola en Dollok
meliputi tiga lanskap, yaitu: (1) Lanskap Ankola-djoeloe terdiri dari enam
koeria, yakni: Kampong-baroe, Si Mapil-Apil, Saboengan Djai, Batoe-nadoea, Oeta
Rimbaroe, SI Ondop; (2) Lanskap Ankola-djai terdir dari lima koeria, yakni: Soeroemantigi,
Pintoe Padang, Si Galangan, Moeara Thais, Pitjar Koeleng; (3) Lanskap Dollok
terdiri dari tiga koeria, yakni: Si Pirok, Bringin, Praoe Sorat. Dalam Almanak
1869 nama onderafdeeling Ankola en Dollok menjadi Ankola en Sipirok
(Angkola-djoeloe, Ankola-djai dan Dollok).
***
Jalan Pos di Mandheling |
Pengembangan ekonomi, penataan pemerintah dan pembangunan infrastruktur menjadi semacam program utama dalam mempercepat laju pengembangan wilayah Ankola en Sipirok. Trilogi pembangunan ini pada gilirannya akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk di Kota Padang Sidempuan. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan menjadi kunci segalanya. Sekitar tahun 1870 jalan poros dikembangkan dari jalan-jalan yang dulunya sebagai jalan setapak/jalan padati. Di dalam kota Padang Sidempuan, saat pengembangan jalan poros ini dibangun jembatan baru yang lebih kuat di atas Sungai Batang Ayumi (jembatan Siborang), Sungai Aek Sibontar (jembatan Sigiring-Giring), dan Sungai Batang Angkola di Sihitang (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 15-02-1873). Ketiga jembatan ini menggantikan jembatan sebelumnya yang menggunakan sistem suspensi (rambin) yang terbuat dari kawat telegraf.
Lalu kemudian jalan poros baru dikembangkan ke
arah Sipirok dengan membuka akses dari Siborang via Batunadua [Sebelumnya akses
ke Sipirok dilakukan dari Silandit ke Batunadua via Oejoeng Goerap (sisi
selatan) dan dari Hutarimbaroe via Siboengan dan Siharang Karang]. Untuk akses
ke Batunadua sendiri dari Pasar Siborang melalui pasar lama Sitamiang via
Bakaran Batu (lewat bukit). Meski pada Keputusan Gubernur 1864 jalan poros
disebutkan Padang Sidempoean, Tamian, Aik Simirik, Pageroetan tetapi dalam
realisasinya adalah jalan poros baru ke Sipirok ini tidak mengikuti
bukit, melainkan melalui Kampung Tanggal dengan cara membuka jalan baru sepanjang
sisi Sungai Batang Ayumi dan lereng bukit yang agak terjal. Desain jalan akses
baru ini bersamaan dengan rancangan pencetakan sawah baru di areal tanah kosong
yang kemudian bernama Kampung Sitamiang dan Kampung Losoeng.
***
Akhirnya, pembangunan jalan dan jembatan pada
poros Tapanoeli sudah terealisasi. Arus perdagangan (exit and entry) dan arus penduduk
(imigration) ke Kota Padang Sidempuan semakin kencang yang mengakibatkan perkembangan
Kota Padang Sidempuan melebihi kota-kota lain di Tapanoeli, seperti Panyabungan
dan Siboga. Akibatnya, ibukota (hoofdplaats) Asisten Residen Mandheling en
Ankola dipindahkan ke Padang Sidempuan dari Panyabungan pada tahun 1871. Cukup
masuk akal karena sejumlah aspek: (1) Lanskap Mandheling dan lanskap Natal sudah
kondusif untuk pemerintahan dan perekonomian dan bahkan pendidikan; (2) Lanskap
Padang Lawas baru memulai system pemerintahan sipil, (3) Lanskap Silindoeng dan
Toba masih ada ketegangan dan semakin intesifnya perlawanan Si Singamangaradja
dan pengikutnya. (4) Positioning Kota Padang Sidempuan sangat strategis di satu
sisi untuk mendukung ibukota Kresidenan Tapanoeli di Siboga dan di sisi lain
untuk memfasilitasi penataan sistem pemerintahan di Padang Lawas dan upaya
melumpuhkan kekuatan Si Singamangaradja dan membebaskan lanskap Silindoeng dan
lanskap Toba.
***
Asisten Residen Mandheling en Ankola, A.A.
Schonermarck dan bersama komisioner
J.H.C. Schultze, pindah tempat dari Panyabungan ke Padang Sidempuan. Hanya
mereka berdua pejabat utama yang tersisa di Mandheling en Ankola. Hal ini
karena Controleur Ankola en Sipirok dihapuskan, Controleur Groot Mandheling en
Batang Natal di bentuk dan mengangkat pejabat baru, Controleur Klein
Mandheling, Oeloe en Pakanten pejabatnya diganti. Asisten Residen Mandheling en Ankola, A.A. Schonermarck sudah menjabat posisi asisten residen ini sejak
1869. Sedangkan J.H.C. Schultze adalah pejabat senior di Mandheling en Ankola
yang tetap memegang posisinya sebagai komisioner sejak 1865. Schultze sendiri
sebelumnya adalah Komisioner kedua di Residentie Tapanoeli. Dengan demikian, Schultze
adalah orang satu-satunya saat ini di Padang Sidempuan yang penuh pengalaman
dan memahami betul perkembangan perekonomian di Mandheling en Ankola, Resientie
Tapanoeli,
Di Padang Sidempuan, A.A. Schonermarck
menempati rumah yang merangkap sebagai kantor Controleur Ankola en Sipirok yang
sudah dibangun sejak 1843 untuk sementara. Kemudian A.A. Schonermarck menempati
kantor Asisten Residen yang baru selesai dibangun yang lokasinya berada di
Lapangan Tennis ‘Garuda’ yang sekarang. Dengan kata lain, rumah dan kantor
Asisten Residen garis lurus melewati jalan di depan bioskop Angkola/Horas yang
sekarang. Sementara itu, di lokasi Gedung Nasional yang sekarang (samping
kantor asisten residen tentunya) sudah sejak lama sebagai lokasi perumahan para
pegawai/pejabat Belanda.
***
Jalan poros di Moerasipongi |
Dengan semakin ditingkatkannya kualitas jalan darat poros Padang, Fort de Kock, Panyabungan, Padang Sidempuan dan Siboga, maka akses dari dan ke Padang Sidempuan semakin mudah. Jalan yang ada semakin lebar dan kendaraan padati dikembangkan untuk alat angkutan jarak jauh untuk barang (komoditi pertanian dan perkebunan, barang industri dan lainnya). Tentu saja alat transportasi kuda masih diperlukan terutama untuk membawa orang dan surat-surat yang memerlukan waktu yang segera, Di dalam kota sendiri, jalan-jalan kota mulai di bangun untuk menghubungkan satu tempat ke tempat yang lain. Hal ini karena fasilitas pemerintah semakin banyak dan lokasi pemukiman penduduk semakin meluas.
Kota Padang Sidempuan sebagai ibukota Afdeeling
Mandheling en Ankola dengan sedirinya menambah percepatan perkembangan kota.
Pada tahun 1972 kantor pos dibangun yang mengambil lokasi di sudut jalan
Sitombol/Jalan Sudirman dan seberang Bank Bumidaya (Bank Mandiri) yang sekarang.
Lokasi kantor pos ini sangat strategis karena di timur berada kantor Aisten
Residen, di selatan pasar Siteleng, di barat pemukiman penduduk. Fungsi kantor
pos ini tidak hanya soal paket pos tetapi kemudian juga telegraf. Paket pos
berupa surat-surat dan dokumen pemerintah yang berasal dari kantor Controleur (Kotanopan,
Panyabungan dan Natal) maupun dari kantor Residen (Sibolga), dan bahkan dari
kantor Gubernur di Padang dan kantor Gubernur Jenderal (bersama
departemen-departemen di bawahnya) di Batavia. Tentu saja kantor pos/telegraf
ini dimanfaatkan oleh para pegawai, pedagang dan wisatawan.
Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 09-11-1872
(iklan): ‘pengadaan dan pelelangan umum
terikat untuk transportasi wisatawan, bagasi, koflij, barang dan dana (yang
meliputi): (d) Groot en Klein Mandheling, Oeloe dan Pakanten dan Natal. (e)
antara Padang , Siboga dan Loemoet dan tempat yang berbeda dari onderafdeeling
Ankola en Sipirok’.
Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 04-12-1872
Kemarin di sini telah diumumkan dalam transportasi gouvernementi, penumpang
bagasi, kopi, barang dan uang di Sumatra Westkust (diantaranya): untuk
Mandheling adalah Dummler & Co, untuk Ankola adalah Lie Thong’.
(bersambung)
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama, antara lain:
- Topographisch Bureau, Batavia, Batavia: Kaart van Padang Si Dimpoewan en Omstreken (1880).
- Kaart van het Gouvernement Sumatra's Westkust : opgenomen en zamengesteld in de jaren 1843 tot 1847 / door L.W. Beijerink met medehulp van C. Wilsen... et al. Beijerink, L.W., Topographisch Bureau, Batavia, 1852.
- Peta 1830
- Peta 1908
- Peta 1943
- Etappekaart Sumatra's West Kust, 1845
- Almanak Pemerintahan Belanda
- Koran-koran Belanda
- Laporan Tahunan Pemerintahan Belanda
- Observasi pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar